Empat

1.4K 167 12
                                    

Mereka berpisah, Anggita pulang kerumah setelah bersikeras tidak ingin diantar Devian. Sudah cukup dengan pria itu, Anggita berharap mereka tidak akan bertemu lagi. Sungguh, dia benar-benar mempermalukan diri sendiri dipertemuan pertama mereka setelah pria itu lulus.

Membuka pintu rumahnya, Anggita melempar tasnya sebegitu saja ke atas sofa. Langkah buru-buru seorang wanita paru baya terdengar mendekat.

"Kamu dari mana saja?" membuka kelopak matanya, Anggita menoleh. Menatap seorang wanita yang menatap khawatir. Senyum kecil gadis itu muncul. Matanya berusaha memberi kode seolah tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

"Rumah teman, kurasa." Anggita menggaruk pipinya, bingung harus menjawab apa.

"Kamu baik-baik saja. Apa kalian bertengkar? Kenapa pernikahannya mendadak dibatalkan? Hm?" Lavena, Ibu Anggita duduk disamping putrinya yang tampak tidak dalam kondisi baik tersebut. Dia tentu tahu ada perbedaan dalam diri Anggita, nada suara gadis itu saja menunjukan kalau dirinya tidak baik-baik saja.

"Tidak ada perkelahian semacam itu bu. Dia hanya menjadi pria jahat untukku demi menjadi pria baik untuk orang lain." Anggita memejamkan matanya, rasa sakit itu datang lagi. Naufal mengorbankan hatinya untuk hati wanita lain, ah ini tidak adil! Kenapa harus seberat dan sesakit ini. 

"Ibu sudah membelikan coklat dikamarmu. Itu baik untuk memperbaiki perasaan. Jangan berlarut-larut sayang, ibu tahu ini berat tapi ini bukan akhir ok." Lavena mengusap rambut putrinya. Sakit hati memang bukan perkara mudah, dia tentu tahu hal itu. Dan ini tugasnya sebagai seorang ibu untuk mengawasi putrinya yang sedang patah hati.

Dan tentu saja Anggita sadar sepenuhnya ini bukan akhir, dia tidak segila itu untuk berpikir ini akhir dari segalanya, dan melakukan hal-hal bodoh seperti banyak wanita diluar sana.

Jika dia mengakhiri semuanya sekarang, dia adalah wanita paling tidak rasional didunia. Naufal mendapatkan seorang wanita dan akan belajar mencintainya atau mungkin sudah mencintainya. Namun ayahnya tidak akan mendapat wanita lain yang akan dia jaga seperti menjaga sang Ibu.

Dan Anggita akan melewatkan bagian untuk terlihat bahagia dan move on sepenuhnya dari sosok tersebut.

"Aku akan bersiap pergi kerja bu." Bangkit wanita berambut coklat itu berjalan menuju kamarnya, ini bukan akhir segalanya, meski rasanya sangat untuk pergi bekerja, tapi Anggita tidak bisa terus menerus berlarut-larut dalam rasa sakitnya sepanjang hari.

Dia wanita dewasa!

Mejadi seorang designer disebuah perusahaan berskala internasional bukanlah hal yang bisa didapatkan banyak orang. Dan wanita itu berhasil menarik minat pemilik perusahaan untuk memproduksi karya-karyanya.

Lunacy adalah perusahaan produksi pakaian dengan lima designer terbaik, dan Anggita termasuk didalamnya, tas, baju, sepatu dengan merek Lunacy - Anggita series sudah di distribusi kan hampir ke seluruh kota dinegara juga di ekspor keluar negri.

Dan akan sangat bodoh kalau jika Anggita mengorbankan itu semua hanya karena sakit hatinya terhadap pria itu -catat, menyebut namanya membuat perasaan Anggita campur aduk.

Jadi dia mandi dan bersiap-siap, merias wajahnya kemudian siap berangkat.

Perusahaan tempatnya pekerja tidak begitu jauh. Setidaknya Anggita memerlukan waktu kurang lebih 15 menit untuk sampai disana menggunakan taksi.

Dia punya mobil, tapi karena perasaan buruk dan pikiran yang terlalu sering terlempar kesana kemari, Anggita rasa bukan pilihan bagus untuk berkendara sendiri hari ini.

Gedung perusahaan lima belas lantai terpampang dihadapinya, menarik nafas Anggita keluar setelah membayar sejumlah uang sesuai dengan yang tertera.

Melangkah masuk. Anggita menetralkan ekspresinya, memamerkan wajah patah hati atau bermasalah bukan gayanya, urusan pribadi adalah miliknya sendiri, dan menunjukan hal itu untuk empati bukanlah dirinya.

Suara hentakan high heels nya terdengar, beberapa orang menyapa yang dibalas Anggita dengan anggukan dengan senyum sopan. Masuk kedalam lift menekan tombol nomor 11, Ruang kerja miliknya juga timnya tentu saja.

Anggita tidak bekerja sendirian tentu saja, dia memiliki tim untuk membantunya menyelesaikan rancangan pertama.

"Hy, Princess kau datang sedikit siang hari ini." itu Cameron, salah satu Timnya  Dia sedikit girly jadi bukan hal mengherankan jika dia mengedip manja atau berbicara dengan nada yang khas.

"Aku sedikit mendapatkan kendala, Cammy. Yang penting aku disini sekarang." Anggita masuk kedalam ruang disignnya, ruang khususnya tempat mendesign semua karyanya.

Ruangan bercat coklat dengan beberapa hiasan bertemu coklat mendominasi ruangan tersebut. Anggita memang menyukai ornamen-ornamen dengan tema kayu-kayuan berwarna coklat.

"Kau tidak apa-apa Anggita?" Gadis lain muncul dibalik pintu, Sera anggota Timnya juga, gadis dengan kacamata kotak itu adalah si ahli jahit yang mengurus sebagian besar proses menjahit untuk model pertama yang ia design.

"Ya aku tidak apa-apa." Anggita tersenyum, Sera adalah salah satu orang favoritnya di perusahaan ini, dia polos meski sedikit lamban dalam merespon topik tertentu, dan jangan lupakan hubungan imutnya dengan sang kakak.

Anggita tidak bisa berhenti tersenyum saat mengingat kejadian saat pertama Sera bekerja, saat itu sore dan sudah waktunya pulang. Seorang pria dewasa tampan datang menjemput gadis itu, dan hampir sepanjang waktu memelototi Cameron yang berbicara akrab dengan sera.

Beberapa hari setelah itu, Cammy mereka tersayang malah terang-terangan mendekati si pria tampan yang memelototinya ganas setiap menjemput Sera.

Pria malang itu kini tidak berani datang keatas jika bukan Sera yang memaksa, dan lebih memilih duduk dan menunggu gadis itu didalam mobil.

Cammy membuka pintu lebih lebar dan masuk kedalam ruangan Anggita dengan senyum lebar dan mata berbinar.

Oh, Anggita tahu itu artinya apa, jika bukan gosip panas hari ini itu artinya dia berhasil menjaili Arena si wanita tomboy divisi keuangan yang hampir selalu sewot dengan semua tingkah feminim Cameron.

"Apa?" Anggita bertanya menatap wajah sahabatnya tersebut.

Ya, bekerja bersama selama dua tahun cukup untuk membangun persahabatan diantara mereka bertiga.

"Akan ada pesta malam ini. Merayakan kerja sama kita dengan perusahaan Ailesh, kau tahu perusahaan apa itu? Itu adalah perusahaan yang menguasai banyak sekali sektor bisnis. Dan Oh God! Mereka menyetujui tawaran kerja sama untuk memasukan produk kita kedalam butik-butik terkenalnya."

Mata Anggita terbuka lebar, ini berita baik! Oh, kau harus bekerja ekstra Anggita, kantungmu akan tebal.

"Dan yang lebih menyenangkan lagi di pesta nanti malam." Cammy menatap Anggita dan Sera dengan senyum yang berusaha dia tahan.

"Akan ada Devian Alvaro, CEO dari semua si perusahaan besar yang hot dan ramah. Demi Tuhan wajah rumahnya itu membuatku mimisan setiap menatapnya di majalah."

Sial untukmu Anggita.

She Is AnggitaWhere stories live. Discover now