Sang Shazin - Ther Melian Fan Fiction

Start from the beginning
                                    

“Lyra, ayah menyusulmu.” Itulah kata-kata terakhir Olaf saat kepalanya terpisah dari tubuh dan sosoknya roboh tepat di atas pusara.

Dengan langkah santai kuhampiri jenazah korbanku. “Kau sungguh tangguh, Olaf. Semoga rohmu tenang, berkumpul lagi bersama anak-istrimu di alam baka.”

Ya, tugasku tuntas. Namun ada dua hal mengganggu benakku. Nampaknya sasaranku ini hanya seorang gipsi, penghibur keliling yang tak berbahaya. Bukan pemburu, penjahat atau ancaman berarti bagi Negeri Elvar. Mengapa ia harus dilenyapkan? Bila ada kesempatan nanti, aku akan mencaritahu jawabannya sendiri.

Lagipula, rasanya aku pernah mendengar nama “Lyra” sebelumnya.

Kakiku melangkah amat cepat, membawa tubuhku menjauh dari tempat kejadian.

==oOo==

Dari semua tempat di Ther Melian, tak ada yang lebih kukagumi sekaligus kubenci daripada Ibukota Negeri Elvar, Falthemnar.

Sebabnya, seorang Shazin sepertiku tak dapat melenggang tenang menyusuri jalan. Biasanya, aku cukup mengenakan jubah bertudung saja. Namun, kantung berdarah hasil kerjaku ini membuatku terpaksa melompat dari atap ke atap rumah dan gedung, menghindari tatapan curiga para Elvar lain.

Tibalah aku di sebuah gang sempit. Kuhampiri sosok bertudung putih yang sedang berdiri berpangku tangan di sana. “Salam, Leidz Clarissa. Tugas telah tuntas,” ujarku sambil membungkuk tanda hormat.

Serta-merta kusodorkan kantung berdarah itu ke hadapan si wanita. Clarissa tak menyentuh kantung itu. Ia hanya melihat isinya dan mengangguk.

“Kerja bagus seperti biasa, Karth,” ujar Clarissa sambil menyerahkan sebuah kantung kecil padaku. Kuterima kantung itu, melirik isinya dan mengangguk.

“Terima kasih,” kataku. “Bila tak ada perintah lagi, Leidz, sebaiknya aku segera kembali pada pasukanku…”

Clarissa menyela,” Ada satu tugas lagi untukmu.”

“Siapa yang harus kulenyapkan?”

“Kali ini kau hanya perlu mencari seseorang, bukan melenyapkannya.”

Kujawab, “Maafkan aku, Leidz. Bukankah sebaiknya Elvar lain saja yang…”

“Tidak. Harus kau.” papar Clarissa. “Saat ini, hanya kau yang kupercaya. Lagipula, aku akan ikut denganmu.”

Aku terperangah, “Tapi Leidz…”

“Tak apa, Karth. Tentunya kau senang bila sekali-kali bekerja terang-terangan, bukan?”

Menegaskan maksudnya, Clarissa membuka tudungnya. Tampak olehku seraut wajah cantik bermahkotakan rambut hijau berombak, panjang sepinggang. Tatapan mata hijaunya menyiratkan kekuasaan, kekuatan kehendak yang pantang dibantah oleh siapapun, termasuk aku. Ya, aku hanya bisa terpana.

Clarissa melanjutkan. “Orang yang kita cari ini adalah Lourd Reuven.”

Nama itu tak membuatku terkejut. Lourd Reuven, mantan perwira Legiun Falthemnar, salah seorang Rahval terbaik di kalangan Elvar. Setahuku, puluhan tahun yang lalu, ia dan Leidz Clarissa pernah cukup dekat. Clarissa sering meminta bantuan Reuven menggubah lagu-lagu ritual penyembahan pada para Aether. Hanya lagu-lagu gubahan Reuvenlah yang bisa Clarissa nyanyikan dengan penjiwaan sempurna, jadi bisa kupahami alasan Sang Vestal mencari Rahval itu sekarang.

“Baiklah, Leidz. Tugas kulaksanakan,” ujarku akhirnya.

Clarissa mengangguk. “Bagus. Coba kau cari informasi tentang keberadaan Reuven, lalu laporkan hasilnya padaku,” ujarnya sambil berbalik pergi.

SANG SHAZIN dan Hikayat Alam FantasiWhere stories live. Discover now