Laba-laba dan Mimpi

Comenzar desde el principio
                                    


...


“Jadi, Enmu, kenapa Kau mengikutiku.”

Enmu tersenyum, Ia mensejajarkan langkah dengan Rui. “Aku pikir, Kamu pasti punya mangsa yang bagus.”

Rui memasang wajah tak percaya, “Aku bahkan tidak tahu dimana keberadaan para pilar!”

Sargahan itu membuat Enmu terkikik, “Yah... Itu tak apa. Kita akan mencarinya bersama.”

“Terserah Kau saja.” Rui berjalan mendahului.

   Mereka berdua pindah, dari satu desa ke desa lain. Dari satu bukit ke bukit lain. Mereka terus berjalan di antara malam yang panjang. Sampai akhirnya, mereka menemukan hal yang luar biasa.

“Menurutmu, akan bagus jika Kita membuat kekacauan Kan?” Itu Enmu yang berbicara. Rui menyeringai, menganggukkan kepala dengan santai.

   Api melahap segala bangunan. Beberapa orang terbunuh karena kelalaian sendiri. Beberapa lagi berlari mencari keselamatan diri. Enmu berjalan di tengah kota yang terbakar itu, Ia tersenyum kala melihat anak kecil yang menangis keras.

“Halo...” Ia menyapa. Anak kecil itu menatap Enmu dengan raut takut.

“Jangan khawatir, ini hanya [Mimpi]” sambungnya.

Anak itu tergeletak di tanah kotor, Enmu bersemi, Ia merentangkan tangannya lebar.

“MIMPI”

   Dari tubuh anak itu tumbuh pohon yang menyerupai daging dengan banyak mata. Sesuatu bergerak di tanah, pertanda jika akar pohon itu akan terus berjalan. Mencari mangsa yang siap mati untuk mimpi singkat. Ia bersuka cita, kala melihat banyak orang yang mati.

“Ah... Ini malam yang sangat indah!” Ia memekik senang.

   Sementara Rui di satu sisi masih berjalan. Ia menyusuri jalan setapak yang entah mengarah kemana. Pandangan Rui tertuju pada pemandian air panas. Ia mendekat, berpikir jika Tanjiro pasti akan suka ini.

“Getaran Cinta Pertama! “

   Sebuah tebasan hampir saja membelah tubuh Rui. Syukurnya pada detik terakhir, Rui masih sempat menghindar. Ia menatap nyalang wanita dengan kimono motif bunga itu. Wanita itu menatapnya balik,

“Kenapa ada iblis disini?” Ia bermonolog.

“Kau tidak perlu tahu.”

   Rui menguntai benangnya, sementara wanita itu menghindar dengan cekatan. Rui sadar, ada yang aneh dengan gerakan wanita itu.

“Hm... Serangannya tidak begitu kuat, tapi menyebalkan.” Wanita itu kembali bermonolog.

   Ia melompat, mencari keseimbangan di ranting pohon. Menumpukan kekuatan pada bagian kaki, Ia memasang kuda-kuda dan melompat,

“Lovely Kitty Shower!” Ia berayun, sementara Rui mundur beberapa langkah.

“Setelah dilihat kembali, kurasa Aku sedikit beruntung!”

Rui mengernyit tak paham, “Apa maksudmu.”

“Ini suatu kehormatan, untuk membunuh iblis lower Moon. Maksudku, jika Aku membunuh iblis seperti kalian, maka ketika upper moon mati, tak akan ada yang mengganti. Uhm... Kau mengerti?”

Rui terbahak mendengar hal itu. “Kau mengatakan hal yang aneh.”

   Ia membuka serangan, benang-benang itu terbang di udara—tanpa arah. Kanroji menatap Takjub, Ia terperangah.

“Itu benar-benar indah!”

   Bahkan bagi Kanroji ini adalah malam yang indah. Benang-benang itu seperti mengajaknya menari, melewati batas wajar yang seharusnya Ia sadari. Tapi Ia lupa jika tubuhnya juga butuh istirahat.
Kanroji tersandung.

“Kau, terlalu lemah...” Ucap Rui kecewa.

   Yang dihina marah, Ia melajukan tubuhnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Benang itu berubah menjadi kuning. Pada satu titik, Rui hanya ingin membunuh wanita itu dengan singkat.

“Kau pikir Aku selemah itu?” muka Kanroji merah padam,

“Pernapasan Cinta, teknik ke-lima. Kuku Berantakan!”

   Kali ini, Rui tak sempat mundur. Tubuhnya terkena pedang aneh yang meliuk itu. Luka terbuka dari bagian abdomen bawah sampai bahunya. Ia terbatuk darah, dan ambruk.

Kanroji merasa bersalah, “Ah... Maafkan Aku—tapi Kamu harus mati.” Ia mengayunkan pedangnya.

“[Mimpi]”

Bagi Kanroji, kesedihan terbesarnya adalah...


















“Menikah lah denganku, Kanroji Mitsuri.”

   Gadis itu terpana, pipinya dihiasi rona semu. Cantik. Tak ada jawaban beberapa detik ini. Sang pihak pria gugup, Sang gadis apalagi. Mereka diam dalam euforia cinta.

“A—Aku...” Kanroji tak sanggup untuk menjawab. Lantas Ia memilih untuk menganggukkan kepala. Tanda bahwa Ia menerima lamaran dari Pemuda itu.

   Dingin. Suasana itu membuat Kanroji merasa tidak nyaman. Ia mendongakkan kepala, menatap wajah dari Pria yang baru saja melamarnya.

“Wanita menjijikkan.”
Ia terjatuh.

“T—tidak...”

“Kau menyembunyikan fakta jika tubuhmu mempunyai kekuatan seperti Pria? Kau monster!”

“Dengarkan Aku dulu!” Kanroji menjerit fustasi

   Tanah itu bergoyang, entah sejak kapan banyak suara tawaran menggema. Mereka mengejeknya, mengejek Kanroji yang seperti monster.

“Mitsuri...” Seseorang memanggilnya.
Meleburkan gema caci yang terdengar. Semua diam dalam keheningan. Kanroji Mitsuri, gadis itu menoleh. Diantara hening dan gelap Ia temukan cahaya—Obanai Iguro.

“Iguro... Apa yang Kamu lakukan disini?” Ia menatap bingung.

  Yang ditanya mendekat, mencoba beri ketenangan dalam tiap-tiap ketakutan yang meluap.

“Aku mencarimu” Jawabnya singkat.

   Mitsuri sungguh tak percaya, Ia menatap nyalang. Pancaran ketakutan itu semakin menjadi,
“Jangan mendekat!” sentaknya.

   Namun Obanai keras. Ia tetap berjalan mendekati Mitsuri. Lalu pada saat Ia berada didepannya, Ia bersimpuh. Tangan Mitsuri di genggam, Ia beri afeksi, lalu sebarkan hangat diri.

“Aku mencintaimu Mitsuri...”

  Netra Mitsuri berkilat, “Tapi Aku ini tak lebih dari monster.” Cicitnya.

Obanai menggeleng kecil, “Itu tidak benar. Kamu adalah dirimu, bukan monster. Tapi Mitsuri, bahkan jika Kamu tak ingin menerima fakta itu, maka itu tak apa. Sebab ada Aku yang selalu disini. Aku akan menemanimu.”

   Genangan air tumpah dari mata Mitsuri, Ia mengangguk paham. Sementara Obanai bangkit, mengambil Mitsuri dalam dekapannya. Ia tersenyum sendu,

“Mitsuri, nanti, dikehidupan selanjutnya, mari mari Kita hidup bahagia bersama.”

PATS!

   Mitsuri menatap kearah sekelilingnya. Entah sejak kapan Ia melihat bulan dengan terbalik. Di sana, Ia melihat dua iblis yang juga menatap kearahnya. Kepala Mitsuri berdengung seperti akan pecah. Ia bahkan tak bisa lagi bernapas.
Di detik akhir saat pandangannya memburam, Ia melihatnya. Tubuh Mitsuri dan benang berwarna merah darah. Dan disitu Ia paham.
Ia kalah, mati terpenggal.


Maaf, Iguro.’


EGO [DISCONTINUED] Donde viven las historias. Descúbrelo ahora