MFF-2

10.9K 769 24
                                    


"Dea... beibh...."

Dea mengerjabkan matanya. Kornea matanya terasa pedih menyambut cahaya yang terlalu terang.  Ia menaruh satu tangannya diatas wajah sementara satu lagi di genggam oleh seseorang. Dea bisa merasakan kehangatannya.

Ia berusaha memfokuskan matanya. Bayangan seseorang membuat kepalanya terasa pening sesaat, namun kemudian bayangan itu menyatu membentuk sebuah sosok pria tampan berumur dua puluhan. Pria itu menatapnya khawatir.

"Thanks god. Akhirnya kamu sadar juga sayang."

Dea mengerutkan dahinya. Matanya menyapu kesekeliling. Dia berada di sebuah ruangan bercat coklat pastel dan krem. Dia hadapannya ada sebuah TV layar datar 40 inci, sofa, dan juga kulkas ukuran sedang. Disebelah kanannya ada tiang infus dan tabung oksigen. Disebelahnya lagi ada lemari sekaligus meja, yang biasanya dijadikan sebagai tempat menaruh makanan dan parcel. Lalu, pria ini. Siapa pria ini? Kenapa wajahnya tidak asing lagi baginya?

"Beibh, are you okay? A... aku panggil dokter dulu ya buat meriksa keadaan kamu?"

Baru saja pria itu hendak bangkit, Dea menahan tangannya. Dia bertanya dengan bingung. "Om, om siapa? Kenapa saya ada di tempat ini?"

............................

"Tunangan anda mengalami localized amnesia."

Itulah penjelasan yang diberikan dokter padanya dan pria itu. Dea mengerjabkan matanya bingung. Amnesia? Dia?

Pria itu melarikan jari tangannya kerambut hitamnya yang berantakan. "Amnesia dok?" ulangnya seperti tak ingin percaya.

"Ya."

Dan dokter itu pun menuliskan resep obat untuknya. Resep yang langsung ditebus pria itu dalam sekejab mata, lalu kembali lagi ke kamarnya, dengan wajah yang menunjukkan rasa frustasi.

"De... kamu... Ah, aku harus bilang apa sekarang? Gimana kita bisa nemuin orang tuaku kalau kondisi kamu kayak gini De? Aku... kita... ah aku gak mungkin menunda pernikahan kita."

Dea hanya memperhatikan pria itu mondar mandir dihadapannya. Lama-lama dia jadi semakin yakin. Ada yang salah disini. Dea sama sekali tidak amnesia. Dia ingat semua peristiwa dalam hidupnya. Termasuk kejadian terakhir sebelum dia terbangun diranjang kamar VVIP rumah sakit ini.

"Aku gak amnesia om. Sumpah! Dokternya salah tuh," ucap Dea.

Pria itu menoleh padanya dengan ngeri. Semacam dia baru diberi tahu kalau sebentar lagi dikepalanya akan tumbuh sebuah tanduk.

"OM?" ulang pria itu. "God, bagaimana aku bisa menghadapi ini?"

"Emangnya kenapa sih om?" Dea bertanya nyolot.

"Aku ini tunangan kamu de. Kamu manggil aku Om?"

Hah? Tunangan? Yang benar saja!

"Ahaha si om becandanya keterlaluan. Masak saya udah tunangan? Tujuh belas aja belum. Eh, tapi kalau dijodohin gak papa juga sih om, kan seru kayak di novel-novel. Tapi gak sama om ya... umur kita terlalu jauuuh. Aku ini masih empat belas tahun om!" Dea berceloteh dengan pedenya.

Pria itu menatapnya tajam. Lalu ia pun menghilang, masuk ke sebuah ruangan yang Dea yakin itu adalah sebuah Toilet. Tapi toilet itu kayaknya bersih ya, gak kayak toilet sekolahnya yang kotor banget hampir nyamain tempat sampah. Gak lama pria itu keluar lagi. Tangannya menjinjing sebuah kaca yang Dea yakin itu dicopotnya dari kamar mandi.

Pria itu berdiri dihadapannya. Mengarahkan kaca itu padanya.

Sekarang dia bisa melihat bayangannya sendiri di cermin itu.

"Look de! You are not a 14 years old girl! For god sake! You see what the fuck is going on here?"

..........................

Pria itu mengumpat dan mengusap wajahnya. Dea tak terlalu mengerti apa yang dikatakannya. Dia bicara terlalu cepat dan menggunakan kosa kata yang tak dimengertinya. Tapi sedikit-sedikit Dea mulai mengerti keadaannya sekarang.

Dia bukan anak SMP lagi.

Umurnya kira-kira sudah dua puluh empat tahun.

Dia punya tunangan dan sebentar lagi akan menikah.

Dan pria didepannya ini adalah calon suaminya.

Begitu?

Ooh, demi bumi gonjang ganjing! Dia pasti lagi mimpi! Ya kan?

"Dea... honey..." pria itu meraih tangannya lalu menggenggamnya erat. "Aku tahu kamu pasti kaget dengan semua ini. Tapi kita bisa hadapi sama-sama, alright?"

Dea menggeleng. Ini semakin kacau saja. "Om, aku gak amnesia. Aku beneran masih umur 14. Mungkin tubuh aku sama pacar om ketuker?" Dea mulai berspekulasi. Ya, hanya itu jawaban yang paling masuk akal sekarang, menurutnya. Tidak mungkin kan dia tiba-tiba terbangun suatu hari diumur 24 tahun???

"No, Dea. I know you. Its you Dea Kosasih. Cara kamu ngomong, keras kepala kamu, kecerewetan kamu, aku masih ingat betul. Kamu persis Deaku saat masih SMP dulu."

Dea membuka mulutnya lebar. "Dari mana om tau kalau itu aku?" Apa mereka saling kenal sejak SMP? Siapa pria ini sebenarnya?

"Because its me, Aldo."

A-apa?

Demi bumi gonjang ganjing.

Kenapa dia harus Aldo?

My Future Fiance (COMPLETE) Where stories live. Discover now