Delapan belas

12.4K 2.5K 356
                                    

Saat orang-orang sedang sibuk sarapan pagi di ruang makan keluarga Rodriguez beberapa jam kemudian, kehadiran Adjani membuat mereka semua terperangah. Siapa sangka, gadis cacat berwajah nyaris hancur itu muncul dengan penampilan jauh lebih baik hanya dalam waktu beberapa jam. Adik Edymar, Lorenzo, yang terpaut satu tahun lebih muda dari sang kakak bahkan nyaris menyuap sup kentalnya ke ujung hidung saking terpesonanya. Tidak hanya dia, beberapa anggota keluarga yang lain, termasuk juga Dean, memandangi gadis itu dengan tatapan takjub yang jelas tidak dibuat-buat.

Untuk pertama kali setelah mendapat perlakuan tidak baik, tatapan lembut yang dialamatkan Dean kepadanya ketika hendak menarik kursi membuat pipi Adjani merona. Semburat merah jambu itu amat kentara terlihat hingga ketika Aire yang ternyata duduk di sebelah gadis itu berusaha tersenyum getir.

Adjani salah tingkah karena Dean memandanginya.

"Makan." Aire berbisik lembut, berusaha memecah perhatian gadis itu hanya agar Adjani tidak fokus pada Dean yang masih memandanginya. Pria berambut warna jagung itu tampak sedang memikirkan sesuatu kala ia sadar, putra mahkota kini nyaris tidak pernah mengalihkan perhatian selain pada Adjani sejak pertemuan mereka dua malam lalu.

Jika benar dugaannya tepat, maka  hal yang sedikit rumit tentu  akan mengancam keberadaaan Mandy dari hati pria tampan berusia pertengahan dua puluh itu. Lagipula apa yang telah mereka semua lakukan hingga gadis buruk rupa itu jadi berubah amat drastis? Dean sadar bahwa sejak menemukan Adjani terluka dan tidak sadarkan diri, Aire berubah amat banyak. Dari bibirnya berkali-kali terucap nama keluarga Rodriguez yang memiliki putri, pemegang satu berlian, Edymar Rodriguez, tabib yang lumayan terkenal walau usianya masih muda.

Kini setelah si buruk rupa itu mulai pulih, Dean nyaris tidak bisa mengalihkan tatapan. Ada sesuatu pada gadis itu yang membuat matanya seakan terkunci dan ia tidak bisa mengalihkan perhatian.

Saat mata mereka sempat beradu, dia berusaha meyakinkan bahwa semua yang dilihatnya adalah halusinasi. Hanya saja, semakin ia tenggelam dalam pusaran iris mata misterius itu, Dean menjadi tidak yakin dengan dirinya sendiri.

"Aku sudah selesai, sarapannya nikmat luar biasa. Anda sungguh hebat Senorita Rodriguez, terima kasih.

Sadar bahwa Dean tiba-tiba menghentikan makan tidak lama setelah ia datang membuat Adjani merasa amat tidak enak. Sendok berisi bubur yang baru saja dipegang hanya dipandangi saja olehnya karena tenggorokan gadis itu terasa amat ngilu. Ia bahkan menunduk, berusaha agar tidak ada yang menyadari bahwa matanya terasa amat panas dan keinginan untuk mencegah kristal-kristal bening itu mengalir terasa nyata.

Dean benar-benar membencinya, tidak peduli bahwa keadaannya sudah jauh lebih baik, lukanya mulai pulih dan dia tidak jadi seburuk sebelumnya.

Dean benar-benar membencinya, tidak peduli bahwa keadaannya sudah jauh lebih baik, lukanya mulai pulih dan dia tidak jadi seburuk sebelumnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Benarkah? Anda makan begitu cepat Tuan Serrano?

"Kau serius mau pergi?" Suara Aire membuat Dean yang masih mengangguk dan memuji masakan nyonya rumah menoleh ke arahnya. Pria itu sempat melirik Adjani yang tertunduk dan masih memegang sendok kayu berisi cairan kental yang bahkan belum sempat masuk mulut. Ini terlalu aneh dan terlalu mendadak hingga wajar saja gadis dekil itu menyangka bahwa Dean tidak suka.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 06, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

A Zero DestinyWhere stories live. Discover now