Inikah Saatnya?

9 1 0
                                    

Hingga suatu siang di tengah tidurku yang lelap, kurasakan nafasku yang teramat berat. Pandanganku yang kabur, dan tubuhku yang terasa lemas. Aku berfikir, apakah ini saatnya Tuhan? Seketika ibuku datang dan aku tak sadarkan diri dipangkuannya. Saat kubuka mata ini, ayah ibuku sedang memegang tanganku erat seolah tak akan melepaskannya. Mereka tertunduk lesu menyaksikan keadaanku yang lemas dan tak berdaya.

Melihatku yang tersadar kembali raut wajah mereka seketika bahagia tiada tara. Aku tak bisa membayangkan jika aku benar-benar pergi meninggalkan mereka. Betapa hancurnya hati mereka kehilanganku. Air mataku perlahan turun melewati pipi. Hari-hariku kembali kuhabiskan di rumah sakit yang penuh dengan tangisan setiap kali ada yang meninggal. Mungkin suatu hari giliran ayah ibuku yang akan menangisi kepergianku nanti. Ya, aku tak akan tau kapan waktunya akan tiba. Aku sudah siap dan pasrah meskipun sebenarnya aku tak mau membuat orang tuaku bersedih karena kehilangan.

Tak jauh berbeda saat aku dirumah. Siangku kuhabiskan untuk tidur. Hanya saat pemeriksaan saja aku terjaga di siang hari. malam hari kuhabiskan menemani malam meskipun hanya lewat jendela. Pasien tak diizinkan keluar pada malam hari, itulah aturannya. Hanya satu kesedihanku, aku tak dapat menyalakan kembang api di tempat ini. Terasa ada yang kurang dalam hidupku. Sahabatku sang malam tak terhias percikan kembang api yang indah. Tapi tak apa, masih ada ribuan bintang yang menghias muka pekatnya sehingga ia tidak selalu gelap gulita. 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 22, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

AKU MENTARIWhere stories live. Discover now