Lima belas

17.6K 3.4K 660
                                    

Pria asing bertopi sombrero itu terus menyeringai memamerkan deretan gigi emas miliknya saat dari bibir hitam bertutupkan kumis itu tercetus kata-kata paling mengerikan di telinga Adjani selagi ia menarik napas sambil terus berusaha melarikan diri. Shield yang sudah berhasil keluar dari air, tanpa ragu menyerbu ke arah mata pria itu saat dua detik kemudian, tubuh mungilnya terhempas ke arah jam tujuh, sejauh sepuluh kaki dengan mudah.

Begitu mudah, karena Adjani sempat melihat gumpalan angin berwarna gelap dari jemari-jemari yang kukunya amat panjang dan berwarna kehitaman. Ia nyaris bergidik mengingat kondisi yang sama pernah dialaminya beberapa hari yang lalu. Tapi kini, membebaskan diri dari satu tangan besar yang mencengkeram tulang lehernya saja terasa amat sulit. Hanya bola matanya saja yang berputar-putar mencari jejak ferret kesayangannya sementara tangan dan kaki Adjani menggelepar bagai ikan yang lepas dari air.

Bahkan ia tahu, jantungnya terasa panas karena kehabisan udara.

Lima detik dari kematian

Lima detik dari kematian.

Lima detik dari kematian.

Otaknya terus menerus meneriakkan kalimat yang sama, saat untuk kali kedua, Shield terpelanting dan kini telah membentur pohon pinus besar di belakang mereka. Air mata gadis itu luruh karena tidak mampu melakukan apapun saat bisik serta tawa penuh kepuasan dari pria asing itu menggema, "Kukira aku bermimpi, ternyata tidak. Siapa sangka, Lima Berlian menampakkan diri." Kuku-kuku tajam dari jemari kirinya yang bebas menyusuri pipi Adjani yang mulai pulih. Bola matanya yang masih memutih memandangi wajah pria itu dalam kengerian. Dengan kalut gadis kurus itu melirik ferretnya yang mulai bangkit dengan tertatih-tatih, namun kembali jatuh setelah jentikan malas dari lawan mereka dengan mudah merobohkannya.

"Terlihat lemah dan mudah untuk dikalahkan..."

Dia terkekeh, "Aku tidak percaya keberuntungan kali ini, sepuluh ribu keping emas, dan aku akan kaya hingga tua."

Adjani menggeleng. Kedua tangannya masih bergerak tak tentu arah saat didengarnya kalimat lain dari bibir pria itu, "Lima Berlian yang hidup berharga amat mahal. Baumu luar biasa menarik banyak pemburu. Aku harus membuatmu mati, agar tidak kerepotan nantinya."

Gerakan Adjani makin kuat dan ia terlihat amat panik. Tidak ada satupun kalimat yang bisa keluar dari bibirnya karena cengkraman dan tekanan di leher oleh pria itu semakin keras dan ia tahu, beberapa tulangnya siap patah. Satu-satunya suara yang berhasil ia keluarkan adalah deguk mengerikan diantara air mata tanda putus asa, sementara cicitan lemah dari Shield adalah bukti, mereka tidak bisa melakukan apa-apa lagi.

"Jika Lima Berlian dalam bahaya, Lima detik dari kematian, maka kau boleh lepaskan segelku, Nona."

Ia selalu teringat pesan Shield beberapa tahun yang lalu. Siksaan Tuan Baron dan Jannaero, meskipun menyakitkan, tidak pernah membuatnya hampir mati seperti ini.

"Sayang sekali, padahal kalau kau bukan Lima Berlian, aku mau saja menjadikanmu istri." Suara kekehan terdengar lagi dan Adjani yang panik tanpa sadar menemukan segenggam tanah yang ia dapatkan karena gerakan mencengkram tanah dari tadi. Saat pemburu mengerikan itu mulai mendekatkan bibirnya ke arah leher Adjani, seolah hendak menjilatnya, gadis itu tanpa ragu melemparkan tanah dalam genggamannya ke arah mata pria itu dan sedetik kemudian teriakan menggema, ia terlepas dari cekik kejam karena pria itu memilih membersihkan matanya.

A Zero DestinyWhere stories live. Discover now