5. Dewa Penolong

11 1 0
                                    

Ayla Mentari


Sinar mentari yang masuk melalui celah jendela membuatku mulai sadar dari tidur. Aku menggeliatkan tubuh ke arah tak beraturan. Posisi tubuh yang melengkung ke arah kanan dengan kedua tangan di atas kepala, berbanding terbalik dengan posisi kakiku yang ke arah kiri.

Pelan-pelan kucoba angkat kepala yang terasa sangat berat. Saat perlahan membuka mata, jam di dinding searah pandangan menunjukkan pukul sembilan. Tersadar dimana berada saat ini, membuatku malu.

Tidur di rumah orang kok bangunnya jam segini. Ngalah-ngalahin tuan rumah, kamu Ay,  seruku dalam hati sambil menepuk jidat sendiri.

Ya habis mau bagaimana, kalau dihitung mundur, aku bahkan baru tidur menjelang subuh tadi.

Bukannya tak mengantuk, begitu banyak pikiran di kepala ini membuat mata sangat sulit untuk terpejam. Akhirnya kucoba mengalihkan pikiran dengan menonton drama Korea lawas dari sebuah situs online.

Drama yang berjudul The King 2 Hearts itu kupilih karena suka pada pemeran wanitanya, Ha Ji Won, eonnie kesayanganku yang aktingnya tak usah diragukan lagi.
Di episode ke tiga, mataku merasa lelah hingga akhirnya tertidur begitu saja.

Mungkin Bu Yanti tak tega membangunkan aku pagi tadi. Atau tadi sudah membangunkan, tapi akunya saja yang enggak juga sadar. Entahlah.

Beranjak bangun untuk keluar kamar, kaki terulur menapaki lantai. Baru beberapa langkah, kucium aroma kopi diseduh dari arah dapur, bergegas aku ke sana.

"Eh, sudah bangun Ay. Gimana tidur mu? Nyenyak ndak?"

Belum sempat ku jawab pertanyaannya, suara Bu Yanti terdengar lagi.

"Sudah cuci muka dulu sana. Kalau mau langsung mandi juga lebih bagus. Biar segar. Ibu antar kopi Bapak dulu ya ke depan. Nanti kamu nyusul saja. Sudah Ibu buatin teh manis, sama pisang goreng," katanya.

Aku mengangguk dan segera menuju ke arah kamar mandi. Setelah mencuci muka, aku bergabung dengan Bapak Heri & Bu Yanti di ruang TV. Meminum teh manis yang sudah hangat dan sarapan pisang goreng sambil mengobrol ringan. Sepertinya Bapak dan Ibu sengaja tak mengajakku membahas yang berat-berat dulu.

Tadi malam begitu turun dari taksi yang mengantar ke alamat tujuan, kulihat Bapak dan Ibu duduk di kursi teras menunggu kedatanganku.

Di malam yang hampir larut begitu, mungkin pesan yang kukirimkan tadi pada Bu Yanti membuat mereka cukup khawatir hingga rela menunggu dengan sabar di luar. Padahal, menjelang tengah malam, embusan angin terasa ngilu menusuk tulang.

Menyaksikan itu, aku yang tadi di perjalanan sudah lebih tenang mendadak ingin menangis lagi.
Saat itu juga, segera aku berlari dan langsung memeluk Bu Yanti sambil tersedu. Daster Bu Yanti sampai basah karena tangisku yang tumpah di pelukannya.

Setelah agak tenang, baru aku bisa menceritakan semua kronologi kejadian mengapa datang ke rumahnya larut malam begini. Termasuk perihal ketakutanku ditangkap polisi seperti yang dialami Dewa.

Bapak dan Ibu mencoba menenangkan. Mereka bilang tak perlu takut jika tak terlibat. Untungnya, aku enggak ada di lokasi yang sama saat penggerebekan itu terjadi, walaupun aku tahu Dewa memang menempati kamar persis di depan kamarku. Sudah jadi kebiasaan seperti itu setiap ada yang memesan.

Yang aku enggak tahu, ternyata semalam Dewa bersama seorang teman laki-laki di kamar itu yang belum pernah kulihat wajahnya sebelumnya. Entah pastinya karena apa.

Aku mencoba menebak-nebak. Ada dua kemungkinan. Pertama, dia sedang pesta sabu dan laki-laki itu bisa jadi teman nya bersenang-senang. Kedua, dia terlibat transaksi jual beli barang haram itu yang sayangnya informasinya sudah tercium oleh aparat. Entah Dewa yang jadi penjual atau dia yang jadi pembeli.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 17, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Senja di Atas BianglalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang