Bab 1

82 8 14
                                    

Kedudukan tengah mengalahkan tulus sebuah perasaan. Mampukah para pemilik hati menjalani masa depan bersama rasa sakit yang tidak mampu terbaca?

*
*
*

Putih dan tidak memiliki bercak noda. Hamparan sewarna kapas tengah menempel pada atap, menyebar ke seluruh pelosok kerajaan, menutup pucuk-pucuk pepohonan, menyisakan ranting dan juga batang.

Dingin yang terasa memeluk tubuh. Embusan angin membuat kulit seperti  tengah tersayat. Para penghuni kerajaan memilih bercengkerama dengan tungku api maupun selimut tebal, tidak ingin berlama-lama dengan lingkungan luar.

"Musim dingin datang lebih cepat, bukan?" Mengulurkan tangan, bermain-main dengan butiran salju yang tengah berjatuhan, sang pangeran tersenyum kecil, menikmati situasi paling menyengangkan ketika dihadapkan pada hamparan salju dan juga sungai-sungai beku.

"Aku tidak sabar menunggu kedatangan pemuda itu, Ge. Pemuda salju yang membawa sakura merah muda pada keranjang kecil. Bukankah sangat menarik?" Xie Yun, sang pangeran ketiga, si pemilik netra sewarna malam sekaligus perangi menyengangkan, tetapi mewarisi kecerdasan seorang raja hingga menimbulkan sedikit banyak rasa cemburu dari pihak saudara yang lainnya.

"Tsk, kekanakan!" Mengibaskan lengan jubah, menuju rumah peristirahatan keluarga kerajaan yang berada di Bukit Seratus Ribu Tahun, sang pangeran pertama tidak ingin lebih lama berada di bawah derasnya salju hingga membuat pipi terasa beku.

"Xie Wu Ze! Lagi-lagi kamu meninggalkan saudaramu sendirian!" Sang kaisar memberikan tatapan tajam, melontar amarah, meninggikan suara hingga membuat Xie Hao Xing yang tengah berada di dalam kamar, harus memejamkan mata seraya meletakkan kuas pada meja.

"Dia paling tua, tetapi sangat kekanakan. Tidak bisakah ia berpikir lebih dewasa?" Beranjak seraya membereskan beberapa buku dan juga lembar-lembar sastra, Xie Hao Xing meninggalkan kamar, menuju pintu keluar, melirik sekilas pada ruang utama bersama embusan napas lelah.

Payung kertas dibuka perlahan, meminta dua orang penjaga untuk mengikuti, sang pangeran kedua yang memiliki iris mata abu itu, menuju tempat Xie Yun tengah berada bersama rasa cemas yang sudah berada di ujung kepala.

Salju turun kian lebat, membuat jarak pandang menjadi sangat terbatas, Xie Hao Xing harus berjalan perlahan, menyerukan nama sang adik secara berulang bersama rasa cemas yang tidak mampu dicegah.

"Segera minta bantuan! Aku ingin Pangeran Xie ditemukan secepatnya atau nyawa kalian sebagai ganti!" Mengibaskan lengan, melanjutkan pencarian, sang pangeran kedua tengah menyusuri ladang canola yang sudah tertutup salju, mengharap sebuah kepastian atas keselamatan sang adik bungsu.

"Pangeran Xie Hao Xing," langkah terhenti, memutar badan bersama wajah yang kian memucat, pangeran kedua menatap sosok asing dihadapan, "pangeran ketiga berada di pondok hamba. Beliau sedang beristirahat setelah menempuh perjalanan yang sedikit sulit."

Iris kecokelatan yang terlihat memesona, pemilik rambut sepanjang lutut bersama hiasan kepala keemasan, si empu paras manis yang tengah membawa keranjang kecil berisi sakura merah muda itu, mendekat bersama kerinduan dalam ketika dihadapkan pada si pemilik netra abu yang begitu sulit ia temui.

"Tidakkah Anda merindukan hamba?" Air mata tengah terlihat samar-samar, si pemuda asing melangkah lebih dekat, mengabaikan gelengan lirih pada kepala sang pangeran kedua ketika dihadapkan pada sosok manis yang tengah mengisi kekosongan hati pada si bungsu selama beberapa masa.

"Xie Yun mencintaimu seperti orang gila. Aku tidak memiliki hak untuk memilikimu." Bergerak mundur, mencoba menjauh, genggam pada payung kian mengerat, Pangeran Xie Hao Xing mencoba membuat jarak ketika si empu paras manis masih bersikeras untuk mendekat.

"Lalu, bagaimana dengan hamba? Tidakkah perasaan hamba juga penting? Apakah seorang jelata tidak memiliki hak untuk bahagia?" Menjatuhkan payung hingga menyatu dengan permukaan salju, Shi Ying, sang tabib muda, seorang pemuda desa yang memiliki sentuhan tangan ajaib itu, memilih berhenti pada pijakan, menikmati pelukan hawa dingin bersama kesedihan ketika dipaksa mencintai seseorang karena sebuah tuntutan.

"Kamu merasa sakit, aku pun sama. Aku tidak mampu berbuat banyak ketika Xie Yun mampu bertahan dari rasa sakit ketika seluruh tabib istana merasa putus asa. Mengertilah dan cobalah untuk menerima, A-Ying."

TBC.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 19, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Winter FlowerWhere stories live. Discover now