bagian 10 • inisial

138 15 0
                                    

"Nih, laporan yang gue janjiin." Dahyun menyodorkan berlembar-lembar kertas HVS di hadapan Sana. "Hasilnya kurang lengkap karena gue belum tau banyak tentang identitas target lo. Tapi nggak usah khawatir, masih ada cukup banyak informasi yang sangat membantu."

Sana, gadis dengan outfit serba hitam, dimulai dari topi, masker, baju, celana, tas, dan sepatu itu puas dengan kinerja tanggap the hacker Aurovagant. Di tengah kebanjiran job, Sana dapat dengan santai mengandalkan Dahyun tanpa harus susah payah membagi waktu. Imbalan dari data berharga itu sudah tentu segepok uang berjumlah besar. Ingat bukan, Sana itu kaya raya.

Mereka mengadakan pertemuan di salah satu kafe yang cukup jauh dari markas. Itulah jawaban mengapa Sana terpaksa berpakaian begitu, bertolak belakang sekali dengan kepribadiannya si cewek kue. Kalau ketahuan ada yang mengenalinya karena memakai pakaian mentereng, agensi pasti akan memarahinya habis-habisan.

"Thanks."

"Janji gue lunas, gue tunggu imbalannya," desis Dahyun otoriter. "Lo ... bisa gue percaya 'kan, Kak Sana?"

Sana memberikan setengah senyum. "Ya, lo tau gue bukan orang yang munafik."

Alunan musik jazz menghiasi ketegangan yang terjadi antara mereka. Sana masih dengan setengah senyum yang tidak dapat Dahyun lihat karena terhalang masker, sedangkan mata Dahyun berkilat sibuk meneliti setiap inci tatapan Sana.

"Ah, hampir kelupaan. Entah kenapa gue punya bad feeling terhadap dua target lo itu. Meski pun hacker, gue nggak melulu bicara soal data. Gue juga jago perkara intuisi." Dahyun berbicara dengan nada lirih. "Lo. Harus. Hati. Hati."

Sana diam, tak menanggapi peringatan Dahyun.

🧭🧭🧭

Gadis itu tidak pernah memprediksi bahwa Moon Junhui, pemuda yang menjadi tersangka kasus pencurian ternyata berupa pangeran tampan. Hidungnya mancung, kulitnya kuning langsat, netranya memikat, tinggi semampai dengan tubuh pas, tidak kurus juga tidak gemuk. Preposisi yang ideal untuk sebutan 'cowok komik'. Junhui bahkan berkali-kali lipat lebih tampan dibanding foto yang di-print out Jeongyeon.

Sana speechless. Cowok yang kini sedang duduk di sofa agak jauh dari tempat Sana berada itu sungguh membuatnya meleleh.

"Woi." Bibir melongo Sana kontan terkatup rapat ketika kulit lengannya disentuh seseorang. "Kok malah ngelamun sih?"

"H-hah?"

Nana, manajer Sana, kebingungan akan tingkah perwiranya. Dia memeriksa wajah Sana dalam diam, kemudian terbit senyum miring pertanda dia telah mengerti betul alasan kenapa Sana mendadak linglung macam orang baru bangun tidur. "Kenapa? Ganteng ya?" tanya Nana.

Tanpa sadar, Sana mengangguk sambil terus memperhatikan wajah Jun. "Banget." Sadar akan jawaban yang tidak seharusnya dia utarakan, Sana lantas menggeleng cepat. "Eh, enggak-enggak. B aja. Cowok fiksi jauh lebih ganteng daripada dia, tersangka pencurian koper."

"Hah?" Kini gantian Nana yang melongo kaget.

Sana spontan menutup mulutnya dengan mata melotot. Aduh, mulut gue! Dia mengutuk diri sendiri gara-gara kemunculan manusia tampan yang membuat seluruh desiran darahnya berpacu dan fokusnya buyar ke mana-mana. Semoga Jun tidak mendengar kebodohan Sana.

"Anuu, gue barusan baca komik. Pemeran utamanya cakep tapi kriminal gitu. Bagus deh, coba lo baca. Judulnya "Bidadari Ancol". Hahaha," kelit Sana diakhiri tawa sumbang.

Di hadapannya, kening Nana tampak mengerut. "Ohhh, ya udah. Coba nanti gue baca. Tapi bener dia cowok yang lo maksud?"

"Iya-iya, benerrr! Udah, lo lanjut kerja lagi aja. Gue mau ngobrol dulu sama Jun. Semangat!" Nana keheranan melihat tingkah Sana yang mendadak menjilma menjadi sesosok manusia aneh. Apalagi ketika melihat kepalan tangannya. Sungguh, baru kali ini Sana memberinya semangat berapi-api, seperti hendak melaksanakan tugas negara saja.

Ketika Nana pergi dengan meninggalkan tanda tanya besar, Sana mengambil posisi duduk di sofa. Dirinya dan Jun terhalang meja kayu berukuran kecil yang di atasnya sudah tersedia beragam makanan ringan dan minuman.

Omg! Apakah begini wujud bidadara tampan yang dikirim dari Surga? Nih cowok ganteng banget kalo dilihat dari deket gini, astagaaa!

"Gue, Sana," kata Sana memperkenalkan diri. "Apa bener lo Moon Junhui, hair stylist pendatang baru yang lagi magang di salon Super?"

"Hmm, lebih tepatnya hair stylist ganteng yang lagi magang di salon Super." Alis kanan Jun terangkat tinggi beriringan dengan senyum manis cowok itu yang langsung menembus pertahanan Sana.

Narsis. Tapi iya, lo emang ganteng ... pake banget!

"Hahaha, boleh-boleh. Lo lucu juga," jawab Sana berusaha tertawa di tengah badai yang menimpa relung hatinya paling dasar. "Hmm, jadi gini ... "

Ting!
Ting!
Ting!

"Oh, sori. Ada pesan masuk, penting. Gue tinggal bentar ya. Bentarrrr aja."

Belum sempat Sana menyelesaikan kalimatnya, Jun telah lebih dulu memotong, kemudian pamit keluar ruangan. Sana yang berpikiran positif pun menyanggupi dan memutuskan untuk menunggu Jun sampai urusannya selesai.



























































































Namun, setelah satu jam lamanya, Jun tidak kunjung kembali.

🧭🧭🧭

Terdengar suara kursi berderit yang menimbulkan tatapan kurang sedap dari beberapa pengunjung. Sana si pelaku yang baru saja menggeser kursinya ke samping kanan langsung mengatupkan kedua tangan di depan dada sambil berbicara tanpa suara. "Maaf."

Pengunjung yang berjarak lima meter darinya saja mengeluh, apalagi cowok berkacamata di sampingnya. Cowok itu tampak menelisik penampilan Sana selama dua detik, sebelum melanjutkan kegiatan membacanya yang sempat terganggu.

Seperti biasa, Sana berpakaian serba hitam seperti ketua geng motor. Dan betapa tidak nyambungnya karena saat ini dia sedang berada di perpustakaan kota. Sejak datang, Sana memutuskan untuk mengambil buku secara sembarangan. Dia baru sadar "3 Cara Mengganti Popok Bayi" menjadi objek yang berusaha dia tutupi mati-matian dari cowok di sampingnya.

Jeon Wonwoo.

Setelah satu jam setengah menanti kedatangan Jun, Sana menyerah dan lekas mengganti pakaian. Dia tahu dari Dahyun, perpustakaan kota merupakan lokasi favorit target keduanya. Sehingga Sana segera tancap gas ke sini. Jadwalnya hari ini lumayan renggang. Sedapat mungkin dia ingin mengorek informasi dari Jun dan Wonwoo hari ini juga. Kalau ditunda, takutnya tidak ada waktu.

Sana melirik buku bacaan Wonwoo. Dia melihat banyak sekali kata 'detektif' karena ukuran font-nya lumayan besar. Sana mengerjap, untuk apa Wonwoo membaca buku tentang detektif?

"Kayaknya lo tertarik sama gue?" Wonwoo menutup bukunya, tubuhnya dia miringkan sehingga benar-benar menghadap ke arah Sana. "Lo punya bayi?"

Bola mata Sana membesar. Dia buru-buru menutupi buku bacaannya lebih banyak lagi. Pergerakan itu membuat Wonwoo terkekeh. "Buku lo kebalik."

Lagi-lagi Sana melotot. Secepat kilat, dia menyembunyikan buku yang entah kenapa harus berhubungan dengan bayi itu ke atas paha tertutup meja. Wonwoo pasti tidak akan bisa melihatnya lagi.

Selanjutnya, hening. Wonwoo masih menatap Sana dengan mulut terkunci. Begitu pula yang dilakukan Sana.

Di tengah atmosfer canggung itu, Sana sempat mengedarkan pandang. Dia menyipitkan mata saat melihat sebagian kartu identitas Wonwoo yang terselip di antara buku-buku dan alat tulis.

"Dia pasti Jeon Wonwoo. Tapi kok ...








































































" ... inisial namanya M?"

Aurovagant | twiceWhere stories live. Discover now