Bagian 2

0 0 0
                                    

"REEAAAAA!!!"

Rea tak bergeming ketika pistol miliknya sudah di ambil ahli dengan pria yang sudah membuatnya babak belur seperti ini. Di sisi lain pria itu sudah mulai siap untuk melepas peluru ke arah Rea.

Zen melihat itu tak tinggal diam. Ia berlari menuju Rea, namun sayang di saat Zen berlari tubuhnya terhempas ke samping di karenakan ada pria lain yang menendang bahu Zen.

Hitungan detik peluru akan siap meluncur. Dan.....

Rea tertawa mengejek. "Habis ya pelurunya? Ck, sayang sekali yah."

Tentu saja pria tadi kesal, ternyata pistol yang ia pegang itu hanya sebuah pistol yang tak berpeluru. Merasa di permainkan oleh Rea, pria itu hendak memukuli Rea kembali.

Namun dengan cepat Rea meninju dagu pria tersebut hingga salah satu gigi pria itu lepas. Rea juga terlihat membrutal saat menghabisi beberapa pria lainnya termasuk ketua dari segerombolan pria itu.Hingga tersisa dua orang pria yang meringkuk ketakutan. Mereka akui bahwa Rea adalah gadis yang tangguh.

"Ampuni kami," mohon kedua pria itu meringis.

Rea diam namun sorot matanya masih terlihat sebagai sambaran petir.

"Rea..." 

Tatapan tajam Rea mulai memudar ketika Zen memanggil dengan suara kesakitan. Mendengar itu Rea berlari menghampiri tuannya, Zen.

"Tuan!"

Zen berdiri kaku kerana tubuhnya sudah merasakan kesakitan di daerah bahunya.

"Maafkan saya tuan. Seharusnya saya lebih menjaga tuan."

Zen melirik Rea lalu pandangannya itu jatuh ke arah bibir mungil Rea yang mengeluarkan darah segar miliknya. Tangan Zen spontan bergerak mengarah bibir Rea.

Tapi hal itu terhenti ketika tiga mobil polisi datang menghampiri. Begitu juga dengan Nuel dan Helen yang baru bisa keluar dari mobil.

🍁🍁🍁

"Nih obati luka lo!" Nuel datang membawa kotak p3k kepada Rea yang tengah duduk di pinggir kasurnya.

"Terimakasih tuan." Rea mengambil kotak itu pelan.

"Gue bersyukur, pistol tadi pelurunya habis Kalau engga lo bakal tewas dan ga bisa ngejalanin wasiat dari mendiang ayah lo."

"Tapi yang pasti lo harus dengar, ini adalah kota asing bagi lo. Dan lo juga belum memahami apa pun. Jadi tolong jangan melakukan sesuatu  seenak lo!"

Rea mengangguk kecil. "Baik tuan."

Setelah mendengar hal itu, Nuel berlalu pergi dari kamar Rea. Sedangkan Rea mulai membersihkan dan mengobati lukanya.

Rea dapat merasakan sakit saat ia mengobati lukanya. Dan lagi-lagi Rea mengingat masa lalunya.

••••

"Hiks...Hiks...Hiks." Rea berumur 9 tahun menangis diam diam di balik pohon. Hal ini ia lakukan karena tak ingin ayahnya tau bahwa ia tengah menangis.

Rea menanggung sakit dari luka yang ia dapat setelah berlatih ilmu bela diri. 

"Jangan nangis Rea nanti ayah denger," kata Rea sambil gemeteran.

Ia terus meyakini dirinya. Namun tetap saja hanya ada sakit yang Rea rasakan. Rea terus menangis hingga tangisan itu berhenti ketika ada orang yang menyodorkan sebuah plester kepadanya.

Hai Tuan Zen !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang