Prolog

7.8K 672 134
                                    

[Cerita ini dilindungi undang-undang akhirat. Jika melakukan plagiat, akan dicatat oleh malaikat]

"Mengenang kisahmu seperti belajar bagaimana melupakan masa lalu.
Ada banyak raga, ada banyak temu, ada banyak kepala, dan ada banyak sendu.
Tapi pertanyaannya, kenapa harus kamu yang aku rindu?"

***

Sorot mata bening yang memiliki pupil berwarna kecokelatan itu terus saja menatap langit senja yang masih memberinya nyawa untuk tetap kekeh pada pendirian. Raut wajahnya terlalu dipaksakan berseri-seri agar terlihat tegar, sementara hatinya sudah mulai rapuh oleh fakta yang harus ia hadapi. Perempuan dengan rambut hitam teruai ke bawah tampaknya begitu gengsi, tak mau mengakui bahwa hati dan cintanya tak dibutuhkan dari seorang laki-laki yang ada di hadapannya.

"Lo baik. Mungkin terlalu baik untuk gue. Tapi maaf gue nggak bisa jadi pacar lo, Nay," tegas laki-laki berkulit kuning langsat berambut cepak itu.

Inayah menarik napas panjang, kemudian diembuskannya dengan cepat. "Gue udah tebak jawaban, lo, Rif," jawabnya lancar seperti tidak terjadi apa-apa pada dirinya. "It's okay. Yang penting gue udah lega nyatain perasaan ini ke lo. Daripada gue nyesek harus memendam perasaan bertahun-tahun lamanya sendiri. Ya nggak?" Dia menyiku laki-laki yang duduk di sebelahnya.

Rifly tersenyum setelah beberapa saat menatap Inayah yang tak menunjukkan sikap sedih atau pun marah pada jawaban yang dilontarkannya tadi. "Kita kan udah sahabatan lama, Nay. Masa iyya kita pacaran? Kan nggak mungkin."

Keduanya tertawa. "Iya juga, sih. Aneh aja kan lihatnya. Dua orang sudah begitu lama sahabatan, eh tiba-tiba pacaran. Kayak nggak ada yang lain aja. Ha ha," kata Inayah yang masih tertawa.

Apa yang bisa Rifly lakukan selain ikut terhanyut dalam tawa yang Inayah ciptakan sore itu. Keduanya telah sepakat untuk memposisikan diri sebagai seorang sahabat, namun saat di antaranya berhasil mengutarakan perasaan, satunya lagi justru menganggapnya itu tidak akan mungkin terjadi. Apa dinamika persahabatan seperti ini? Ketika memiliki perasaan akan berujung pada penolakan.

Deru suara ombak yang menghantam tepi pantai dari atas tebing begitu terdengar jelas, keduanya terdiam setelah Inayah menyatakan perasaan yang telah dipendam tiga tahun lamanya semasa putih abu-abu. Diamnya mereka bukan karena adanya penolakan dari Rifly, tapi mereka terdiam karena hari ini adalah hari terakhir Rifly dan Inayah bersama beradu rasa dalam satu romansa putih abu-abu dalam ikatan persahabatan.

"Gimana perasaan lo sekarang?" tanya Rifly.

Inayah tersentak, jantungnya tiba-tiba berdebar kencang. Keduanya saling melempar tatapan hangat, sebentar lagi tatapan itu akan sirna seiring berjalannya waktu ke waktu. Jarak yang kemudian menjadi pembatas, perpisahan akan menjadikan mereka layaknya orang asing—sepertinya.

"Gu—gue ..," jawabnya terbata-bata. "Insya Allah, gue bakal baik-baik aja, kok." Inayah tersenyum lebar di hadapan Rifly.

Rifly menatap Inayah dalam, bertahun-tahun dirinya mengenal perempuan periang itu. Tapi sayangnya, ia belum bisa memahami apa yang Inayah inginkan. Apa yang ada di balik hatinya tak pernah Rifly tahu. Semuanya seperti penuh tanda tanya saat ini.

Kebersamaan antara Rifly dan Inayah habiskan dengan penuh canda tawa, pertengkaran yang kekanak-kanakan; semua itu akan mereka rindukan. Tanpa terkecuali.

"Satu pesan gue buat lo, Nay. Jangan pernah lo sia-siakan kesempatan yang Tuhan beri ke lo."

Lagi-lagi Inayah tersenyum, perempuan itu sangat menunjukkan sisi ketegarannya. Seharusnya sekarang Inayah memeluk dan melepaskan semua tangisnya di dalam dekapan Rifly, laki-laki yang selalu dia harapkan bisa melengkapi hari-harinya hingga akhir hayat.

"You know me, I always do my best, Rifly! Istanbul akan menyambutku dengan ramah."

"Lo bakal balik setiap tahun, kan?" Rifly kembali bertanya.

"Ya, tergantung. Ke mana hati ini akan membawa gue." Inayah kembali menatap pantai yang ada di hadapannya.

"Intinya, lo sering-sering berkabar. Bagaimana pun juga, lo di sana akan sendiri. Dan kalau butuh teman cerita, lo jangan sungkan hubungin gue."

"Iyaaa, Riflyyy. Lo kan paling suka gue repotin. Pastilah gue kabarin lo ... tapi kalau lagi butuhnya aja, sih. Ha ha ha," lanjutnya tertawa.

Rifly mengembuskan napas sambil sanyam senyum menatap desiran ombak yang semakin menghangatkan telinganya. "Gue pasti bakalan kangen, Nay. Nggak akan ada gue yang bakal ngomelin lo, tolongin lo, ngingetin dompet lo kalau kelupaan. Pokoknya, jaga diri lo baik-baik di sana."

Kemudian hening di antara keduanya tercipta. Mereka lebih menghabiskan waktu menatap langit omega dan juga menikmati ombak yang semakin sore semakin menarik perhatian mata dan telinga.

Inayah tak bisa lagi menahan tangis. Setitik air mata pun membasahi pipinya. Dia membiarkan tanpa diseka sama sekali.

"Gue bakalan ingat hari ini! Hari yang akan gue kenang selama lo dan gue terpisah jauh. Gue bakalan ingat pesan lo, dan gue nggak bakalan lupa dengan penolakan ini. Gue akan menjadi seseorang di Timur Tengah sana. Dan akan gue pastiin, gue nggak akan balik dengan tangan kosong, Rifly!" lirih Inayah dalam hatinya berusaha meyakinkan dan memantapkan diri dengan pilihan yang telah dia putuskan jauh sebelumnya.

Satu per satu air mata Inayah menetes cukup deras mengalir di atas pipinya. Tangisan Inayah tak bisa lagi terbendung. Tapi sayangnya, dia menutup tangisnya itu dari Rifly. Kepalanya tak pernah menoleh pada Rifly selama ia meneteskan air mata, dan hampir setiap detik ia menyekanya.

Sementara Rifly menyadari itu. Namun dia lebih memilih diam, dan membiarkan Inayah mengeluarkan semua rasa yang dipendamnya selama ini. Bagaimana pun juga Inayah adalah perempuan sendu. Sekalipun dia periang, tetap saja ada sisi rapuh ketika cintanya tak terbalaskan.

***

Bismillah ....
Gimana kabarnya kalian? Lama tak bersua di platform ini; dunia oranye mulai terasa asing bagi saya setelah sekian lama tidak melanjutkan beberapa tulisan saya dikarenakan kesibukan dunia nyata.

Sebelumnya saya mau mengucapkan syukron bagi kalian yang masih menunggu karya-karya di sini! Dan afwan, bagi kalian yang sudah lari dari beberapa work saya karena ceritanya kebanyakan ngegantung oleh karena authornya tidak lagi update part-part terbary—insya Allah, saya akan tamatkan semuanya di sini sebelum benar-benar mengirimkannya ke redaksi penerbit. Mohon doanya biar saya diberi kesehatan dan kelancaran untuk terus menghibur antum sekalian🙏🏻😇

Untuk itu, cerita ini hadir; honestly, ini karya kedua saya yang bergenre spiritual. Hope you like it! Ide ini sudah lama muncul tapi baru bisa saya update pada waktu ini setelah menuntaskan revisian novel Semusim di Bandung — work-nya kalian bisa baca di swp_writingproject masih hangat. Sebelum saya tarik untuk kebutuhan penerbitan.

Itu saja dulu. Enjoy yaaa. Saya masih mengatur ritme untuk bisa bercuap-cuap lagi dengan kalian seperti biasa😂🙏🏻

Happy reading ...
Salam rindu,

Wahyudi Pratama

Single Lillah [Single Karena Dia]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang