Lukisan

1.3K 153 12
                                    


" Sialan, apa yang kau lakukan Manjirou! "

Teriakan seorang pria tua menggema penjuru kamar putranya. Bukan menyangkut masalah privasi, pria tua itu tak sengaja masuk kedalam kamar sang anak dan menemukan sesuatu yang menurutnya tak berguna.

" Kau adalah penerus keluarga Sano, tetapi kau malah menghabiskan waku luangmu melukis seseorang yang sama hingga seluruh kamarmu dipenuhi wajah dia. "

Pemuda itu, Manjirou tidak mengindahkan teriakan ayahnya. Ia tetap fokus melukis dengan sesekali berdecak kesal karena sedikit coretan.

" Diamlah ayah, aku sedang tidak ingin diganggu. "

Tuan Sano—Makoto Sano menghela nafas, anaknya sangat keras kepala siapa lagi yang menurunkan sifat tersebut jika bukan dia? Setidaknya Manjirou tidak membuat keributan, itu sudah cukup.

Sang ayah mulai mendekat, melihat dengan seksama wajah cantik yang dilukis anaknya. " Siapa dia? " Makoto penasaran. " Dia, entahlah. Setiap aku merasa frustasi karena tuntutanmu, dia selalu datang di mimpiku. " Mikey menjawab tanpa melihat kearahnya.

Makoto berpikir anaknya mungkin sudah gila, bagaimana bisa?

" Bahkan aku pernah melihat bayangannya tersenyum menatap langit malam di sisiku. "

Nahkan, tebakan Makoto tidak meleset, mungkin anaknya mengidap schizophrenia.

Melihat ayahnya tampak berpikir, Manjirou kesal. " Kau berpikir aku gila? Yang benar saja pak tua. " Sang ayah yang ditegur hanya terkekeh.

" Jika ayah mewujudkannya, apakah kau akan bersedia menjadi penerus perusahaan Sano? "  Tawar Makoto. Manjirou tampak sedikit tertarik dengan tawaran itu, ia yakin yang ia lukis hanyalah seorang yang ia kagumi dalam halusinasinya saja. Tidak mungkin nyata, dan kesempatan meninggalkan dunia bisnis semakin besar.

" Baik, aku setuju dengan tawaran itu. Jika tidak membawa orang dalam lukisanku ini, aku akan meninggalkan dunia bisnis dan menjadi seniman. Menghabiskan waktu dengannya. "  dengan sentuhan terakhir pada tintanya, Manjirou menyelesaikan lukisan itu.

Pandangan Makoto menilik lukisan setengah basah itu. " Apa dia selalu memiliki mata indah ini? " Tanya nya, bahkan setiap setiap wajah pada lukisan itu terlihat sangat detail. Manik birunya, lekuk indah tubuhnya, paras eloknya, bahkan surai raven miliknya. Makoto akui, putranya memang berbakat dalam seni.

" Jangan terus menatapnya ayah, dia milikku! kau punya seorang istri milikmu sendiri. " Manjirou kesal.

" Anata, biarkan Manjirou memilih pilihan hidupnya. " Seorang wanita cantik berambut hitam legam memasuki kamar Manjirou, kedua tangannya memegang nampan berisi biskuit dan teh. Menghidangkannya pada meja di samping Manjirou melukis.

Wanita itu, yang tak lain adalah sang ibu—Sakurako Sano. Tidak seperti Makoto, Sakurako sangat mengapresiasi anaknya untuk memilih jalan hidupnya sendiri. " Sudahlah anata, bukankah perusahaan inti sudah ditangan Shinichiro? "  Tutur Sakurako halus.

Sakurako mendekat, melihat lukisan basah milik putranya. Raut wajahnya sedikit heran, ia melirik sang suami dan lukisan putranya secara bergantian. " Tunggu Manjirou, orang ini sedikit mirip dengan ayahmu. " Pernyataan sang ibu membuat Manjirou syok berat. Apa? mirip dengan Ayahnya?

" Astaga yang benar saja? " Makoto sedikit tidak terima, ia merasa dirinya tampan, sedangkan orang yang dilukis putranya terlihat cantik.  " Hanya sedikit anata, orang di lukisan ini memiliki paras yang cantik ditambah dengan manik biru indah. " Sakurako tersenyum manis.

" Bu, aku gila karena menginginkannya nyata. "  Manjirou beranjak memeluk ibunya, menenggelamkan wajahnya pada pundak sang ibu.  " Darahku berdesir, jatungku berkerja dua kali lebih cepat, dan ribuan kupu - kupu seakan berterbangan dalam perutku setiap kali aku merasakan kehadirannya meski ia adalah tokoh fiksi yang kubuat sendiri. "

maitake's one shotOù les histoires vivent. Découvrez maintenant