Prolog

35 7 0
                                    

Siang itu tepat pukul 11.00 WIB, kala aku sedang duduk di taman kota bersama teman masa kecilku, hingga kini kami beranjak dewasa.

Aku dan Nina asyik mengobrol sambil melihat orang-orang yang hilir-mudik berjalan di sekitar taman.

"Nin, bener lu mau pindah ke Polandia? Apa ga kejauhan Nin?" Tanyaku.

"Ya gimana lagi An, Yudho dimutasi ke Warsawa, gue kan harus ikut suami."

"Iya sih. Tapi, Nina! Nanti gue curhat sama siapa?" Sambil menangis dan memeluk Nina.

"Jangan nangis gitu dong sayang. Kan ada Kak Mia."
"Ga sama Nin."

Nina hanya mengelus rambut panjangku.
"Nanti gue langsung hubungin elu kalo udah nyampe di sana. Udah jangan nangis akh! Udah gede, malu tau!" Pungkas Nina.

Aku melepas pelukanku dan mengusap airmataku.
Nina melihat arloji di tangan kirinya.
"Udah waktunya An. Lu nganter gue kan ke bandara?" Ujarnya.

Aku tertunduk dengan wajah sedih dan menggelengkan kepala.

"Kenapa?" Nina dengan rambut tergerai melihat ke arahku.

"Gue nanti bakal nangis terus di sana Nin. Gue ga bisa liat lu pergi." Sambil menangis dan tertunduk.

Nina menghapus air mataku dan mencoba menghiburku.
"Jangan ngomong gitu dong An. Gue kan jadi ikutan sedih. Ya udah ga papa kalo lu ga nganter gue ke bandara, lu baik-baik ya di sini." Tukas Nina.

"Gue doain deh ntar suatu saat lu nyusul gue ke sana. Siapa tau aja lu dapat jodoh orang Polandia." Imbuh Nina.

"Nina! Lu malah bercanda sih!" Ujarku sambil sedikit tersenyum.

"Ya abis lu manyun Mulu. Ntar cantiknya luntur lho kena air mata."

"Nina!" Senyumku merekah.

"Nah gitu kan cantik. Ya udah gue pergi dulu ya." Ujar Nina.

Aku hanya mengangguk.

Nina beranjak di duduknya dan perlahan pergi meninggalkanku sendiri. Nina hanya tersenyum.
Kini sahabat baikku pergi. Entah kapan Nina kembali atau mungkin aku yang akan menyusulnya.

Aku terus berjalan tak tentu arah, seakan aku kehilangan ragaku. Tak terduga seseorang menabrak bahuku.

Bragg..

"Maaf, aku buru. Kamu ga papa?"

Aku memandang pria itu dengan tuxedo hitam dan dasi kupu-kupu. Berpakaian selayaknya pengantin.
"Ga papa." Aku terus berjalan tanpa menoleh ke arah pria tampan itu.

Pria itu kemudian berlalu.

Hari itu di mana aku dan Nina berpisah. Hari itu hari yang amat membuatku sedih.

***

Empat tahun kemudian. Pagi yang indah tepat pukul 04.30 di Jakarta. Terdengar suara teriakan nyaring yang memekakkan telinga hingga mengalahkan dering alarm di Handphone ku.

Dari belakang pintu kamarku suara itu melengking.
"An, bangun!! Subuh!!" Suara merdu mamaku.

Aku mencoba membuka mata dan melihat jam di Handphone ku yg berada dekat meja rias sebelah ranjang ku. Mataku terpejam lagi. Tak lama suara mama terdengar lagi. Kali ini dengan ketukan.

Goes to WarsawTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang