18. Malam Puncak Event

7.8K 937 22
                                    

Coba lo tatap gue baik-baik. Apa ada sesuatu dalam diri gue yang lo lihat, yang familiar di mata lo?

• • •

Kedatangan Naya dan Nael, sungguh membuat seisi ruangan gaduh dengan bisikan-bisikan. Pastilah mereka membicarakan penampilan Naya yang benar-benar mengubah gadis kacamata itu 180 derajat. Terbukti dari tatapan-tatapan menggoda milik kaum Adam, yang hanya tertuju padanya.

Tetapi tetap saja, Nael tidak suka dengan tatapan mereka yang ditujukan untuk Naya. Lantas dengan sengaja Nael mengeratkan rangkulannya di bahu Naya, selama berjalan melewati mereka. Agar orang-orang itu tahu, Naya seutuhnya adalah miliknya.

"Ini nih yang gue nggak suka kalau lo tampil terlalu cantik," sungut Nael pada Naya.

Dengan kedua ujung alis tertaut, Naya bertanya, "Kenapa?"

"Gue jadi banyak saingannya. Pake nanya, lagi." Cowok itu menjawab jutek.

"Hei, El, Nay," tegur Nata yang berdiri di dekat meja minuman.

"Nay, kita ke sana aja, ya," putus Nael tiba-tiba, mengajak Naya berbalik, ketika ia melihat Nata melambaikan tangan ke arahnya.

"El, tunggu!" Selepas menaruh gelasnya, Nata mengejar, dan langsung menghalangi Nael. "Lo nggak bisa menghindari gue lagi. Kita perlu bicara!"

🌺

"Lo mau bicara apa?" tanya Nael seraya memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celananya.

"Soal Naya." Kali ini Nata pun tidak butuh basa-basi lagi. "Gue kasih tau ke lo, kalau lo pacarin Naya cuma buat cari tahu tentang masalalu lo, gue minta lo putusin dia secepatnya."

"Apa urusannya sama lo? Emang lo siapanya Naya?"

"Gue emang bukan siapa-siapanya. Tapi abangnya minta gue untuk jagain dia, agar dia nggak deket-deket sama orang yang nantinya cuma bisa nyakitin hati adiknya."

Mendengar itu, Nael justru tersenyum miring. "Kenapa lo selalu melarang gue buat deket sama dia? Apa karena lo udah tau tentang semuanya, hah?!" Hampir-hampir tangan Nael tergoda untuk menarik kerah kemeja Nata, namun segera mungkin ia mengendalikan dirinya. Ini bukan momen yang tepat, pikirnya.

"Mau gue tau atau pun nggak tentang semuanya, intinya gue melakukan ini demi yang terbaik. Gue nggak mau suatu saat sakit kepala lo kambuh, dan justru membahayakan diri lo sendiri. Gue juga nggak mau nantinya Naya cuma menjadi korban rasa penasaran lo yang nggak berdasar itu. Puas?!" Setelah menandas, Nata pergi tanpa ingin melanjutkan perdebatan.

"Gue tau, lo pasti tau tentang Renaya. Tapi lo sembunyiin itu semua dari gue," gumam Nael, menatap tegas punggung Nata yang semakin menjauh dengan seringaian.

🌺

Nael membukakan pintu mobil untuk Naya, tak lama gadis itu turun.

"Makasih, ya, Kak," ucap Naya seraya tersenyum sambil mengusap tengkuknya. Naya memang tidak pernah bisa menghilangkan kebiasaannya yang satu itu tiap kali ia merasa canggung.

Nael membalas senyum Naya yang baginya sangat lucu, sebelum gadis itu berbalik. Tidak tahu apa alasannya, Nael suka sekali melihat Naya tersenyum. Apalagi kalau saat sedang canggung atau malu-malu. Makin gemas rasanya.

Baru saja Naya hendak mengambil langkah, tiba-tiba Nael menahan lengannya hingga Naya berbalik lagi menghadapnya sempurna.

"Ada apa, Kak?" Gadis itu bertanya.

Kedua tangan Nael mengunci pergerakan kedua bahu Naya. Membuat Naya tidak bisa melakukan apa-apa lagi selain diam di depannya. Bukan hanya tangan, Naya juga merasa sepasang mata cokelat cowok itu juga seakan mungunci tatapannya, sehingga ia tidak bisa melihat ke mana-mana lagi selain membalas tatapannya.

"Coba lo tatap gue baik-baik. Apa ada sesuatu dalam diri gue yang lo lihat, yang familiar di mata lo?" tanya Nael.

Naya menelan salivanya susah payah. Berusaha mencari sesuatu yang dikatakan oleh Nael.

Tiga puluh detik berlalu.

Satu menit terlewatkan.

Sampai sekitar tiga menit, Naya malah menjadi kehilangan fokus, lantaran mata cokelat terang milik Nael menatapnya begitu lekat. Membuat Naya lupa apa yang semestinya ia lakukan. Berbeda dengan Naya, Nael malah terkecoh akan bibir mungil dengan balutan liptint merah muda milik gadis yang ditatapnya itu. Nael memerhatikan dengan penuh minat, terlebih ketika Naya menggigiti bibir bawahnya.

"Kak―"

Ucapan Naya terputus lantaran seketika Nael meraih salah satu tangannya. Lalu menempelkan bagian punggung tangan itu dengan bibir Naya sendiri. Setelahnya dengan cepat bibir Nael mengecup bagian telapak tangan yang sama, cukup lama. Saat itu juga tubuh Naya terasa seperti baru saja tersengat aliran listrik dengan tegangan tinggi, yang dalam sedetik mampu melemahkannya. Jantungnya berdegup kencang, seolah nyaris keluar dari dalam kurungan tulang rusuknya. Kalau tidak terhalang oleh tangannya mungkin bibirnya dengan bibir cowok itu sudah menempel sekarang.

Beberapa saat berselang, barulah Nael melepaskannya. Sedangkan Naya segera menurunkan tangannya. Tanpa sadar kalau pipinya sekarang sudah semerah kulit bayi baru lahir.

"Maaf." Setelah sekian menit mereka berdua saling canggung, akhirnya Nael membuka suara lebih dulu. "Tadi gue―"

"Naya."

Pekikan seseorang kontan saja membuat Naya dan Nael terinterupsi, dan langsung refleks menoleh ke sumber suara. Di sana mereka mendapati Mario yang sedang meminggirkan motornya, sepulang dari kedai.

"Ayah," panggil Naya.

Mario berjalan mendekat. "Kalian dari mana emangnya?" tanyanya selagi Naya dan Nael menyalami tangannya.

"Ehm, dari acara sekolah, Yah," balas Naya.

"Iya, Om," Nael menambahkan.

"Oalah, ya sudah. Nak Nael mari masuk dulu," tawar Mario.

Nael menggeleng. "Nggak, Om. Makasih banyak, tapi ini udah malam. Saya pamit pulang aja."

"Iya, ya?" Sejenak Mario menengok arloji silver yang dipakainya. "Hati-hati di jalan, Nak."

"Iya, Om. Saya permisi," tutur Nael dengan sedikit membungkukan badannya.

Selepas Nael bersama mobil sport hitam mengilatnya berlalu, Mario dan Naya masuk ke dalam rumah mereka.

Tanpa ada satu pun yang menyadari, bahwa masih ada seseorang yang tersisa di sana. Hanya bisa membungkam, berdiri tergugu di pijakannya. Nata.

🌺

Setibanya Nata di depan rumahnya, tak sengaja pandangannya jatuh pada dua orang yang sangat ia kenali, di seberang sana. Jujur saja Nata sangat lelah karena sama seperti Naya dan Nael, ia juga baru kembali dari pesta malam puncak yang diadakan di sekolahnya. Tapi apa boleh buat? Jika sudah menyangkut Naya, rasanya enggan bagi Nata untuk melewatkannya barang sekali pun. Hingga akhirnya ia mengurungkan niatnya untuk langsung masuk ke dalam untuk beristirahat. Karena rasa penasarannya dengan apa yang ingin Nael dan Naya lakukan berdiri saling berhadapan dengan jarak yang cukup dekat itu, lebih besar ketimbang rasa lelahnya.

Nata menunggu.

Sampai tiba-tiba, dalam satu waktu Nata merasa seperti seluruh organ tubuhnya luruh dalam satu hentakan yang bersamaan dengan luruhnya tetesan air yang membendung cepat di ujung matanya.

Nata menutup pintu kamarnya dengan pandangan kosong, karena pikirannya selalu saja menerawang jauh kejadian yang baru saja berhasil menghancurkan sepotong hatinya sehancur-hancurnya. Berhasil mengacaukan perasaannya sekacau-kacaunya. Seketika Nata menyesali dirinya sendiri yang entah mengapa malah memutuskan untuk bertindak bodoh seperti ini. Padahal seharusnya ia tahu, bukan, kalau kelanjutan dari apa yang ada di depan sana pasti akan semenyakitkan ini bagi dirinya. Tetapi kenapa ia masih saja menuruti rasa penasaran itu?

===

To be continue...

a/n: gimana sama part ini? jangan lupa vote dan komentar yaaa

Lost MemoriesWhere stories live. Discover now