Harusnya Sejak Awal.

9.5K 1.7K 231
                                    

Setelah menenangkan anak lelaki semata wayangnya, Theo memasuki kamar utama, kamar yang ia tempati bersama istrinya—Laras. Pria itu menarik nafasnya panjang, mengamati daksa yang bergetar hebat dikursi yang berada disudut kamar tersebut.

Hal ini sudah menjadi hal yang sering kali Theo pandangi apabila Laras memukul atau memaki Jisung dengan banyak hal gila. Theo membenci itu, sangat teramat benci. Namun ada beberapa hal dan juga alasan yang membuatnya coba memahami keadaan yang ada.

Langkah kaki pria itu membawanya untuk mendekati Laras, kakinya menekuk dan bersimpuh duduk dihadapan wanita yang hampir 20 tahun menemaninya ini. Tangan-nya menggenggam kedua tangan rapuh milik istrinya, mengelus lembut punggung tangan wanita itu sebagai upaya menenangkan. Dipandangnya jemari itu sekilas, pikirannya menerawang jauh.

Bagaimana bisa jemari yang rapuh namun cantik ini bisa menyakiti anak selembut Jisung?

Bagaimana mungkin jemari yang seharusnya mengelus surai anaknya itu dengan kasih sayang, harus menimbulkan semua isak pilu dari bibir sih kecil?

"Ras ..."

"Coba liat aku dulu." Suara lembut Theo membuat Laras membuka netra yang sedari tadi terpejam dengan air mata yang mengalir. Netra mereka bertemu, saling memandangi satu sama lain, dengan isak tangis Laras yang semakin memenuhi ruangan itu.

Laras paham, sangat teramat paham bahwa sebanyak apapun air mata itu mengalir sebagai tanda penyesalan yang sangat besar, hal seperti ini pasti akan terulang kembali. Dan Laras membenci rasa ini. Demi Tuhan.

"Mas ..." lirihan Laras terdengar parau, jemarinya menggengam erat jemari lelakinya itu. "Aku nyakitin Jisung lagi, Mas." Tangan itu gemetar hebat, beriringan dengan bibirnya yang ikut bergetar akibat menahan isak tangis.

"Ras, aku paham kalau kamu punya banyak trauma yang ngebuat kamu suka kalut. Tapi hal itu nggak membenarkan kalau hal yang dulu kamu dapatkan pas kamu bareng Tendra, harus kamu lampiasin semuanya ke Jisung, Ras." Di bawanya genggaman wanita itu menuju pipi tirus Theo, dengan netra yang tak terlepas barang sedetikpun.

"Ras, Jisung itu anak kita. Kalau kesalahanku dalam menerima Jisung dulu ngebuat kamu tertekan, kalau kesalahanku dulu ngebuat kamu harus hampir menggila ..." pria itu menjeda suaranya, memejamkan mata sejenak lalu kembali menantap netra wanitanya.

"Maafiin aku, Ras. Tolong hukum aku, tolong pukul aku. Jangan sakiti Jisung lebih jauh, Ras. Udah cukup Jisung dulu pernah hampir kamu bikin meninggal. Kamu mukul dan nginjak-injak tubuh Jisung. Bahkan hidungnya juga patah, Ras." Pikiran pria itu menerawang, mengingat kejadian ketika Jisung menginjak umur 5 tahun, dan ia harus dirawat di Rumah Sakit setelah dipukuli secara membabi buta oleh Laras.

"Ras, apa semua luka ditubuh Jisung, semua prestasi Jisung, dan semua hal yang udah kita lewatin selama ini nggak bikin luka kamu sedikit kering dan terobati?" suara tangisan Laras semakin memilukan, daksa itu bergetar hebat.

Laras juga wanita yang rapuh, trauma dimasa lalu akibat semua kekerasan yang mantan pacarnya lakukan membawa banyak hal memilukan dikehidupan Laras hingga sekarang. Ibu Theo yang sejak awal tidak menyukai Laras, bahkan ketika Laras sedang mengandung Jisung dulu. Ibu mertuanya itu menyuruh Laras untuk menggugurkan janin nya, bahkan setelah kelahiran Jisung pun adik dari Theo memerintah Laras untuk menitipkan Jisung ke Panti Asuhan akibat Theo yang sering tidak pulang, dulu. Bahkan dulu, Laras hampir mati akibat meminum cairan pembasmi serangga.

Dunia Laras cukup memilukan, wanita itu hampir gila dan jiwa nya pun hampir mati terbunuh dalam diam. Hingga pada akhirnya Theo kembali, memeluk Laras dan meminta maaf untuk banyak hal yang ia lakukan dan menyakiti Laras.

Theo berdiri, dibawa nya daksa rapuh wanita itu ke dalam dekapan-nya, dirapalkan-nya semua kata-kata permohonan dan juga kata maaf.

"Ras aku mohon jangan hukum Jisung, lagi. Tolong, Ras. Rasa nya menyakitkan kalo hati dan jiwa nya harus ikut mati sama kayak yang kita dulu rasain."

"Ras, jangan membunuh jiwa yang mencintai kamu seperti tiada jeda. Jangan ngebunuh dia dengan tangan yang dulu sangat merawat dia ketika kecil. Ayo Ras, Semesta menitipkan Jisung bukan untuk kita lukai."

"Berdamai ya, Ras?" pertanyaan nya singkat, juga di balas anggukan singkat oleh Laras.

"Mas, apa Allah masih mau ngampuni manusia jahat kayak aku? Apa aku juga masih layak Jisung panggil sebagai seorang Bunda?" lirih Laras pelan, air matanya masih mengalir. Namun jiwanya sedikit lebih tenang.

"Ras, Jisung itu anak yang hebat sedari awal. Allah bakalan ngampunin kita, sama halnya Jisung. Besok minta maaf ya, Ras? Jangan karena aku, tapi karena kamu adalah Laras yang sejak awal aku yakini sebagai Ibu yang baik untuk anak-anak kita."

"Mas, kenapa Jisung masih mau menyayangi aku? Kenapa, Mas?"

***

"Jisung, kira-kira kalau Bunda yang meninggal waktu melahirkan kamu. Bunda yakin kamu ga bakalan pernah menangis pilu kayak sekarang, Nak."

"Maafiin Bunda, Jagoan ..."

***

Hi!(♡˙︶˙♡)
Dua update untuk hari ini!♡♡

Gimana? Sampai sini, udah nemu alasan kenapa Bunda Jisung dibagian sebelumnya tiba-tiba ngajak Jisung keluar makan, udah jelaskan siapa pelaku nya? Dan untuk alasan kenapa Bunda-nya ngelakuin hal "kekerasan" ke Jisung pun, udah jelas, kan?


Bunda, aku gak suka dipukul.Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu