Alternative Ending : Rumah Singgah

Start from the beginning
                                    

Alana melangkahkan kakinya dan perlahan meninggalkan Eita. Namun sesaat setelah ia melangkah jauh, langkahnya harus terhenti. "S-Saya mau ngalah! Saya mau pindah ke agama kamu!" Alana yang terkejut mendengar ucapan Eita kemudian berbalik dan menatap pria itu tak percaya.

"Apa Kakak bilang?" Alana melangkahkan kakinya mendekati Eita. "Setelah Kak Eita dengan brengseknya nyalahin Tuhan atas perbedaan yang terjadi, sekarang Kakak mau ninggalin Tuhan Kakak demi aku? Kakak Gila?" bentak Alana. Eita masih terdiam, ia menunduk karena tak berani menatap gadisnya yang tengah marah besar kepadanya.

Alana menutup wajahnya dan menangis tersedu-sedu, memikirkan ucapan yang baru saja terlontar dari kekasihnya tersebut membuatnya sakit hati. "Nana, Kakak serius. Kakak mau pindah agama..." bisik Eita. Alana dengan cepat menghapus air matanya, "Aku gak setuju, harus berapa kali aku bilang sama Kakak kalo aku gak mau Kak Eita ninggalin Tuhan Kakak?" sentaknya.

Kali ini, Alana benar-benar pergi meninggalkannya. Namun sebelum gadis itu pergi, ia sempat menoleh sesaat ke arah Eita yang tengah meratapinya. "Kejar cinta-Nya, bukan cinta ku. Lakuin buat diri sendiri, bukan karena orang lain. Kita selesai disini,".

Keiji POV

Hari ini Alana benar-benar susah untuk sekedar disuruh makan, sejujurnya aku cukup khawatir dengan kondisinya saat ini. Ku rasa lamaran ku terlalu tiba-tiba baginya dan membuatnya terkejut, terlebih lagi aku baru tahu bahwa ia memiliki seorang kekasih meskipun kekasihnya ini 'berbeda' dengannya. Aku merasa bersalah rasanya.

"Kayaknya dia udah tau,"

Play : Fabio Asher - Rumah Singgah

Aku terkejut ketika melihat Alana yang tiba-tiba bergegas pergi begitu saja. "Nana! Alana!" panggil ku. Namun, ia sama sekali tak menoleh ke arah ku. Karena aku masih merasa khawatir kepadanya, aku pun memutuskan untuk mengikutinya secara diam-diam sembari membawa payung untuk berjaga-jaga jika hujan turun.

Ku perhatikan, sepertinya ia akan pergi ke Taman terdekat untuk menemui kekasihnya. Aku pun memutuskan bersembunyi tak jauh dari tempat mereka bertemu sembari memperhatikannya. "Mereka bakal ngomongin apa aja ya..." lirih ku. Suasana diantara mereka begitu hening, tak ada satu pun dari mereka yang berani untuk berbicara terlebih dahulu.

"Na..."

"Kak-"

Benar saja dugaan ku, pertengkaran kecil diantara mereka baru saja dimulai. Aku tidak akan keluar jika kondisi diantara mereka masih kondusif dan tidak terjadi apa-apa pada Alana, untuk sementara ini aku memilih untuk diam di tempat ku dan menunggu untuk menjemput Alana kembali.

Tes

Merasa ada tetesan air jatuh ke arah wajah ku, aku pun segera membuka payung ku. "Ah... Nana bakalan kehujanan dia," Ku genggam erat payung ku, sejujurnya aku ingin menemuinya. Aku ingin membawanya pulang bersama ku. Entah mengapa, perasaanku pun ikut merasa sakit melihat wanita yang ku cintai harus menghadapi masalah perbedaan seperti ini. Tak ada yang lebih menyakitkan dibandingkan melihat Alana tersakiti oleh keadaan.

"Karena perbedaan itu indah! Itu alasan kenapa Tuhan nyiptain perbedaan!"

"Kalo perbedaan itu indah kenapa Tuhan gak milih buat nyatuin semuanya?!"

"Karena yang indah gak selamanya ditakdirin buat bersatu! Harusnya Kakak faham!"

Mata ku terbelalak tak percaya dengan apa yang baru saja ku dengar. Alana? Ia berkata seperti itu kepada Eita?
Tak lama kemudian setelah itu Alana meninggalkan Eita sendirian di Taman. Ku putuskan untuk menyusul Alana.

Aku menarik tangan Alana yang terasa basah karena diguyur oleh hujan. "Nana..." panggil ku sembari melangkahkan kaki ku mendekatinya. Gadis itu tak menjawab panggilan ku, ia hanya terdiam dan menunduk. Aku pun mengajaknya menuju sebuah warung yang tutup untuk berteduh sejenak dengannya.

"Nana..."

"Nana... Nana mau terima lamaran Kak Keiji,"

"Sstt..."

Ku buka kemeja ku dan menaruhnya dipundak Alana. Ia menatap ke arah ku dengan tatapan yang terkejut, "Jangan pikirin masalah lamaran sekarang, ini bukan waktunya kamu mikirin hal itu," ucapku. Ku usap wajahnya dan menyeka air matanya yang terus berjatuhan, hari ini ia sangat terlihat rapuh. Pasti tidak mudah baginya untuk melewatinya.

"Maaf karena tadi saya gak sengaja ngedenger percakapan kamu sama dia," Alana menggelengkan kepalanya. "Enggak, gapapa" jawabnya pelan. Aku pun memeluk tubuhnya yang dingin dan mengusap lembut rambutnya, berusaha untuk menenangkannya. "Saya cukup kaget ngedenger percakapan kamu sama dia tadi, kenapa kamu milih buat pergi dari dia?" tanya ku.

Alana terisak dalam pelukan ku, ia menenggelamkan wajahnya di dada ku. "Karena sejak awal Nana tau, hubungan yang Nana jalanin sama dia itu salah. Nana gak mau bikin dia makin jauh dari Tuhan nya, Kak... Apa Nana salah?" Aku menggelengkan kepala ku dan tersenyum tipis. Aku bertanya, "Nana gak salah, dan saya juga gak sepenuhnya nyalahin dia juga soal masalah ini. Tapi kenapa kamu gak mau kasih dia kesempatan dulu?".

"Kesempatan? Kesempatan apa? Gak ada yang namanya kesempatan buat hubungan beda agama," jelasnya. "Tapi buat apa juga kamu jauhin dia kayak gitu, Na? Kamu tau kan kalo itu dilarang dalam agama kita buat mutusin tali silaturahmi?" ucapku. Alana terdiam, ia tak dapat menyangkal apa yang baru saja aku ucapkan.

Disaat seperti ini, apakah boleh aku berharap kepada Tuhan? Aku tidak munafik, sejujurnya aku ingin Alana memilih ku. Aku tidak ingin ia memilih pria lain selain diriku sendiri, aku hanya ingin cintanya hanya tertuju padaku.

Setelah bertahun-tahun aku meninggalkannya, ku pikir perasaan ku sudah lama menghilang dengan seiring waktu yang bergulir. Namun, ternyata aku salah. Selama ini aku terlalu sibuk menutup mata ku dan mengubur perasaan ku, hingga aku tersadar ketika aku bertemu denganmu pada saat itu. Keegoisan ku menggorogoti tubuh ku, pikiran ku, dan hati ku mengenai gadis itu.

"Alana... Apa saya emang gak bisa gantiin posisi dia di hati kamu?" tanya ku lirih. Alana menatap mata ku bingung, sedetik kemudian ia mulai sadar dengan apa maksud pertanyaan ku. Ia menjawab, "Maaf... Susah untuk nerima seseorang yang bisa gantiin posisi dia, untuk saat ini Nana mau sendiri. Tolong kasih Nana waktu buat berpikir, ya?".

Ia mengembalikan kemeja ku dan berjalan merobos hujan, ia meninggalkan ku sendirian disini. Dengan dinginnya hujan, dengan kelamnya malam, dengan retakan hati ku yang berserakan.

Next Part 02.

──────────────────────────────

haloo! aku balik lagi hehe, tapi kali ini aku bawa alternative ending buat cerita ini. dan alternative ending ini bakalan ada 2 part, so stay tune yaa buat part selanjutnya. adieu!

[✓] Eita, dan Semesta ¦¦ Semi Eita.Where stories live. Discover now