PROLOG

22 6 5
                                    

     "Rara!" suara panggilan dari teras  rumah keluar dari bibir kecil yang sibuk memainkan genangan air. Sesekali tangannya menyibakkan rambut yang di guyur hujan deras. Tubuh kecilnya menggigil, hujan pukul 4 sore mestilah sejuk, setelah panas yang garang saat siang.
    "Rara!!" tidak bosan dia memanggil lagi, kali ini lebih kencang. Sedikit memanjangkan bibir dan tangan membentuk corong. Dari bawah pohon rambutan matanya mencari orang yang di panggil. Berharap segera muncul.
     "Ya, Raka! Tunggu sebentar, Mama lagi salat. Rara mau izin mama dulu, ya." kepala gadis kecil muncul dari jendela kayu, membuat lengkung bulan sabit di bibir Raka, yang dari tadi menunggu di bawah hujan.
    "Baik, aku tunggu." Meski dingin tapi tetap keukeuh menunggu Shabira.
     Raka lebih senang memanggil gadis berambut hitam panjang gelap dengan nama kecil, Rara. Dua anak kecil yang punya hobi sama, mandi hujan! Setiap hujan lebat tidak akan pernah terlewati. Hujan dan iramanya senada dengan kaki yang gemercik bermain air.
    "Hujan itu selalu setia, pada bumi. Meski jalannya panjang dan berliku tapi berlabuh di bumi juga." kata Raka sambil menengadahkan tangan menampung air hujan.
     "Aku suka jadi hujan!" seru Shabira lantang.
     "Aku akan jadi bumi, siap menunggumu kapan saja." Raka mengulurkan jari kelingking. Isyarat untuk berjanji pada Shabira.
     "Baik, kamu bumi aku hujan, kita selalu bersama, ya!" gelak tawa Shabira meninggi mengikuti ritme hujan yang makin lebat, genangan air semakin besar. Janji anak kecil!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 06, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BULAN MERINDU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang