MFF-1

24.5K 850 35
                                    

Bugh!!

"Aduh!" Dea memegangi kepalanya yang baru saja terkena lemparan buku.

"Aldo! Dasar setan!" makinya.

Aldo menyengir. "Salah sendiri pala lo taruh disana!"

"Salah gue?!" Dea balik melempar Aldo dengan benda yang sama. Buku teks bahasa indonesia setebal tiga senti, yang kalau dilempar terus kena kepala, lumayan sakit juga. Kepala Dea aja sekarang nyut-nyutan karna Aldo gak kira-kira saat melemparnya.

"Hahahahaha," Aldo malah tertawa terpungkal karna lemparan Dea tak mengenainya. Dia malah menangkap buku itu dengan tangannya, lalu mengacungkannya ke udara dengan bangga. "Strike! Yeay!"

"Arghhh!" Dea mengambil buku yang ada dimejanya, lalu dia mengejar Aldo yang tengah berlari sambil mencibir kearahnya. "Setan kesini lo!"

"Hahahaha!"

"De, udah de..." Kania sahabatnya berusaha menenangkannya.

Dea gak peduli. Dia sudah bersiap melempar Aldo dengan bukunya tanpa aba-aba lagi. 

Buku itu melayang diudara dalam kecepatan milisekon dan akhirnya mendarat diwajah seseorang.

Tapi bukan Aldo orangnya. Melainkan guru bahasa inggrisnya yang terkenal sangat killer.

Dea menelan ludahnya.

Mampus.

...................................................

"Dea... apa alasan you lempar buku kemuka saya? You gak senang sama saya?"

Sekarang Dea berada di kantor majelis guru, dan tengah mendapatkan siraman rohani dari bu Pia.

Dea merunduk tapi dalam hati dia mengutuk. Maunya si Aldo ikut dimarahi seperti dia sekarang oleh bu Pia, karna dia yang bikin gara-gara.

Bu Pia menarik napas, lalu bercermin pada kaca yang ada di tempat bedaknya. Ia memencet hidungnya yang sekarang ujungnya berlubang akibat jerawatnya yang baru pecah.

"Ma... maaf bu," kata Dea, untuk meredam panas neraka yang sekarang lagi bersemayam ditubuh bu Pia.

"Ck, saya tak habis pikir sama you Dea. Tiap hari selalu saja cari gara-gara. Gak capek?"

"Bukan saya bu. Tadi itu-"

"Apa? Mau ngeles juga macem bajaj bajuri you? Ck, you itu perempuan Dea. Perempuan harusnya gak suka cari perkara kayak you ini. Mau jadi apa you nanti kalau sudah besar?"

"Tapi bu, tadi itu Aldo-"

"Apalagi? Mau mengambing hitamkan  si Aldo?"

"Gak perlu dikambingin bu, dia itu udah kambing juga. Mestinya lebaran lalu tuh dia disembelih, biar gak ganggu hidup saya lagi."

Bu Pia menganga. Bu Mukni yang duduk disebelahnya pun ikut menganga. Untung saja gak ada lalat yang sedang berkeliaran dan mengira rongga mulutnya itu semacam gua atau tempat buat bersinggah.

"You... Dea! Siapa yang ngajarin you bicara tidak sopan seperti itu?" Suara bu Pia naik satu oktaf.

"Kami yang salah mendidik atau anaknya yang kurang ajar?"

Bu Mukni dan Bu Pia memang setali dua uang. Sama saja killernya. Dea sudah salah membiarkan mulut bocornya mengambil alih disaat-saat seperti ini.

"Dea, hari ini setelah pulang sekolah kamu harus membersihkan toilet yang dilantai atas! Kamu dilarang meninggalkan sekolah sebelum toilet itu bersih mengkilap! Mengerti?"

Dea memicingkan matanya.

Shit.

..............................

"Iyuh."

Dea menolehkan kepalanya pada asal suara.

"Ih apa itu kenyel-kenyel warna coklat?"

"Huek, gue mendingan mati dari pada harus bersihin toilet ini."

"Pergi gak lo!" Dea menunjukkan wajah sangarnya untuk mengusir Aldo.

Dia sudah cukup sial. Dimarahin guru terus dihukum bersihin toilet yang jorok banget. Huh, apa dia perlu menghadapi Revaldo Abimanyu yang sangat menyebalkan ini juga?

"Hahaha office girlnya galau wue!" Aldo tertawa lebar.

Dea melempar tong sampah yang ada di toilet itu pada Aldo hingga isinya pun berhamburan. Aldo dengan gesit menghindar.

"Hiiiiy, geli gue." Aldo menunjukkan wajah jijik. "Jangan bilang lo mau pegang-pegang ini De?"

"Grrrrhhhh."

"De, ini bekas apaan yak?" Aldo berjongkok menunjuk sebuah tisu basah. "Ingus? Atau..."

"PERGI LO ALDO!"

"Hahahaha."

Akhirnya cowok itu pergi juga meninggalkannya sendiri di toilet itu.  Dea menghela napas lega.

Tapi ngomong-ngomong suasananya jadi sepi. Lantai dua gedung sekolah hitu sudah tak berpenghuni. Lorong-lorongnya terlihat suram. Kebetulan sore ini lagi hujan, jadi awannya mendung, gak ada matahari.

Dea bergegas menyelesaikan pekerjaannya. Dia jadi ngeri sendiri karna suasananya benar-benar horor. Apalagi saat ini dia cuma sendiri. Berbagai adegan horor membayang di benaknya. Dea memegang tengkuknya yang mendadak terasa dingin.

Mati gue mati gue, dea mengutuk.

Dia kerahkan seluruh tenaga hingga toilet itu dia bersihkan dalam waktu singkat. Meski pun tidak begitu bersih, Dea tidak peduli. Cepat-cepat dia membasuh tangannya lalu mengambil tasnya. Lalu langkahnya berderap melewati lorong-lorong.

Tap tap tap.

Tiba-tiba terdengar langkah yang mengikuti.  Dea menoleh. Tidak ada orang. Ketakutannya jadi semakin manjadi-jadi.

Dia kayuh langkahnya lebih cepat dari sebelumnya. Hingga tanpa sadar dia berlari. Langkah itu masih terdengar mengikuti.  Menjajari kecepatan langkahnya.

Dea sampai di puncak tangga. Dia bisa merasakan sosok itu begitu dekat di belakang dan dia tidak berani menoleh. Sekuat tenaga dia menggerakkan kakinya untuk menuruni anak tangga.

Dan saat itulah peristiwa itu terjadi. Lantai marmer yang licin membuatnya kehilangan keseimbangan. Tubuhnya terseret kebawah.  Ia berguling melewati anak-anak tangga itu.

Tubuhnya terasa remuk dan kesakitan. Dea mendengar seseorang terkesiap. Lalu tubuhnya diangkat keatas sebuah tempat yang hangat.

"De... maafin gue... please... lo jangan mati."

My Future Fiance (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang