Kuburan Cinta Lian

1.3K 146 12
                                    

“Siapa namanya?”tanya Haikal serak. Aduh…masak dia tak juga mengerti sih. Ini kan tebakan yang sangat gampang. Mestinya dia sadar siapa yang aku maksudkan.

“Namanya Haikal.”jawabku pendek.

“Haikal?”

“Ya. Haikal.”jawabku mantap.   

            Dia menggeleng seolah tak percaya.

“Setahuku hanya ada 3 nama Haikal di kelasku tapi tidak ada yang main basket kecuali Haikal Mumtaz Dewantara.”ujarnya masih dengan suara yang serak. Tangannya mengelus pelan lenganku menuju ke atas. Aku merinding geli.  

            “Ya..iya..yang itu…”sahutku sambil meneguk ludah. Kenapa ludah terasa begitu sulit ditelan sih? “Haikal yang itu.”ujarku akhirnya setelah bisa bernafas lagi. Pelan-pelan aku menjauh dari kungkungan lengannya.

            Haikal melepaskan pelukannya. Dia melihat ke arahku dengan pandangan bertanya. Aku mulai tersenyum lagi. Rasanya menyenangkan sekali membuatnya kebingungan seperti itu. Tapi masak sih, dia benar-benar kebingungan? Jangan-jangan dia cuma pura-pura bingung. Dia kan memang jagonya ngerjain.

            “Kamu bilang sudah mengubur habis-habisan perasaan itu?”tanyanya tidak terima. Olala..

            “Iya. Aku sudah mengubur habis-habisan perasaan itu setelah aku tahu bahwa dia, Haikal yang itu, begitu pengecut. Dia bahkan tega menyakiti hatiku dengan menyebutku..eumh..jalang, mesum, atau semacam itu lah..”kataku santai. Haikal memucat. Dia pasti ingat ketika aku begitu marah pada peristiwa dengan Pandu di ballroom Inna Garuda.

            “Tapi kan kamu bilang udah memaafkan aku. Kita udah saling memaafkan saat ..ee..di Cilacap..”sergahnya. Sekilas semua kenangan mengenai Cilacap kembali terlintas. Aku baru sadar bahwa perjalanan Jakarta Cilacap dan Cilacap Yogya bukan perjalanan sederhana bagi seorang Haikal. Perjalanan untuk meminta maaf padaku. Padahal aku tahu bahwa tiket pesawat pulang pergi dari Yogya Jakarta dan Jakarta Yogya itu sudah dibayar penuh dari kantornya. Itu aku dengar saat tidak sengaja mereka mengobrolkan hal itu. 

Aku belum pernah sempat bertanya mengenai siapa yang mendorong dia melakukan itu karena itu bukan kebiasaannya sama sekali. Haikal pasti tidak akan sukarela melakukan perjalanan itu jika tidak ada satu alasan besar. Tidak, sebelum aku tahu bahwa ternyata dia memang menyimpan rasa kepadaku. Lalu, aku juga ingat  saat itu aku mulai bisa berdamai dengan hatiku.

            “Aku memang sudah memaafkan. Sekaligus melepaskan dengan sukarela kenyataan bahwa aku ternyata begitu tolol. Kalau saja aku tidak pernah jatuh cinta setengah mati, aku pasti tidak akan sesakit itu. Buat apa dipelihara kalau memang hanya menimbulkan rasa sakit. Aku pikir keputusan terbaik adalah berusaha mengubur perasaan itu. Melepasnya dengan ikhlas karena sadar bahwa aku tidak akan mungkin pernah punya kesempatan untuk mengungkapkannya. Aku sendiri juga terlalu pengecut untuk mengakui perasaanku.”terangku lebih panjang lebar.

            “Tapi..aku kan... lalu melamarmu.?”desak Haikal.

            Aku mengangguk.

            “Ya...”dia langsung memotong kalimatku.

“Harusnya jangan dikubur..”ucapannya tercetus berbarengan dengan ucapanku.

 “..dan aku juga ternyata tidak terlalu berhasil melupakan perasaanku kok. Jadi aku mengubur dalam-dalam perasaanku pada Haikal Mumtaz Dewantara yang pengecut lalu aku baru saja belajar memupuk perasaanku pada Haikal Mumtaz Dewantara yang begitu gagah berani melamarku bahkan pada ayah kandungnya. Geli tahu. Aneh banget rasanya dilamar abang sendiri,  tapi itu  membuat aku begitu bangga pada HMD yang baru.”ucapku lagi. Kata-kataku membuat Haikal mengerenyit tapi saat ini wajahnya sudah tidak lagi sekelam beberapa saat tadi. Dia terdengar menghela nafas. Nafas lega?

Dia mengacak rambutku setelah beberapa saat kemudian. Sadar  bahwa orang yang telah membuatku jatuh cinta adalah orang yang sama dengan orang yang sekarang menikahiku. Sekolam  rasa puas dan tenteram mengguyur hatiku.

            “Dua hari ini acara ke mana aja?”suara  Haikal memutus kenangan akan kejadian beberapa malam yang lalu. Dia  duduk di sampingku sambil mengibaskan rambutnya. Rambut basahnya menciprati lenganku. Aku beranjak ke almari mencari handuk bersih.  

            “Cuma ke kantor mama aja. Nggak ke mana-mana. Ada anak-anak praktik dari SMK jurusan boga. Masuk bareng dari dua sekolah yang berbeda. Jumlah seluruhnya 11 anak. Aku terpaksa mencarikan mereka kegiatan tambahan karena kebetulan petugas catering baru keluar semua.”jawabku. Kuulurkan handuk kecil untuk mengeringkan rambutnya yang masih terus menetes. Aku curiga jangan-jangan dia memang belum sempat menghanduki rambutnya.

            “Jadi janji ketemu Bu Ira nggak?”tanyanya menyebut psikologku. Pertemuan dengan bu Ira kemarin lebih mirip ngobrol. Kami bertemu di café Daun Mas. Kebetulan beliau sedang ada tugas kantor dekat-dekat sana.

            “Jadi. Ngobrol-ngobrol aja.”jawabku sambil terpikir untuk menceritakan teori baruku. Tapi, aku belum yakin mana di antara dua hal itu yang memang dominan. Munculnya sikap cuekku atau justru perasaan puas ngerjain Haikal yang membuatku tidak lagi cemas ketika ngobrol bersama seluruh keluarga. Bu Ira bilang, kecemasan semacam itu bisa juga hilang dengan sendirinya seiring waktu. Pembiasaan.  

            “Tahu nggak..dua hari ini aku bener-bener kangen lho..”ujarnya sambil mengusap pelan punggungku. Hampir tersedak mendengar kalimatnya.

“Gombal...”

“Serius...aku kepikiran terus sama kamu.”

Hhm..aku mulai deg-degan mendengar rayuannya. Aku tersipu-sipu. Apakah waktu dua hari benar-benar membuat dia begitu kangen? Begitukah aku baginya saat ini?

“Keinget terus sama kamu, kuatir kalau-kalau kamu nggak bisa tidur gara-gara mikirin aku.”lanjutnya yang membuat aku langsung cemberut. “ha..ha..ha..”lanjutnya tergelak sendiri mendengar leluconnya.

Tuh kan? Kecurigaanku benar-benar terbukti. Buru-buru aku hendak melarikan diri karena malu tapi Haikal tidak membiarkanku. Dia memegang erat pinggulku.

“Serius. Aku bener-bener serius kangen sama kamu..”bisiknya pelan di telinga. Kali ini tidak disambung tertawa lagi. Dia serius dan aku percaya. Aku meleleh seperti es krim mendengarnya. So Sweet.  

TBC

REDEFINISI 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang