2

32 5 0
                                    

Ren memasang topi kasual hitam dengan garis merah di pinggir kesayangannya di kepalanya. Mematut diri di depan cermin, merapikan poni rambut coklat gelapnya yang menyembul dari balik topi, lalu menyambar jaket pink berukuran oversize favoritnya. Memastikan penampilannya malam itu sudah sempurna.

"Yosh, berangkat!" gumamnya.

Melangkahkan kakinya menuju sudut kota Tokyo sendirian di tengah malam tidak membuatnya takut. Kota itu tidak pernah tidur, sorot lampu jalanan tanpa lelah menerangi jalanan yang masih dilalui orang-orang yang baru pulang sehabis lembur bekerja, ada juga orang-orang yang baru berangkat bekerja untuk shift malam. Semua orang berlalu lalang melewati jalan yang sama dengan urusan yang berbeda.

Ren mengambil ponselnya sesampainya di tempat di mana ia dan kedua sahabatnya berjanji untuk bertemu. Membuka ruang chat khusus mereka bertiga, Ren mengetikkan pesan.

"Hei, aku sudah sampai. Kalian di mana?"

Tak lama kemudian balasannya datang.

"Aku dan Kishi-kun sudah di dekat main stage. Cepat ke depan!"

Setelah mengirim stiker kelinci yang memegang spanduk bertuliskan 'OK!', Ren mengantongi kembali ponselnya lalu berjalan membelah keramaian anak-anak muda Tokyo menuju tempat di mana sahabatnya, Kaito dan Kishi, berada.

Untuk pertama kalinya dalam hidupnya yang menurutnya monoton, Ren mencoba menikmati kehidupan malam. Bukan, bukan kehidupan malam di bar atau diskotik seperti teman-teman kampusnya sering bicarakan. Ia pergi ke tempat di mana anak-anak muda biasa menari, sebuah komunitas dancer yang tidak banyak umum yang tahu. Dirinya saja bahkan tidak pernah mendengar ada area dance di sudut kota kalau saja Kaito tidak memberitahunya.

"Ayo, kita coba datang! Katanya ada banyak anak-anak muda sepantaran kita berkumpul. Sudah lama aku tidak menari di depan banyak orang!" ujar Kaito bersemangat.

"Oh, ayo ayo! Ren, kau juga ikut! Lumayan, kan, siapa tahu kita bisa dapat pacar sepulangnya dari sana!" sahut Kishi, matanya berbinar-binar mendengar kata Kaito.

"Kenapa yang kau pikirkan hanya soal pacar, sih? Yah, tapi terserah, sih. Aku tidak yakin Kishi-kun segera dapat pacar dari sana, siapa juga yang mau sama kakek-kakek?"

"Oi, siapa yang kakek-kakek?!"

Ren menggeleng-gelengkan kepalanya, tertawa melihat perdebatan tidak penting kedua sahabatnya sejak SMA. Siang itu mereka berkumpul di spot kantin kampus favorit mereka, menyantap makan siang bersama. Meski berkuliah di kampus yang sama, mereka berbeda jurusan. Ren mengambil jurusan Manajemen, Kaito mengambil jurusan Seni Rupa, sedangkan Kishi mengambil jurusan Sastra Inggris. Perbedaan jurusan dan fakultas tidak lantas membuat persahabatan ketiganya merenggang. Mereka selalu menyempatkan diri untuk menghabiskan waktu bersama di sela-sela kesibukan kuliah.

"Bagaimana, Ren? Kau mau ikut tidak?" tanya Kishi.

"Ayolah, Ren. Apa kau tidak bosan setiap hari mengurung diri di rumah untuk bermain game? Kau perlu ganti suasana!" bujuk Kaito.

Pada dasarnya Ren tidak begitu suka keramaian, dia lebih suka berdiam diri di rumah tanpa melakukan apapun dibanding bertemu dengan banyak orang. Tetapi ia menyadari akhir-akhir ini ia merasa bosan dengan kehidupannya yang monoton. Ia merasa ada sesuatu yang kurang, sesuatu yang membuatnya merasa tidak cukup. Sesuatu yang membuatnya ingin merasakan kesenangan hidup.

Dan menari bersama di malam hari adalah opsi yang ditawarkan Kaito dan Kishi. Menari, hal yang sudah lama ia lupakan, ia kubur dalam-dalam di ingatan masa kecilnya.

'Mungkin menari lagi akan membuatku bisa lebih menikmati hidup,' batinnya.

"Baiklah, aku ikut," jawab Ren yang langsung disambut sorakan girang kedua sahabatnya.

We Could be the SameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang