"Kenapa ingin tahu?"

"Hanya penasaran, karena di antara semua pekerja yang ada di pulau ini, Jungwoo Hyung seperti agak.. dispesialkan, mungkin."

Lelaki Kim itu tidak langsung menjawab, tatapannya kembali lurus ke depan, lalu mulai mengayunkan dirinya perlahan di atas ayunan yang dia naiki.

"Tidak ada yang spesial bagi Jeno di sini." katanya, "kecuali dirimu, Renjun." sambung yang lebih tua sambil melirik ke arah Renjun.

Renjun memutar bola matanya malas, mana ada dispesialkan, dijadikan layaknya jalang, iya.

"Mana ada." tangkas si mungil.

Terdengar kekehan dari mulut Jungwoo.

"Baiklah, sudah mau masuk jam makan siang, aku masuk duluan ya, jika butuh bantuan, aku ada di dapur."

Jungwoo bangkit setelah mendapatkan anggukan dari lelaki mungil itu.

.

Renjun memasuki mansion itu dengan langkah pelan, bosan, sangat bosan rasanya, Shotaro juga ntah kemana, mungkin sedang bersama Sungchan, mengingat pria jangkung itu sedang berada di pulau ini, yang artinya Jeno juga ada di sini.

Kaki jenjangnya berjalan menelusuri mansion, semua pekerja akan menyapa ramah atau sekedar menunduk jika melewati Renjun.

Tadinya sebagian pelayan di sana sempat merasa kesal dan tidak terima saat harus menghormati Renjun layaknya mereka menghormati Jeno, mengingat lelaki mungil itu adalah orang baru, dan bahkan bukan seorang istri dari Lee Jeno.

Renjun tidak marah dan malah mengakui itu semua, karena memang itu kenyataannya, Renjun bukan siapa-siapa di sana.

Tapi finalnya, ada satu pelayan yang dengan kurang ajarnya menyiram Renjun dengan kopi, saat itu pula Jeno langsung yang turun tangan, dan sekarang ini keberadaan pelayan kurang ajar itu ntah di mana.

Kabarnya, Jeno menjual wanita itu salah satu klub langganannya, dan demi Tuhan, Renjun semakin takut dengan Pria Lee itu.

Renjun mengintip ke dalam salah satu ruangan yang ia yakini adalah tempat kerja Jeno, yang.. sedikit mencekam mungkin, begitulah, tidak ada hal yang menyenangkan dari ruangan itu, khas seorang Jeno sekali. 

Dulu, Babanya juga punya satu ruangan khusus untuk dirinya bekerja, tapi suasananya tidak mencekam sama sekali seperti ini, karena Mamanya tidak suka.

Perlahan kaki Renjun membawanya masuk, ntah apa yang dipikirkan, tapi tubuhnya seakan mengikuti saraf-saraf kakinya.

"Dingin sekali, ini bahkan sudah masuk musim semi." Guman Renjun sambil memeluk dirinya sendiri.

"Wah.. dia benar-benar orang sibuk. Lihat semua berkas-berkas ini."

Renjun meneliti beberapa berkas yang ada di atas meja itu.

"Lihat jumlah nominal di kertas ini."

Lelaki Huang mengangkat satu kertas yang ada di sana.

Lalu tiba-tiba Renjun terkekeh kecut, "lucu rasanya saat melihat nominal ini, tapi reaksiku malah kaget, bukan kah dulu ini hanya sebuah angka bagiku? Sepertinya semesta bermain terlalu seru dengan hidupku." Gumannya lalu kembali meletakkan kertas itu.

Dia tidak iri dengan kekayaan si brengsek itu, lagi pula hidupnya yang sekarang lebih baik.

Sebelum bertemu dengan Jeno pastinya.

Langkah si manis mengitari meja, mungkin dia lupa di mana dia berpijak, atau memang rasa penasarannya yang terlampau besar, sampai tidak berpikir kalau Jeno bisa saja datang secara tiba-tiba, lalu mengamuk. Atau parahnya, Renjun kembali dijamah sana sini hingga memohon lalu menangis.

I Will Not Let You Go [NOREN]✓Where stories live. Discover now