1

312 57 10
                                    








scommessa





Heera melangkah tergesa menuruni lantai kosan, suara langkah kakinya terdengar menggema di bangunan dua lantai itu. Karena sepi membuat suara sekecil apapun jadi terdengar jelas.

"Heera!"

Heera menoleh, tersenyum sopan pada ibu pemilik kosan yang ia tinggali.

"Pagi Bu, kenapa ya?"

Wanita paruh baya itu melihat Heera yang seolah dikejar sesuatu.
"Kamu lagi buru-buru ya? Kalau gitu nanti aja deh."

"Maaf ya Bu, Heera takut telat."
Heera memaksakan senyum, mengangguk singkat pada wanita itu lalu berlari keluar.

Heera yang sibuk menatap ponselnya guna membalas chat dari teman-temannya tidak menyadari keberadaan Radeva yanh duduk diatas motornya. Bahkan mungkin dia akan melewatinya begitu saja jika lengan mungilnya tidak ditahan lelaki cowok itu.

"Aduh siapa—!"

Heera menatap Radeva yang masih memegang lengannya. Suara dering teleponnya memutus kontak mata mereka dan Heera langsung menarik tangannya agar lepas.

"Iya Ratu! Aku masih di kosan! Ini mau jalan ih!"
Heera memekik membalas panggilan itu.

Radeva yang melihat wajah gusar Heera sontak memakaikan helm yang ia bawa pada kepala Heera tak lupa mengaitkannya karena Heera masih sibuk mengetik di ponselnya.
Ia menyalakan mesin motornya dan sedikit menarik bahu sempit Heera agar mendekat.

"Cepet naik, aku anterin."

Heera tanpa perlu menunggu langsung naik ke jok belakang. Lengannya tanpa diperintah memeluk pinggang kurus Radeva. Radeva melirik sekilas tangan yang melingkari perutnya sebelum menjalankan motornya menjauh kosan Heera.

Sepanjang jalan sama sekali tidak ada obrolan diantara mereka. Radeva sempat melirik Heera dari spion dan ia sadar mood Heera sedang tidak bagus.

Bahkan hingga mereka sampai didepan fakultas Ekonomi, Heera masih mempertahankan diamnya. Ia melepas helmnya dan memberikannya pada Radeva.

"Makasih ya, untung aja ada kamu."

Heera menatap Radeva yang membantunya merapikan rambutnya yang berantakan.

"Tapi kamu kenapa pagi-pagi ada di depan kosan aku?"

Radeva berdehem pelan.
"Mau ngajak sarapan."

Heera mengangguk singkat, membulatkan mulutnya tanda paham. Ia tersenyum pada Radeva yang tidak melepas pandangan darinya sejak tadi.

"Maaf ga bisa penuhin keinginan kamu. Ada kelas pengganti dadakan pagi ini."

Heera meremas pelan telapak tangan Radeva sebelum berlari menjauh darisana. Waktu terus berjalan dan ia tidak ingin dosen killer itu sudah sampai di kelas lebih dulu daripada dirinya.

Radeva yang melihat kepergian Heera masih mempertahankan wajah datarnya. Ia melirik sekitar dengan ekor matanya, beberapa mahasiswa terang-terangan menatapnya dan Radeva benci hal itu.

Ia mendengus, menurunkan kaca helmnya dan melaju pergi darisana.
Gagal sudah niatnya mengajak Heera sarapan pagi itu.






scommessa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang