none

10 2 0
                                    



Aku bukan motivator, aku bukan pakar cinta, aku juga bukan orang multimedia, aku juga bukan kameraman, pun juga bukan seorang movie maker. Atau dengan kata lain;

"Aku adalah aku sampai aku selesai meniru orang lain."

Yap, begitulah. Kali ini aku sedang menjadi diriku sendiri. Itu adalah kalimat dari seorang pesimis bodoh beberapa tahun lalu. Ya, itu aku. Jujur aku benar-benar tidak merasa memiliki kepribadian yang utuh sebelumnya, aku hanya meniru orang lain dan mengatakan inilah aku. Bersikap sok hebat seolah dirikulah yang paling.

Sebagian besar orang tau ayahku adalah seorang Tuna Rungu dan Tuna Wicara, tidak bisa mendengar dan tidak bisa berbicara, bahkan ia hanya lulusan SD dan hanya bisa membaca huruf kapital. Well, begitulah. Aku sudah sering mengatakan kepada orang terdekatku,

"Tapi ya, dengan aku yang terbiasa untuk berusaha lebih dalam memahami pesan ayahku dalam berbicara, aku jadi merasa lebih mudah memahami maksud lawan bicara lain selain ayahku."

Benar kata orang kalau kita terbiasa dengan sesuatu yang sulit, kita akan merasa lebih mudah saat bertemu sesuatu yang terbilang cukup sulit. Karena sebagian orang mengatakan memahami maksud tersirat dari pembicaraan orang lain itu sulit, tapi bagiku itu malah sesuatu yang biasa kutemukan. Justru malah kadang menjadi momok yang menakutkan, kenapa? Karena ketika aku merasa tahu apa maksud lawan bicara yang sebenarnya aku menjadi benar-benar khawatir tentang menjadi tahu. Karena aku merasa aku tahu dan aku bertanggung jawab atas kepengetahuanku.

Benar juga kata orang tidak semua hal baik itu baik, dan tidak semua hal buruk itu buruk. Itulah yang menjadi titik balik dari kisahku, seperti tadi ayahku yang tuna rungu ternyata malah membawa anaknya ini kepada keahlian yang menguntungkan dalam bersosial. Dan seperti hal baik dari diriku yang bisa mengetahui pesan tersirat yang terkadang membawaku kejurang tanggung jawab.

Jujur saja aku pernah berharap untuk tidak tahu apa-apa. Kenapa demikian, karena aku saat itu mendengar seorang tokoh, berbicara;

"Kurasa ketidaktahuan bukan hal buruk, lebih banyak kau tahu, lebih banyak masalahmu."

I fell like, ouh. Shit. Dia bicara seolah dia tahu semua ceritaku. Kumohon, jadilah temanku, haha. Tapi, faktanya, tidaklah semudah perkiraanku. Aku tidak bisa benar-benar merasa tidak peduli terhadap suatu hal. Kenyataan malah membawaku untuk mendengar setiap cerita, menolong setiap susah, dan menjahit setiap luka. Ahh begitu ikut campurnya aku kepada setiap hal. Tapi memang begitulah kenyataannya, bahkan aku sempat dijuluki oleh seseorang sebagai Tuan Tempat Sampah. Aku ingat betul seseorang memanggilku dengan sebutan itu, "baiklah, Tuan Tempat Sampah", dan aku juga ingat betul dia memanggilku begitu dengan maksud mengejekku, well hola, i said. Tapi ya tidak masalah karena memang itulah aku.

Tak jarang hal ini membuatku terjebak dan tak terkendali. Pernah merasa ingin menolong dan benar-benar ingin menolong sampai membuat yang ditolong sekiranya tidak membutuhkan lagi pertolongan? Itu dia. Perasaan seperti itu yang tak jarang membawaku. Mungkin penyebabnya satu. Sensitif. Mungkin ini penyebabnya.

Tapi aku tidak pernah mengeluh dengan menjadi sensitif. Sensitif menjadi sebuah anugrah yang aku punya yang tidak dimiliki laki-laki lain. Karena menyenangkan. Menyenangkan. Memang menyenangkan.

Well, kembali ke menjadi diri sendiri, kapan aku mulai merasa aku harus menjadi diri sendiri? Saat aku mendengar seorang Raditya Dika, penulis besar, berkata;

"Buat gue, menjadi diri sendiri yang hebat itu emang butuh banyak orang untuk ditiru, sehingga lu bisa mencampurkan semuanya, mengkombinasikannya, dan berakhir dengan mengasilkan pribadi yang baru. Dan itu elu."

Kalimat yang cukup untuk membuat orang yang ahli meniru ini tersenyum. Saat itu terasa seperti ada yang pecah, seperti telur atau busa yang pecah dan itu terasa nikmat. Ahh, ternyata memang begitu. Aku pernah mengatakan kepada seseorang;

"Palsu atau bukan, itu masih bagian dari dirimu."

Seolah mengerti aku berkata begitu, padahal aku juga masih belum percaya diri untuk bilang kalau aku yang sekarang ya aku. Tapi ya begitulah, kebodohanku.

books?Where stories live. Discover now