3. Pertemuan Kedua Kembali Kabur

398 14 0
                                    

'Percayalah, Tuhan mempunyai solusi untuk mengeluarkanmu dari masalah. Kamu hanya tinggal berdiskusi dan meminta pada-NYA.'

Terngiang lagi kalimat itu, Zie semakin meyakini akan menghadapi konseksuensi dari kejadian memalukan itu, pun akan menguatkan mental bilamana terjadi sesuatu dikemudian hari.

Syahra berhasil mengubah pikiran Zie perihal melenyapkan semua masalah dengan bunuh diri. Iya, itu salah besar. Ah, andai tidak ada wanita baik itu, mungkin saat ini tinggal nama.

Entah Malaikat mana yang sudah berbaik hati mengirimkan wanita itu.

Zie sempat teringat ucapan terakhir Syahra, bahwa wanita cantik itu pernah berada di posisi ingin bunuh diri seperti dirinya hanya saja Zie menahan diri untuk tidak menanyakan penyebabnya, takut mengorek luka lama.

Setelah pertemuannya dengan wanita berusia tiga tahun lebih tua di atasnya, Zie memutuskan pulang dan bersikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

Orang tua Zie selama lima hari berada di luar kota, membuatnya tidak perlu khawatir diceramahi mereka, karena semalaman tidak pulang, apa lagi penampilannya yang kacau, wajah sembab.

Mbok Nah lah yang biasa ngomel, sebab wanita setengah baya itu yang paling dipercayai menjaga Zie selama orang tuanya pergi. Mbok Nah, wanita pengasuh Zie sedari kecil, kasih sayangnya tidak lagi diragukan.

Benar saja setibanya Zie di rumah, Mbok Nah memberondongnya dengan pertanyaan, persis rem blong. Mencerewetinya dengan nasihat, Zie setia mendengarkan tanpa menyanggah.

"Bibi udah belum ngomelnya?" tanya Zie dengan lesu.

"Ya ampun, Non, non. Bibi tuh ngomel karena khawatir, apa lagi lihat keadaan Non Zie pulang-pulang kusut dan lusuh macam ini. Persis anak gadis abis dari sarang penyamun."

"Ish, Bibi. Udah ah, Zie capek, pengen istirahat." Ngeloyor meninggalkan Bi Nah yang hanya bisa geleng-geleng kepala.

Perih, pedih, sebenarnya yang sedang Zie rasakan. Ingin dia menceritakan kemelut yang dihadapinya pada Bi Nah. Namun, takut wanita itu tidak bisa menahan mulut, membeberkannya pada orang tua.

Akhirnya, dia memilih memendam sendiri masalah yang memasungnya.

**

Tiga hari berlalu semenjak kejadian itu, Zie baru kembali masuk kuliah. Namun, wajahnya digayuti mendung, tidak ada keceriaan yang biasa mewarnai setiap harinya jika berada di lingkungan kampus. Dia berusaha menguatkan diri menjalani aktivitasnya sebagai mahasiswi.

Zie sebenarnya enggan menginjakkan lagi kaki di kampus ini, karena di sana ada Jimmy, laki-laki yang sudah memberinya obat terkutuk. Pasti lelaki itu tidak akan tinggal diam, terus mengganggunya.

"Zie, tunggu!"

Benar saja, laki-laki brengsek itu langsung datang setelah Zie meredakan pikirannya perihal dia. Sang Gadis tidak menghiraukan seruan Jimmy, langkahnya dipercepat meninggalkan halaman kampus.

"Tunggu, Zie, aku mau bicara!" Jimmy berhasil menyusul, lantas mencekal lengan Zie.

"Lepasin!" Zie menepis tangan Jimmy, mata nyalang menyorotkan kebencian.

"Zie, aku ... minta maaf tentang malam itu!"

"Pergilah! Aku gak mau bicara sama kamu!"

Zie kembali memutar badan meninggalkan Jimmy. Namun, pemuda itu dengan gesit menghadang langkah sang gadis, berdiri menjulang sambil merentangkan tangan.

"Please, beri aku kesempatan buat ngomong, Zie!"

"Aku gak sudi! Minggir!" Zie mendorong Jimmy, tapi sia-sia, tubuh tegap itu sama sekali tidak bergeser dari tempatnya.

ASMARA SATU MALAMOù les histoires vivent. Découvrez maintenant