12. | Kala Janji Harus Ditepati

Start from the beginning
                                    

"Kapan dari Singapura?" tanyaku...memecah kesunyian..karena tampak Hamid begitu larut dalam diamnya.

"Kemarin sampai Pontianak...aku menumpang sana-sini untuk sampai di Ponti..Jepang sudah masuk ke mana-mana.." Itu jawabnya.

"Ya, aku di Ponti saat bom sembilan itu..lalu pulang ke sini.." Ujarku.

"Aku takkan bertanya kapan kau kembali ke Ponti, dinda sayang..." Ia berhenti sesaat, mencari mataku..kutatap ia sedetik lalu mengalihkan pandangan ke sampingnya...mana aku sanggup bertatapan dengan manusia yang begitu indah di hadapanku ini ?

"Akulah yang seharusnya membawamu kembali ke Pontianak." Lanjutnya.."Aku takkan bisa kehilanganmu saat ini..dinda sayang.."

Ah, gombal..rutukku dalam hati. .tapi tak urung senyum terbentuk di dibibirku.

"Kanda melamarku tadi?" tanyaku.

"Ya..pada ayahmu..dan katanya ..terserahmu.." Jawabnya.

Uh..mengapa pipi ini terasa panas tiba-tiba.

"Jadi..hm..maukah kau Ani, menjadi istriku...untuk menemani hidupku?" Pintanya.

Aku ingin bilang iya...tapi kok bibir ini diam saja.

"Ani..." Panggilnya.

"Ya..aku mau." Akhirnya keluar juga suara itu.

"Aku akan datang lagi nanti bersama keluargaku..aku akan menikahimu di sini, di kotamu..aku akan mengikuti adat kebiasaan di sini..aku ingin mengambilmu dari orangtuamu tanpa mengabaikan pengorbanan mereka atasmu.." Katanya tanpa jeda.

Aku tergugu menangis pelan..air mata menetes tanpa bisa ditahan.

Penghargaan yang begitu besar atas nama cinta..bagaimana aku membalasmu, kanda?
Hamid mengulurkan tangan hendak meraih jemariku..tapi diurungkan..ditariknya kembali tangannya.

"Kau kenapa?" Tanyanya polos..ah, dasar lelaki...tak bisa menebak rasa haru seorang perempuan.

Aku berusaha tersenyum dan menghapus airmata.

"Aku tak apa-apa..terima kasih, kanda.." Seulas senyum ini kuharap mampu menghapus kebingungannya.

"Kau manis sekali bila tersenyum.." Pujinya.

Yah, serbet dapur ini terpaksa melayang ke arah Hamid..menjawab godanya itu.

****

Kisah Nak Dare dan Pengayuh Sampan ---- Kala Janji Harus Ditepati---part 3
*************************
Singkawang, masih Desember 1941

Ayah meminta Hamid bermalam karena memang sudah tidak ada lagi kendaraan yg menuju Pontianak..selain itu, Jepang juga memberlakukan jam malam..lewat jam delapan dan masih berkeliaran, akan ditangkap.

Sehabis Isya, ayah dan Hamid makan berdua di meja makan yg memang cuma dua kursinya..entah apa saja yg mereka cakapkan..aku menunggu saja di ruang tamu sambil menemani adik-adikku belajar.

Lalu muncul ayah ke ruang tamu, tanpa bicara ia menuju kamarnya..tak lama Hamid muncul dan duduk selonjoran seperti aku..bersandar pada dinding.

Adik-adik saling berpandangan dalam senyum dikulum..tampaknya mereka malu..lalu segera mengemasi buku-buku dan bergegas ke kamar.

"Sekolahmu berganti jadi sekolah milik Jepang..ibu kepala sekolahmu telah pergi mengungsi..semua milik Belanda diambil alih Jepang." Hamid membuka suara.

"Belanda sudah menyerah?" tanyaku.

"Sepertinya begitu..orang-orang di Pontianak sekarang banyak yang mengungsi..terutama yang Belanda."

Kisah Nak Dare dan Pengayuh SampanWhere stories live. Discover now