Menjadi Orang Tua

1.4K 120 2
                                    

“Kayaknya kamu hamil deh.”ucapan Haikal ini membuatku mendadak menghentikan gerakan tanganku melipat tissu. Setumpuk tissu yang dibentuk segitiga kecil untuk diletakkan di kardus dan dua ikat lainnya berukuran lebih panjang untuk diletakkan di meja makan. Kali ini ibu-ibu arisan RW yang memesan catering untuk acara selapanan. Total tamu yang hadir sekitar 150 orang, tidak terlalu banyak,  karena itu  aku memutuskan mengajak hanya dua anak jurusan boga. Selebihnya, beberapa pekerjaan sederhana, aku dan mbok Harini yang menyelesaikan. Termasuk tissu ini.

“Hamil?”tanyaku sambil melihat ke arah perutku. Aku bahkan tidak menyadari perubahan apapun, bagaimana Haikal bisa  mengungkapkan hal itu?,”Aku hamil?”ulangku.

Haikal mengangguk. Tangannya yang sedang menggenggam gelas air putih tampak memutar-mutar gelas itu beberapa kali. Airnya sedikit tumpah ke atas meja.

“Dari mana abang ambil kesimpulan begitu?”tanyaku heran. Aku bahkan sama sekali tidak merasakan gejala semacam nyidam atau sejenisnya yang biasanya dirasakan wanita hamil.

“Tanda-tanda tak pasti kehamilan. Semuanya muncul di kamu. Masak kamu gak nyadar sih?”tanyanya. Tanda-tanda tak pasti kehamilan. Aku ingat pernah membaca artikel semacam itu entah di mana atau kapan. Aku tidak mengira Haikal juga pernah membaca artikel  itu.

“Yang jelas ini sudah melewati siklus rutin menstruasimu kan?”selidiknya lagi. Aku masih tidak mengerti darimana Haikal tahu siklus haidku. Meski selama ini  kami tinggal serumah, rasanya agak tidak wajar seorang kakak laki-laki sampai hafal siklus menstruasi adiknya kan?

“Bukannya waktu awal Ramadhan dulu itu merupakan saat menstruasimu yang terakhir ya? Seingatku..selama kita menikah dan itu sudah satu setengah bulan aku selalu bisa..eum..mendapatkan hakku sebagai suami tanpa alasan mens ya?”ucapnya lagi. Kali ini wajahnya kulihat agak memerah. Aku jadi tersipu-sipu mendengarnya. Rasanya akhir-akhir ini kuantitas tersipuku jauh lebih banyak dibanding kuantitas 10 tahun terakhir sebelum menikah.

Awal Ramadhan. Benar juga, aku kok malah tidak memperhatikan itu ya. Kuakui selama ini aku bukan termasuk yang sampai rutin mencatat hari-hari khusus itu. Menstruasiku cenderung teratur dan rutin setiap bulan. Paling mundur atau maju sekitar 1-2 hari.

“Iya ya? Kok abang bisa nyadar sih? Tapi kok aku nggak ada rasa mual atau apa gitu ya?”heranku sambil kembali mengamati perutku. Rasanya memang belum ada yang berubah. Ukuran perutku cukup ramping sebelumnya dan saat inipun  belum kelihatan perubahan.

“Mengamati semua tanda tak pasti kehamilan. Termasuk ukuran bagian-bagian tubuhmu yang sekarang sudah bisa aku hafal.”celetuknya konyol. Aku kembali merona sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Kami baru duduk di ruang tengah, nggak enak banget kalau ada yang mendengar kata-katanya kan?

“Tenang aja. Cuma ada mbok Harini kan? Dia di belakang dan nggak bakalan dengar kata-kataku dari sini..he..he..”ujarnya lagi sambil cengar-cengir.”Atau kamu mau coba pastikan?”tanyanya lagi. Apa? Siang-siang begini?

“Abang ih..bawaannya  mesum aja.”sergahku.

“Eh..memangnya  tes urine pake test pack untuk cek kehamilan itu termasuk kategori mesum ya?”tanyanya. Aku langsung merona lagi. Bisa saja dia membuat kalimat yang begitu ambigu.

“Ah..bisa aja ngelesnya.”omelku di sela tertawanya.

“Serius nih..aku sudah belikan beberapa jenis test pack yang kata penjualnya cukup sensitive untuk pemakaian orang awam sekalipun. Nih.”ujarnya sambil menyodorkan plastik putih berlogo salah satu apotek yang sering dilewatinya saat pergi ke kantor. Serius, aku sekali lagi heran dengan kelakuannya. Aku jadi teringat saat berlibur ke Temanggung dulu. Salah satu yang mendorongku konsultasi pada psikolog tempo hari adalah terkait dengan kemungkinan keberadaan seorang anak dalam kandunganku. Pemikiran itu terlewat begitu saja karena aku hampir tidak merasakan gejala apapun.

“Ayo.”ajaknya ketika melihatku masih tetap terbengong. Dia mendorongku masuk ke kamar mandi sambil menjejalkan 3 jenis test packke dalam genggamanku.

 Apa yang diiklankan produsen  test pack ini benar-benar bisa dibuktikan. Tidak lebih dari 5 menit dari mulai saat aku menyiapkan urin dan memasukkan gagang berwarna putih itu hasilnya sudah mulai terlihat. Dadaku berdegup kencang ketika menunggu yang tidak begitu lama ini. Haikal juga sudah tidak sabar menunggu di luar pintu kamar mandi.

“Gimana sayang?”

 Aku sengaja tidak ingin menyaksikan peristiwa istimewa ini sendirian. Jika memang ditakdirkan hamil, ada yang berbagi kebahagiaan denganku. Kalau tidak, ada bahu tempat aku mengadukan kecewa. Aku langsung membuka pintu dan mengijinkannya bersama-sama denganku melihat hasilnya. Dua menit yang terasa seperti selamanya.

“Selamat! Anda menjadi ibu!”ujar Haikal antusias ketika aku belum lagi yakin dengan hasilnya. Dia memelukku erat hingga aku merasakan sensasi sesak nafas entah karena pelukan atau justru karena ketegangan menunggu hasil tadi. Positive. Benar-benar positive.  Tiga test packdengan hasil yang sama.

Kami menjadi sepasang orang tua sebentar lagi. !!

“”””\

TBC

REDEFINISI 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang