Prolog

238 6 1
                                    

Ck.

Udah setengah jam aku mematung dengan bubbletea yang udah tinggal seperempat di coffee shop ini sambil bergantian memandang hujan yang tak kian reda dan jam yang sudah menunjukkan pukul empat. Kemana sih orang itu? Yang ngajak janjian siapa, yang ngaret siapa.

Aku memutuskan menunggu sosok itu 10 menit lagi. Diluar, hujan semakin lebat. Untung saja aku bawa mobil, kalau tidak aku pasti bakal dicecar banyak pertanyaan di rumah karena pulang dengan basah kuyup. Sebenarnya, hujan nggak hujan bukan masalah besar bagiku. Tapi bagi mama yang sangat menyayangi putri satu-satunya dan anti banget putrinya diserang penyakit-penyakit tak berguna, hujan-hujanan merupakan masalah besar karena nanti putrinya bisa demam.

Ah sial. Sudah 10 menit aku melamun dan akhirnya aku memutuskan untuk beranjak dari sini dan bersiap-siap untuk membeli pisau--maksudnya kapak--untuk mencincang seseorang besok karena telah membuatku menunggu lama dan membuat mobilku yang baru kemarin sore dicuci jadi kehujanan. Ketika aku beranjak, aku mendapat panggilan. Dari Sita, sahabatku dari TK.

"Apa?" Tanyaku.

Lima detik kemudian, HP yang kubeli dua tahun lalu dengan uang tabungan jatuh ke lantai dengan baterai dan case yang berceceran.

SmileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang