Pulang

2.7K 223 65
                                    

Affair
Don't vote don't read
Happy reading
(Semua karya yang Rhie buat pure dari otak Rhie sendiri. Dilarang menjiplak atau plagiat tanpa seizin Rhie)
Jika ada kesamaan cerita, atau gambar yang Rhie selipkan dengan karya orang lain. Maaf itu tidak ada unsur kesengajaan.

 Maaf itu tidak ada unsur kesengajaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.............................

"Aku pulang!"

Jungkook berteriak, namun tak ada sambutan sama sekali. Padahal di luar mobil suaminya sudah berada di garasi pertanda pulang.

Ia menghela nafasnya pelan lalu masuk ke rumah.

"Tuan sudah pulang?" tanya Bibi Jung pembantu di mansion ini.

"Iya bi, oh ya. Apa Jimin sudah tidur?" tanya Jungkook.

"Belum, tuan Jimin masih di ruang kerjanya." jawab bibi Jung sambil menerima tas dan juga jas kerja milik Jungkook.

"Baiklah."

"Tuan ingin makan malam?" tanya nya lagi.

"Akan kuhangatkan sendiri bi, bibi boleh istirahat." sahut Jungkook.

"Tidak...

"Tak apa, bibi bisa istirahat. Lihat, sekarang sudah jam 9."

Bibi Jung langsung menatap jam, benar seperti ucapan sang tuan rumah. Waktu sudah larut.

"Baiklah, bibi ke paviliun setelah ini, kalau ada perlu tuan bisa memanggil bibi."

Jungkook mengangguk saja. Lalu melenggang ke atas, kekamarnya. Kamar yang menjadi saksi bisu betapa hancurnya rumah tangga seorang Jeon Jungkook.

Keduanya tidur terpisah, tak pernah saling menyentuh setelah 5 tahun hidup bersama. Jungkook, ia ingin menyerah tapi apa yang bisa ia jelaskan pada ibunya?

Mengatakan bahwa suaminya Jimin tak pernah selayaknya menganggap dirinya seperti suami. Atau bahkan menganggapnya seperti suami?

Konyol bukan? Begitulah kehidupan Jungkook. Ia mengistirahatkan otak dan pikirannya setelah melihat sang suami yang bekerja dengan beberapa camilan di sampingnya.

Setidaknya ia lega, suaminya tidak kelaparan atau menahan diri demi pekerjaannya. Ia beringsut dari posisinya masuk ke area privasinya.

Membuka seluruh beban yang ada dan mencoba melenyapkannya dengan hangatnya air dalam bathup.

• • • • • • • • • • • • • • •

Jungkook bangun lebih pagi kali ini, yang ia temukan pertama kali saat ini adalah dirinya berhadapan dengan alat masak. Yang seharusnya tak di sentuhnya.

Ia berinisiatif pada dirinya sendiri untuk membuat sarapan sederhana untuknya dan sang suami.

Namun sayangnya ia malah mendapati Jimin berlarian dari atas dengan mengenakan jas serampangan turun melewati dapur tanpa menoleh ke arahnya.

"Sayang, kau tak sarapan?" tanya Jungkook yang membawa dua piring nasi goreng di tangannya.

"Aku buru-buru, klien ku tiba mendadak. Sorry aku nggak bisa." sanggahnya datar tanpa menoleh sedikit pun.

Belum juga menyahuti ucapan sang suami. Jungkook harus mendengar bunyi blam kencang dari pintu utama mansion mereka.

Lagi, lagi-lagi ia harus membuang makanan yang ia buat untuk sekian kali berharap jika Jimin sekali saja menanggapi perhatiannya.

Namun ia hanya berusaha menahan semuanya. Ia kuat untuk semuanya. Semoga saja.

Ia mengabaikan bahwa ia juga butuh sarapan. Dan bibi Jung selalu menjadi saksi bisu betapa tuannya sudah berada di ambang batas.

"Entah sampai kapan mereka akan saling mencintai, kasian tuan Jeon yang mencintai sepihak." gumam bibi Jung.

.............................

Di kantor, Jungkook tengah memarahi beberapa karyawan di bagian HRD karena memasukkan bocah yang tidak bisa bekerja.

Anak baru itu lantas lari terbirit karena ia sudah menghilangkan sebagian data pada faktur keuangan bulan ini. Dan tentu saja Jungkook naik pitam. Dia memang bukan dari golongan orang kaya raya seperti Jimin yang mendapatkan warisan dari ayahnya.

Tapi ia membangun usahanya betul-betul dari nol tanpa bantuan siapapun sekali pun itu Jimin yang membantunya.

Ia ingat saat di remehkan oleh ibu Jimin, ia menikah karena keterpaksaan. Namun ia juga yang harus tersiksa baik secara fisik dan juga mentalnya.

Ia sudah mulai terbiasa dengan cibiran pedas ibu mertuanya meski sang ayah mertua selalu memarahi wanita yang hampir berkepala enam tersebut.

Tapi terkadang datang masa di mana ia kelepasan emosi, hingga tak sadar meninggikan suaranya yang mana membuat semua takut bahkan Jimin sendiri.

Sudah cukup di remehkannya, ia bahkan lebih kaya di bandingkan dengan Jimin. Lalu apa yang bisa ia banggakan. Tidak ada, kesuksesannya hanya berbalik hampa.

Tidak ada apresiasi dari siapapun selain ibunya. Lalu jika ingin bercerai, hujatan seperti apa lagi yang ia dapatkan setelahnya.

Yang ada hanya akan sakit hati kembali. Di kira ia hanya menumpang hidup saat berusaha dari nol begitu sukses ia menceraikan Jimin?

Akan seperti apa ibunya nanti. Ntahlah, ia selalu kebingungan. Mau di bawa kemana hatinya setelah ini.

Karena perlahan, cintanya sudah memudar. Cinta yang tak pernah terbalaskan.

••••••••••••••••
To be continue...

••••••••••••••••To be continue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Karna pada penasaran hehe

Aku double buat hari ini....
Ada yang masih ingat part ini?
Book ini sempet ilang.
Dan aku coba tulis ulang lagi.

Mau mewek karna tanpa Tedeng aling-aling tetiba ilang.
Semoga aku ga lupa sama alurnya yaaa....

See ya!

Matta ashita!!

Matta ashita!!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Affair  (KOOKTAE- DISCONTINUE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang