Chapter VI

649 87 98
                                    

⚠️ tw// mental illness, self-harm, domestic violence, suicidal.

"I'M FINE"

"Bagaimana kabarmu hari ini?" Tangan Doyoung bergerak lincah menaruh beberapa hidangan makan malam di atas meja makannya. Sebutir keringat lolos dari lebatnya rambut hitam itu menuju pelipis, kemudian langsung disekanya dengan punggung tangannya.

Aku mengedikkan bahu. Sejenak menatap kosong makanan-makanan itu—ada daging ayam empuk yang dimasak dengan anggur merah; sup kental kaldu sapi berisi daging, jamur dan keju; serta makanan pelengkap, garlic bread—kemudian kuseret segelas minuman bersoda dari atas meja, lalu meminumnya perlahan-lahan sambil menikmati setiap gelembung yang meletus di atas papillaeku.

"Kau memasaknya sendiri?" tanyaku sambil berdesis ringan.

"Yup." Doyoung menyelipkan pisau, sendok dan garpu di antara piring kosongku.

"Kau melupakan botol anggurmu," dengusku.

"Tidak untuk malam ini."

"Tequilla? Margarita?" cobaku terus menerus.

"Tidak. Dan Tidak." Bokong datar Doyoung terhempas ke kursi bersamaan dengan napasnya yang terhela kasar sampai-sampai meniup uap panas makanan yang ada di depannya. Gemerisik terdengar menyaut kala dia menggosok-gosokkan telapak tangannya yang kering itu. "Okay. Kau belum menjawab pertanyaanku."

"Apa?"

"Kabarmu. Perasaanmu. Hari ini?"

"Seperti biasa, tidak lebih baik dan tidak lebih buruk dari hari sebelumnya," kataku, seadanya.

"Setelah kecelakaan, kau suka memendam semuanya sendiri." Lengan Doyoung mengarungi hampir setengah meja, mencoba mengiris-iris santapan daging ayam menjadi beberapa potongan tipis dan rapi. Satisfying.

"Aku tak mengerti? Aku selalu menceritakan semuanya padamu-"

"Yakin?" Doyoung menyelaku, membungkamku hanya dengan sederhananya satu kata itu.

"Mungkin kau memang menceritakan semua peristiwa yang terjadi, tapi kurasa kau belum sepenuhnya menceritakan apa yang terjadi di dalam sana." Ujung pisaunya membidik tepat ke arah dadaku.

Aku langsung mengabaikan perkataannya dengan tidak hormat. Garpu telah kupegang kuat-kuat menggunakan tangan kananku, lalu kucungkil daging ayam itu dan serat-seratnya pecah bergelantungan—terlihat sadis. Sebelum aku bisa memasukkan ayam itu ke dalam mulutku, Doyoung sudah memasung tanganku.

Kengerian pada kilatan manik coklatnya, menggerayangiku.

"Luapkan semuanya padaku. Lagipula, siapa lagi yang bisa kau andalkan di dunia ini selain aku?"



***



Semestinya, aku sesegera mungkin menjauhkan diri dari Jaehyun setelah menangkap keberadaan Doyoung, Mingyu dan seorang petugas keamanan dengan raut wajah penuh kepanikan sedang mengotak-atik kunci pintu digitalku, namun, aku tak melakukannya, aku justru semakin mendorong tubuhku lebih dekat pada Jaehyun, mengeratkan rangkulanku padanya, sebab ada sebagian dari diriku yang ingin menunjukkan kepada salah seorang pria di sana, bahwa dia bukan lagi satu-satunya orang yang bisa kuandalkan.

The PastМесто, где живут истории. Откройте их для себя