06. Binarnya Meredup

608 64 15
                                    

Rasa lelah yang menguasai daksa, labium tanpa suara, hari-hari tergelapnya, dan asa untuk bahagia tak kunjung ada. Mungkin begitulah kira-kira keadaan Nakano Hana sekarang andaikata seseorang menanyakannya. Sedari tadi, netra jelaganya memandang kosong pada puluhan insan yang tengah menari liar di bawah sana. Mereka tampak begitu menikmati setiap alunan musik yang diputar oleh disk jockey. Hana melengkungkan bibir ke bawah; mencebik kesal sebab merasa bosan dengan keadaan sekarang.

Jika ada yang bertanya mengapa dirinya masih berada di Club Heaven, permudah saja, Hana sedang menunggu Koo menyiapkan motor guna mengantarnya ke Sannoh. Meski terkesan merepotkan, tetapi Rocky memaksa agar Hana tidak pergi sendirian apalagi di malam-malam begini. Pada akhirnya, Hana menerima dengan senang hati. Kendati demikian mereka adalah orang-orang pelindung perempuan, tetap saja keraguan selalu merengkuh setiap kali netra memandang mereka.

"Oh, iya. Aku belum sempat berkenalan dengan kalian semua. Namaku Nakano Hana, salam kenal, ya!" ucap Hana seraya berjalan mendekat pada Rocky dan anggota White Rascals lainnya. Senyumnya melebar indah tatkala netra pandangi orang-orang itu.

Rocky mengangguk. "Nakano Hana ...." gumamnya.

Beberapa detik kemudian, Koo datang dan mempersilakan Hana untuk naik ke motornya. Dengan langkah penuh antusias layaknya anak kecil akan pergi sekolah, Hana lantas menghampiri orang yang paling dipercaya Rocky tersebut. Saking bersemangatnya, ia lupa mengucapkan salam perpisahan kepada anggota White Rascals dan wanita-wanita di sini. Sontak, gadis itu kembali menoleh ke belakang sambil tersenyum lebar. Sumpah demi apapun, entah mengapa gadis itu tampak lebih senang dari sebelumnya. Seakan durja muram tadi sirna tanpa alasan.

Rocky merenung sejenak, sebelum indera pendengarannya menangkap suara sang gadis yang melontarkan huruf-huruf berisi kata sampai jumpa lagi. Dan gadis itu telah menghilang dari pandangannya beberapa detik lalu. Lantas ia bernala, akankah sosok dengan perawakan pendek itu bisa ia lihat dalam waktu dekat?

Sementara itu, Hana tengah menaiki kuda besi yang kini sudah membelah jalanan distrik Sannoh. Udara dingin menusuk tiap pori-pori kulit sehingga ia menggigil untuk mengekspresikan keadaannya sekarang. Perjalanan tersisa beberapa menit lagi, dan Hana tak sabar untuk segera merebahkan tubuh pada futon lantas bersembunyi dari udara dingin yang menyeruak. Namun, sialnya, sekelebat bayangan mengenai pemilik toko bunga marah membuatnya terbungkam. Apakah sang pemesan marah? Apakah ia akan dipecat?

Mengabaikan asumsi, tanpa sadar motor sudah berpijak pada halaman rumah. Hana turun, kemudian mengucapkan terima kasih kepada Koo. Seusai pria itu pergi, gadis Nakano bergegas menuju toko bunga tempatnya bekerja. Sekadar ucapan maaf mungkin takkan berguna, ia harus bertanggung jawab sebab telah lalai menjalankan tugas.

"Sumimasen! Aku Hana, ingin meminta maaf pada Nana-san karena tidak mengirimkan bunga kepada pembeli! Dan bunganya rusak! Aku benar-benar minta maaf!"

Pemilik toko—Kashima Rena—tersenyum gemas melihat Hana yang tiba-tiba datang langsung membungkukkan badan. Kebetulan ia tadi sedang menutup toko hingga kedatangan Hana masih bisa disambutnya. Dengan wajah yang senantiasa mengulas lengkung bibir, Rena mengelus puncak kepala gadis belia di hadapannya; berniat menenangkan. Namun, gadis itu tampak sedang menangis. Terdengar tetesan air mata yang berjatuhan dari pelupuk mata itu.

Rena bersiap membalas. "Daijoubu! Lagipula, bunga itu dipesan oleh pemilik kelab yang kau datangi tadi, Hana-chan. Dia bilang, tidak apa-apa."

"Eh?"

Mungkin ini sebuah kebetulan, tetapi Hana menganggapnya keberuntungan. Ia tidak perlu mengkhawatirkan Rena memecatnya. Atau mengkhawatirkan Kamizono Group yang selalu membuntutinya. Hana memang tidak tahu apa yang akan terjadi padanya nanti. Namun, ia percaya dengan ungkapan yang dikatakan Cobra beberapa waktu lalu mengenai kehidupan. Sebuah untaian kata yang memotivasi. Kala itu, Cobra berkata:

𝗦𝗘𝗡𝗔𝗡𝗗𝗜𝗞𝗔. TodorokiDove le storie prendono vita. Scoprilo ora