day 5: the bookstore

952 127 89
                                    

"...and i believe in a new day to come, that is
always darkest before the dawn..."

(Moving in Slow Motion - The Sweet Remains)

____

"So, are you more a movie person or book person?"

"What?"

"This." Jari telunjuk Tita mengetuk dua kali pada satu buku yang sedang Dewa pegang, mengundang satu pandang dari sang lawan bicara. "Lebih suka filmnya apa bukunya?"

"Ng ... movie ...," Satu jeda menginterupsi pembicaraan mereka sebelum akhirnya Dewa menarik napas dan menjawab dengan mantap. "yeah, movie."

Atau berusaha terdengar mantap. Karena setelah jawaban itu, satu tawa mengejek dengan mudah lolos dari mulut Tita, disusul dengan pertanyaan skeptis yang diucapkannya sepenuh hati. "Seriously?"

"Iya. Gue udah nonton lebih dari dua puluh kali kayaknya."

"Baca novelnya?"

"Nope."

Satu kerutan muncul di dahi Tita. Ia memiringkan kepalanya sedikit dan menatap heran pada Dewa. "Lo udah nonton lebih dari dua puluh kali tapi belum pernah baca novelnya?"

Bagi Tita, fakta itu terdengar aneh rasanya. Maksudnya, for a potterheadㅡlagi, Tita dengan segala asumsinyaㅡ, akan terasa janggal apabila seseorang mengatakan sudah menonton Harry Potter lebih dari dua puluh kali (yang begini sudah pasti potterhead, 'kan?) tapi belum pernah membaca novelnya. It's like wearing a colorful floral outfit at a funeral: forgiven but weird.

Dewa yang semula menghadap ke arah Tita kini kembali menghadap ke rak buku. Pandangannya fokus pada satu buku di tangannya yang berilustrasikan kereta Hogwarts Express dan seorang anak laki-laki berkacamata bulat dengan luka berbentuk kilat di dahinya. Harry Potter and the Philosopher's Stone. Dewa tersenyum sedih sekilas sebelum akhirnya menarik napas panjang dan meletakkan buku tadi ke rak di hadapannya.

Adalah The Lucky Boomerang Bookshop, sebuah toko buku yang menjual buku lokal dan impor bekas di daerah Sosrowijayan, yang siang ini beruntung menjadi tempat bernaung Dewa dan Tita. Kalau bukan karena Tita, Dewa tidak akan tau ada hidden gem berwujud toko buku bekas di tengah gang sempit yang pesonanya tertutup hiruk-pikuk Malioboro.

Lo tuh kalau lagi di kota atau negara baru, jangan lupa mampir ke toko buku dan beli bukunya. Kalau bisa yang bahasanya native, kata Tita semalam saat mereka mendiskusikan besok akan ke mana.

Jangan gantungan kunci doang lo beli, lanjutnya yang seketika membuahkan satu tawa dari Dewa saat teringat gantungan kunci 'I Love Yogyakarta' beraksara jawa yang dibelinya untuk Tita.

Toko buku yang memiliki desain seperti rumah kuno dengan kaca jendela besar pada fasad depannyaㅡjuga menjadi salah satu spot untuk memajang buku-bukuㅡbenar-benar memberikan atmosfer yang sangat nyaman serta intimate. Apalagi dengan ornamen kayu yang menambah kesan homey. Sangat-sangat nyaman sampai Dewa memutuskan untuk duduk lesehan di atas lantai tegel yang cukup dingin setelah memastikan tidak terlalu banyak pengunjung selain mereka.

"Sarah suka nonton Harry Potter," katanya ketika sudah sepenuhnya duduk dan memandang ke arah kejauhan.

Mendengar satu nama yang asing, Tita memutuskan untuk ikut duduk di sebelah Dewa dan tersenyum menggoda.

"Jadi namanya Sarah?"

Dewa tidak menggubris pertanyaan Tita barusan. Ia memilih tetap bergeming dan memandang ke arah kejauhan sebelum akhirnya kembali berbicara.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 24, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Itinerary [DAY6 AU SERIES • ydw]Where stories live. Discover now