02

572 85 7
                                    

Sebulan penuh Jessy dikucilkan. Rumahnya ramai, namun tak ada satupun yang mau merespons apalagi mengajaknya berbicara. Seluruh keluarga, kerabat, dan juga sahabat-sahabatnya menghilang. Tak ada satupun orang yang ingin berdiam dalam satu lingkup bersamanya, seolah Jessy adalah virus mematikan yang mudah menyebar. Tak ada satupun orang yang peduli, seakan Jessy hanyalah seonggok benda mati yang tak perlu dihiraukan.

Bagaimana ia bisa meluruskan dan berkata lantang, jika apa yang terjadi malam itu sama sekali bukan keinginannya? Ia terjebak, dan jebakan itu ampuh menjadikan Jessy sebagai pecundang yang bahkan tak bisa mengangkat kepala atas kesalahan nan tak ia tahu siapa si dalangnya.

Jeane?

Tidak mungkin. Jessy dan Jeane begitu saling menyayangi!

Lalu siapa lagi yang lain? Sebelum Jessy menemukan dirinya dalam keadaan paling memalukan di pagi itu, hanya Jeane satu-satunya orang yang ada bersamanya.

"Aku rasa ini bagus. Kau akan sempurna menggunakannya."

"Ah! Mataku juga tertuju ke sana, bagaimana bisa kita kompak memilih?"

Jessy mengurungkan niat untuk mengetuk pintu kamar adik perempuannya. Didapati sekarang, pintu kamar milik Jeane telah terbuka, dan sedang dihuni oleh Jeane dan Cassandra. Jessy masih merasa begitu bersalah menghadapi Cassandra, karena ia telah menggoreskan luka yang dalam bagi kakak laki-laki gadis yang juga merupakan sahabat baik—— ah, atau mungkin sekarang mantan sahabat baiknya. Jessy yakin jika Cassandra tak akan sudi menganggapnya sebagai sahabat lagi.

Jessy lebih memilih untuk undur diri, namun mata Jeanelebih dulu menyadari keberadaannya.

"Kakak?"

Panggilan itu menghentikan langkah Jessy yang hendak mundur, sekaligus membuat Cassandra menolehkan tatapan ke arahnya. Tatapan yang begitu dingin dan penuh rasa benci. Ya Tuhan, padahal dulunya Cassandra adalah gadis periang yang selalu menempel dengannya, namun dalam sekejap semuanya berganti.

Cassandra mendengus, mungkin sekaranglah saatnya ia bersikap kejam. Setidaknya mampu membalas barangkali sedikit luka yang dialami kakaknya akibat ulah Jessy. Senyuman sinis ia utarakan, "Tentu saja kompak! Aku akan segera menjadi adik iparmu."

Kalimat penuh keambiguan, yang mungkin hanya bagi Jessy yang tak tahu-menahu soal apapun. Jessy memutuskan untuk memberanikan diri. Melangkahkan kakinya ke dalam kamar. "Apa maksudnya?"

Senyuman miring Cassandra makin tercetak, Jeane terlihat memegangi lengan gadis tersebut seolah mengisyaratkan agar Cassandra tak bicara apapun melalui tatapan dan gelengan pelan yang ia lakukan. Tapi sudah! Cassandra sudah terlampau muak dan sakit hati akibat perbuatan Jessy yang tega mengkhianati sang kakak sekaligus dirinya. Cassandra kecewa, dan menanamkan kebencian yang amat dalam yang diperuntukkan bagi mantan sahabatnya ini. Si munafik!

"Ouh, ada yang tidak tahu? Kau tidak diberi tahu jika kakakku dan Jeane akan bertunangan?"

"Cass——"

"Biarkan saja, Jeane! Biarkan saja si pengkhianat ini tahu jika kakakku tak akan berlama-lama terpuruk hanya untuk bitchlayaknya dia!"

Tubuh Jessy bergetar. Bukan hanya karena ucapan Cassandra yang bagai belati tajam yang didorong kuat menembus jantungnya, melainkan informasi apa yang secara langsung juga tersaji dalam kalimat tersebut. Bagaimana bisa Arsen akan menikahi gadis lain, padahal Jessy sendiri masih mencari jalan untuk meluruskan kesalahpahaman yang terbentang di antara mereka? Tidak sampai di sana. Jika Arsen memilih untuk melupakannya, haruskah wanita yang menggantikan posisi Jessy adalah adiknya sendiri? Ini amat menyakitkan melebihi apapun.

"Jeane?"

Yang dipanggil tak merespons. Jeane hanya menatap diam dengan pandangan murung yang entah bermakna apa. Terlalu rumit untuk Jessy pahami. Ia takut berekspektasi tinggi, karena sebagian logika dan juga kenyataan yang sudah terjadi, membuat Jessy tak bisa menjamin lagi jika Jeane adalah gadis yang menyayanginya.

SUPERMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang