05 | Strawberries and Cigarettes

234 46 204
                                    

Listen to whatever the fuck makes you happy

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Listen to whatever the fuck makes you happy.

* * *

Sebenarnya ini sedikit gila. Tapi, ya sudahlah.

Namanya juga Casa, sosok wanita keras kepala yang nekat.

Entahlah, konon jika seseorang sedang patah hati atau dikecewakan, solusi terbaik adalah potong rambut. Casa akan menampik jika ada yang menyebutnya baru dicampakkan oleh sang kekasih, lalu memotong rambutnya sebahu. Padahal, aslinya memang iya. Ia hanya tak ingin mengakui fakta saja—bahwa hatinya nelangsa ketika mengetahui Vee sudah berkeluarga.

Duduk di tepi rel kereta sembari mendengarkan musik dan menyesap sebatang rokok, Casa merenung perihal kemarin. Hatinya masih nelangsa meskipun usai memotong rambutnya. Casa merasa ceroboh, karena menaruh secuil perasaan tanpa mengetahui latar belakang Vee lebih dalam.

Di saat asap terakhir mengudara, Casa berdiri dan membawa kue yang ia beli sebelum datang ke stasiun, lalu membantingnya dengan perasaan kesal bercampur marah hingga kue tersebut tak berbentuk lagi. Sekon berikutnya, ia tertawa kencang—bak menertawakan kisah cintanya yang selalu berujung dalam kegagalan.

Casa kembali duduk. Ujung jarinya mengambil sedikit krim kue itu dan dimakan tanpa ragu. Terakhir, ia menidurkan tubuhnya, lalu tertawa lagi.

Orang stres memang ada saja tingkahnya. Jangan heran.

"Mau barter denganku?"

Casa menoleh sekilas, tampak tak minat. "Tidak ada yang bisa ditukarkan. Pergilah."

Pria itu tersenyum tipis. "Kuberi sebungkus stroberi, dan kau hanya perlu memberiku sebatang rokok nanti akan kuanggap impas."

"Rokokku tinggal satu, tidak untuk ditukarkan," jawab Casa ketus.

"Oke, aku tidak memaksa. Tapi, bisakah aku menemani malam beratmu di sini? Biar tidak sunyi, mungkin kau juga butuh teman berbincang."

Casa mengangkat sebelah alisnya. "Malam beratku? Apanya?"

"Kau terlihat sedang stres berat sampai membanting kuemu dan tertawa sendiri," katanya tanpa mengalihkan pandangan dari wajah Casa.

"Kau kasihan, ya?" Sepanjang percakapan ini, Casa tetap menatap indahnya langit dengan ribuan bintang yang berkelap-kelip.

"Simpati, lebih tepatnya."

Casa mengembuskan napas kasar. Entah apa yang membuat hatinya tergerak, ia menyodorkan rokok terakhirnya kepada pria yang tiba-tiba datang, lalu sok akrab dengannya.

VorfreudeWhere stories live. Discover now