Bab 1; Makan.

21.5K 3.2K 1.5K
                                    



Ajisung Mahendra Bagaskara, pria yang sekarang duduk di kelas 12 itu mulai memarkirkan kendaraan-nya ke dalam garasi rumahnya. Ia membawa langkah kakinya memasuki rumah, mengganti seragam sekolah nya menjadi pakaian santai ala rumahan, kemudian kembali menuruni satu persatu anak tangga guna memanggil kedua adik perempuan-nya untuk segera makan siang.

"Jasmin, Jelita. Ayo makan siang dulu." Ia menata dua piring di atas meja, satu untuk Jasmin dan satu untuk Jelita. Suara tarikan kursi pun mulai terdengar, kedua anak itu ikut duduk di kursi sisi kanan dan kiri meja makan tersebut.

"Udah pada cuci tangan?" Jisung membawa dua gelas berisi air putih, lalu diletakan di hadapan kedua adiknya. Pertanyaan Jisung dibalas anggukan oleh dua anak tersebut, kemudian yang terdengar hanya suara dentingan antara sendok dan piring. Jisung tersenyum, memandangi kedua adiknya tersebut makan dengan cukup lahap.

"Bang, nggak makan?" suara Jasmin terdengar disela kunyahan-nya. Netra Jisung teralihkan, kemudian ia menggeleng dengan senyuman yang masih berada di sudut bibir nya. "Nggak, kalian makan dulu aja. Nanti kalo ada lebih, baru Abang makan."

Sepuluh menit berlalu dengan beberapa obrolan di antara ketiga insan tersebut, hingga Jasmin dan Jelita menyudahi acara makan-nya. Jisung bergerak merapihkan meja, dengan Jasmin yang mencuci piring sisa makan tadi.

"Bang, lauknya habis. Abang belum makan, kan? Gimana dong? Jasmin titip Bunda atau Ayah, ya?" tangan gadis itu bergerak mengambil lap untuk mengeringkan tangan-nya.

"Nggak usah, Jasmin. Biar nanti Abang aja yang nelfon Bunda, ya? Kamu siapin aja buku kamu, mau belajar kan?" Tangan pria itu mengelus surai adiknya perlahan, Jasmin tersenyum kemudian mulai membawa kakinya menuju ke kamar guna menyiapkan buku yang akan ia pelajari siang ini.

Pria bernama Jisung itu bergerak, mengambil ponsel yang ia letakkan di dalam kamarnya sedari tadi untuk menghubungi sang Bunda. Suara panggilan mulai terdengar, hingga menghasilkan sambutan dari seberang sana.

"Assalamualaikum, Bunda."

"Waalaikumsalam, ada apa Sung? Bunda lagi kerja ini." Suara wanita itu terdengar jengah, dan Jisung menyadari itu.

"Enggak, Bunda. Mau ngabarin kalo adek-adek udah pada makan siang, Bund." Suara Jisung masih terdengar lembut, dengan nafas yang masih teratur.

"Terus?"

"Bunda pulang jam berapa hari ini? Kalau nggak keberatan, Jisung boleh titip makanan, Bund?"

"Uang kamu kemana? Kenapa nggak beli makan sendiri, sih? Bukan-nya uang yang Bunda kasih buat jajan kamu tuh lebih dari cukup, ya?"

"Tadi uangnya Jisung pake buat bayar fotocopyan, Bund. Buat persiapan ujian nasional nanti."

"Alasan. Pasti uangnya kamu pake buat ngerokok, kan?" suara wanita diseberang sana terdengar jelas menunjukan amarah yang besar. Jisung menundukan kepala nya, kemudian menarik nafas panjang sebelum menjawab pertanyaan sang Bunda.

"Engga, Bunda. Jisung nggak merokok, kok."

"Oh, pasti itu uang buat kamu beliin barang-barang yang nggak ada guna nya, sama kayak kamu." Helaan nafas dari bibir pria itu terdengar samar, ia mengacak surainya pelan, kemudian tersenyum samar.

"Udahlah, nggak usah pake acara nitip makanan segala. Kamu makan aja itu nasi putih, pakein kecap atau garam sekalian." Kalimat Bunda hanya dibalas sebuah dehaman dari sang pria, tak lama suara pria itu kembali terdengar,

"Bunda udah makan? Mau Jisung gorengkan telur?" pertanyaan pria itu disambut oleh kekehan panjang dari sang Bunda.

"Kamu pikir saya mau makan, makanan dari kamu? Apalagi dibuat dari tangan kamu sendiri? Hahaha. Gak sudi."

"Udahlah kamu nggak usah nyaut terus kalo diomongin, nggak ada sopan santun-nya kamu jadi anak. Dasar ga guna." Suara wanita itu mulai terdengar jauh, seperti nya panggilan telfon itu akan segera berakhir. Jisung menunggu panggilan itu diputus oleh wanita diseberang sana, namun selang beberapa menit, suara wanita tersebut kembali terdengar.

"Saya gak mau tau, ya. Saya balik dari Kantor, adik kamu harus udah pada belajar semua. Kalo sampe nilai mereka jelek, liat aja. Habis kamu sama saya." Suara sambungan telfon tersebut terputus, menyisakan Jisung dengan pikiran-nya yang mulai kalut.

Pria itu membawa tubuhnya menuju ke meja belajarnya, guna mempersiapkan diri dan juga buku-buku yang akan ia pelajari bersama dengan adiknya. Fokus pria itu teralihkan, tatkala ponsel yang berada disaku celananya pun bergetar beberapa kali. Alis pria itu mengernyit, kemudian mengangkat panggilan tersebut-

"Halo, Sung. Dimana?" diseberang sana terdengar suara yang dibuka oleh Chenle-sang penelfon.

"Di rumah, Le. Ada apa?" Jisung mendudukan tubuhnya pada sudut tempat tidur, dengan netranya yang sibuk menelaah setiap sudut kamar tersebut.

"Lo udah makan belum?" pertanyaan pria itu hanya dibalas oleh dehaman oleh Jisung.

"Belum, kan? Nggak usah bohong deh." Suara Chenle terdengar nyaring ditelinga Jisung.

"Le ...." Jisung memanggil nama pria itu pelan, ini bukan kali pertama Jisung menerima telfon dari Chenle hanya untuk perihal urusan makan.

"Gua nggak ternak lele, Sung."

"Udah, gua tadi mesen makanan rada banyak, sekalian juga mesenin buat lo. Ini Abangnya udah dijalan ke rumah lo kok. Diterima sama dihabisin, ya?" pria diseberang sana tertawa kecil, kemudian Jisung menghela nafasnya panjang. Chenle itu terlalu sering bisa menebak keadaan rumah Jisung, bahkan hal sekecil apapun-Chenle bisa menyadari hal tersebut. Jisung bingung, ini anak masang cctv disetiap sudut rumah dia-atau jangan-jangan Chenle itu dukun?

"Lo tuh nanya, atau maksa gua buat nerima kiriman lo, sih? Nanya sendiri, terus jawab sendiri." Jisung tertawa kecil, lalu diseberang sana Chenle ikutan tertawa ringan, lagi.

"Udah, dimakan ya! Awas aja nggak dimakan. Itu ntar dibagi sama adik-adik lo, salam juga buat sih cantik Jasmin. Hehe."

"Kampret, ini jadi sekalian modus ke adek gua?"

"HAHAHAHAHAH. Iya, selain modus itu juga nggak gratis. Besok gantian, lo yang traktir gua di kantin. Okay?" Jisung selalu mengerti, jika Chenle adalah orang yang cukup memahami Jisung. Pria itu memahami jika Jisung adalah orang yang tidak akan suka untuk terlalu sering bergantung atau berhutang budi terhadap seseorang.

"Okay siap, makasih banyak ya, Le. Besok gua gantian traktir di sekolah." Panggilan tersebut terputus, kemudian disambut oleh suara bel yang menandakan jika kiriman Chenle pun sudah sampai.

"Anjay, cepet amat. Ini anak ngirimnya pake jet, apa ya?" Pria itu tertawa, membawa beberapa buku ditangannya kemudian berjalan menuju lantai bawah untuk membukakan pintu.


Zhong Chenle

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Zhong Chenle.

as

Chandra Leonard.


Untuk bagian pertama, gimana?

Bunda, aku gak suka dipukul.Where stories live. Discover now