3. Gadis yang Sama(?)

19.7K 1.7K 32
                                    

Walau hanya nama panggilannya saja yang sama, tidak tahu kenapa Nael selalu memiliki kemungkinan kalau gadis itu adalah seseorang yang sekarang menghilang dari ingatannya.

———

"Baik, berhubung ini hari terakhir kita, jadi sebelum pulang, saya mohon kerjasama kalian untuk membersihkan aula dan lapangan, ya," ucap Rangga tanpa menghilangkan ketegasan dan wibawanya sebagai Ketua OSIS yang terkenal paling garang dibanding angkatan-angkatan sebelumnya. "Saya akan membagi dua kelompok. Untuk barisan satu sampai lima, kalian membersihkan aula. Dan untuk barisan enam sampai sepuluh, kalian bisa ikut Alina dan Nata ke lapangan. Sapu dan yang lainnya sudah tersedia di sana juga."

Naya menghela napas panjang-panjang ketika menyadari dirinya berada di barisan delapan. Dan itu artinya ia harus mengikuti Nata. Naya mengambil sapu lidi. Menyapu lapangan yang terdapat daun-daun kering dan sampah-sampah kecil semacam sampah permen, dan potongan pita yang Naya pastikan itu milik peserta MOS yang sudah tak terpakai lagi.

"Nay, coba itu sampah-sampah yang di sekitaran tanaman lo ambilin juga. Masukin ke karung," Nata menggeleng sambil berdecak. "Haduh, pada buang sampahnya sembarangan, nih."

"Gue lagi nyapu, nih. Mata lo buta?"

"Tinggalin aja dulu. Ntar biar gue yang nyapu. Sama kakak kelas harus nurut." Nata tersenyum menahan tawa ketika melihat Naya akhirnya menuruti perintahnya. Menyandarkan sapu lidinya. "Tuh, karungnya di sana. Yang bersih. Pokoknya gue nggak mau liat ada satu sampah pun."

Naya mengambil satu karung di antara beberapa lipatan karung yang tersedia. Kemudian mulai mengumpulkan sampah-sampah yang berada di sekitaran pot tanaman yang panjang-panjang.

"Eh, iya, sampah yang di karung itu aja belum dibuang. Coba Nay tolong buangin." Seperti sengaja ingin memancing emosi Naya, belum ada lima menit gadis itu melakukan tugas yang diperintahkannya, Nata sudah memerintah tugas yang lain.

"Iya, ntar. Ini tanggung. Satu pot aja belum."

"Udah itu ntar gue minta yang lain. Lo buangin dulu sampah di karung-karung itu ke belakang. Di sana ada penampungan sampah."

"Iya ntar. Kata orang dulu, pamali kalau kerja setengah-setengah. Ntar dapet suaminya brewokan."

"Ntar gue cukur brewok gue kalau gue jadi suami lo."

"Idih! Kayaknya gue nggak bilang suami gue itu elo, deh."

"Becanda kali. Siapa juga yang mau jadi suami lo?! Bocah songong!" tandas Nata tidak mau kalah. "Udah sana cepetan buangin dulu. Ntar karungnya bawa balik lagi. Jangan dibuang."

Dengan rasa kesal yang menusuk ulu hati, Naya menaruh karung yang belum lama dia ambil tadi, kemudian mengambil karung yang sudah terisi sampah-sampah kering.

"Nah, gitu dong. Nurut apa kata kakak kelas."

"Lo mending diem, deh, Nat. Beruntung lo, hari ini gue lagi nggak mood debat panjang."

"Nat-Nat, panggil gue Kak emang susah banget mulut lo?!"

"Susah! Kenapa? Mau maksa? Nggak bisa!" omel Naya, kemudian membawa karung seperti perintah Nata tadi dengan hentakan keras pada langkah pertamanya.

🌺

Renaya Mahira

Entah ini sudah yang ke berapa kalinya Nael mengetikkan nama lengkap itu pada kolom pencarian google. Lagi-lagi harapannya masih sama. Dapat menemukan apapun yang bisa dijadikan alat untuk mengingatkannya tentang siapa gadis itu dalam hidupnya sebelum ia mengalami kecelakaan dan koma selama sekitar satu tahun. Tetapi, hasil pencariannya pun masih tetap sama dengan yang kemarin-kemarin. Ada banyak orang yang memiliki nama itu di akun sosial media mana pun. Tidak tahu karena namanya yang pasaran, atau memang nama yang bagus sehingga dipakai banyak orang.

Lost MemoriesTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon