Begitu sudah duduk di dalam bis, aku menoleh ke arahnya. Dia masih di sana, membalas lambaian para perempuan yang menyapanya. Dia memang begitu, dari dulu tidak berubah. Masih seorang don juan sejati, dan aku pernah jatuh cinta padanya.

"Sheiraaa!! Apa kau jadi memberikan suratmu sekarang?"

"Iya..." Aku mengatakan iya, tapi menggelengkan kepalaku. Oh.. aku benar-benar gugup.

" Astagaa..kau kelihatan nervous sekali. Tenangkan dirimu, Sheira! Semua akan baik-baik saja."

Aku tersenyum getir, menatap Claire dengan tatapan orang yang hampir menangis. Aku tak bisa lakukan ini!

Claire menyodorkan sebatang coklat untukku, "Jangan hanya memberi surat."Melihat Claire yang begitu mendukungku, keberanianku pun muncul. Aku harus menyatakan perasaanku pada Dean!

Aku pernah jatuh cinta pada seorang Dean, si Mr. Populer. Tapi itu sudah lama sekali, saat aku dan dia masih sama-sama junior high school. Dia adalah cinta pertamaku, yang kupendam lama, hampir 3 tahun. Cinta yang tak bisa kulupa karena begitu menyakitkan. Kenapa? Karena dia menolakku.

"Apa kau sudah menyerahkan suratnya?" tanya Claire, dia menungguku di depan lorong kelas.

Aku mengangguk senang, rasanya bahagia sekali bisa mengeluarkan keberanianku. Sekarang tinggal menunggu jawabannya.

"Hei, lihat!! Bukankah dia yang bernama Sheira?"

Aku menoleh mendengar namaku di sebut. Claire pun melakukan hal yang sama. Lorong yang tadinya sepi, entah kenapa tiba-tiba menjadi ramai sekarang. Mereka menertawakanku, aku tak mengerti apa yang terjadi. Claire juga sama, dia bingung melihat mereka semua yang menunjuk-nunjukku sambil tertawa terbahak-bahak. Apa yang mereka tertawakan?

"Semua orang sudah mengetahuinya, Sheira. Kau baru saja menyatakan perasaanmu pada Dean melalui surat, bukan? Surat itu sekarang tertempel di papan pengumuman!"

Bukan sebuah penolakan yang baik. Aku tidak masalah jika akhirnya cintaku di tolak olehnya, tapi.. haruskah dia mempermalukanku seperti itu? Cinta pertamaku berakhir dengan cara yang menyedihkan. Meski sudah hampir 2 tahun berlalu, aku tidak bisa melupakan itu. Satu SMA dengannya membuatku semakin tidak bisa lepas dari kenangan itu. Padahal aku sengaja bersekolah di sekolah yang jauh dari lingkungan kami dulu, tapi malah bertemu dia lagi di sini. Aku tak ingin terlibat urusan dengannya, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Hampir setiap hari aku berdekatan dengannya, dan ini semua karena permainan sialan itu. Permainan yang aku ajukan padanya, atas usulan Claire.

"Aku ada ide bagus, untuk masalahmu itu, tapi..ini sedikit beresiko," ujar Claire, dari layar laptopku. Ya, kami sedang skype sekarang. Claire sudah pindah ke Jepang, tidak lagi tinggal di Amerika.

"Apa itu? Beritahu saja, apapun akan kulakukan!" Aku mendesaknya, otakku sudah buntu mencari jalan keluar. Mungkin saran Claire bisa membantu kali ini.

"Aku tidak yakin kau akan suka begitu mendengar apa resikonya..." Claire terdengar ragu-ragu.

" Resiko?"

"Kau bisa jatuh cinta lagi dengannya."

Begitu turun dari bis, aku segera berlari menyeruak kerumunan pejalan kaki. Ini sudah lewat lima menit dari jam masuk kerjaku, bisa-bisa aku kena hukuman lagi dari manajer. Beberapa kali aku mendapat cacian dari orang-orang yang kutabrak. Ah masa bodo dengan mereka, aku harus cepat-cepat sampai di kedai sekarang. Kata manajer, hari ini akan ada banyak orderan.

Setelah melewati beberapa blok, aku sampai di kedai tempatku bekerja. Di dalam sudah ramai pengunjung. Manajer yang melihatku datang, langsung melemparkan apron-ku seraya berkata, "Cepat pakai ini!"

Love Game [SUDAH TERBIT]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora