By the way, this is what you wear! >v<

Aku mendorong pelan pintu mini market dan menuju rak pembalut

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Aku mendorong pelan pintu mini market dan menuju rak pembalut. Aku mengambil dua, menuju kasir, lantas membayarnya dan menolak segala tawaran mbak-mbak kasir. Begitu transaksi usai, aku mengambil jalur yang berbeda. Aku langsung menuju mansion ASEAN, Dirga tinggal disana bersama adiknya. Selama perjalanan yang memakan waktu 15 menit itu ditemani alunan lembut lagu yang tengah kuputar. Kubiarkan rambut H/C ku yang tergerai ditimpa sinar mentari sore. Semburat jingga itu nampak indah, air mancur taman kota memantulkan sinarnya, begitu elok. Itu sebelum tatapanku tertubruk pada sosok jangkung yang tengah berdiri menghadap air terjun itu. Aku terdiam sebentar melihatnya. Rasanya aku membeku, aku tidak bisa bergerak. 

Lelaki jangkung itu kurang lebih dua tahun lebih tua dariku. Dia punya mata bertakhtakan safir yang indah. Gurat wajahnya kian tampan dengan siluet sunset, apalagi garis rahang tegasnya. Rambutnya yang berwarna putih sebagian tertutup ushanka. Ekspresinya datar, tapi bisa kutebak kalau dia tersenyum bisa menyebabkan diabetes.

Beberapa saat setelah aku menatapnya, dia menyadari tatapanku. Lelaki itu langsung menoleh kearahku, wajahnya nampak bingung, sementara aku sudah bersemu merah. Shit, ketahuan.

"Umm... Apa kau penduduk sekitar sini?" Tanya-nya.

Aku menoleh kesana kemari, siapa tau pertanyaan itu bukan untukku. Tapi orang-orang nampak sibuk dengan dunia mereka sendiri, berarti dia memang bertanya padaku. Aku balas menatapnya ragu-ragu sebelum menjawab pertanyaan barusan dengan anggukan.

"Anu, apa kau tau dimana letak mansion ASEAN? Aku asing dengan daerah ini." Ujarnya sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Aku juga mau kesana. Mmm.... Mau bareng?" Tawarku.

Lelaki nampak bimbang sebentar lantas mengangkat bahunya. Mengapa tidak? Lalu kami berjalan bersisian, namun berjarak. Dia nampak sibuk celingkan seperti anak kecil yang diajak jalan-jalan, sementara aku diam-diam meliriknya. Dia tinggi, lebih dari 180 kalau kutebak. Aku hanya se-bahunya kurang. Kami belum berkenalan, dan yang kami lakukan hanya diam seribu bahasa selama perjalanan. Dia dengan dunianya, aku dengan duniaku. 

"Ini mansionnya." Aku berhenti didepan sebuah rumah besar dengan gerbang ber-logo khas ASEAN.

Aku menekan tombol interkom, menyebutkan siapa yang datang. Tidak sampai sepuluh detik, Dirga sudah lari terbirit-birit ke gerbang untuk membukanya. Aku mau tertawa melihat tampilannya. Kaos putihnya dibasahi keringat, rambut hitam kecoklatannya juga nampak kacau. Kalau situasinya tepat aku ingin sekali menertawakannya.

SREEEEEG---

Gerbang terbuka sementara Dirga bertumpu pada tiang gerbang dengan nafas menderu. Aku menyerahkan kantong plastik berisi pembalut yang kubeli dari mini market tadi. 

"Noh, pesananmu." Aku mengacungkan kantong yang langsung disambar oleh Dirga.

"Thanks, walau agak telat." Ujar Dirga, sebelum pandangannya berpindah pada lelaki di sampingku yang sibuk mengamati kupu-kupu "Eh--"

Place for Both Of Us (Russia x Reader)Where stories live. Discover now