Part 12 : Same Name Same Attitude

1.4K 42 6
                                    

Setelah mendengar jawabannya kemarin, aku merasa seakan-akan Kevin memancingku untuk mencari tahu jawaban atas rahasia yang disimpannya. Kenapa semua begitu rumit? Bukan, yang benar, kenapa dia membuatnya rumit, padahal dia bisa langsung kan cerita? Apa dia tidak menganggapku sebagai sahabatnya? Too bad, aku sudah menganggap dia sebagai salah satu bestfriendku.

Aku memilih untuk diam setelah tahu dia menyimpan rahasia. Padahal sebenarnya aku penasaran berat. Aku menunggu Kevin untuk mengajakku berbicara, tapi sepertinya dia berperilaku sama sepertiku. Well, bisa kalian tebak. Perjalanan ini sangat membosankan.

Sesampainya di rumah, aku langsung berlari dan masuk ke dalam kamarku. Aku tidak peduli Kevin mau memnaggilku atau apapun, aku tidak peduli. Siapa yang cari masalah duluan coba? Dia! Aku mencoba mengalihkan perhatianku dengan menata buku yang akan di bawa besok sekolah. Aku lupa betapa lamanya liburan ini sampai-sampai aku tidak menyadari bahwa besok adalah hari pertamaku sekolah kembali. Berita buruknya, aku bertemu KM sialan itu.

KM! Betapa buruknya dia sebagai lelaki. Membuatku mabuk dan ikut-ikutan pesta liar seperti itu. Untung ada Kevin. Hah, tapi saat ini Kevin juga tidak bisa diandalkan.

Aku membanting diriku ke atas ranjang, menutupi kepalaku dengan bantal dan berteriak keras. Hidup ini semakin rumit dan aku tidak tahan lagi! 4 hari lagi Daddy akan pulang dan Kevin akan kembali ke tempatnya. Aku sangat menantikan hari itu.

***

Setelah bersiap-siap, aku membawa tasku dan berjalan menuruni tangga. Terdengar suara di dapur dan aku tahu siapa di sana. Ya, siapa lagi kalau bukan Kevin, yang ngaku-ngaku tidak bisa memasak padahal dia dulu telah membuatkanku makanan korea. Sungguh kebohongan yang memalukan.

Aku berjalan menuju dapur dan ternyata dapur sangat bersih. Dengan seriusnya dia menata makanan di atas piring. Sejenak aku melupakan rasa marahku kepadanya. Dia terlihat sangat ganteng bila serius. Dengan mengenakan kaos putih polos membuat lekuk-lekuk ototnya semakin terlihat jelas di balik baju. God! Kenapa selalu saja ada perasaan aneh bila berada di dekatnya? Haruskah aku mengaku kalau aku suka dengannya?

Please, Fani. Don't be so dramatic. Gengsi la yoooo.....

"Sudah puas mengamatiku dengan wajah seperti itu?" godanya sambil tersenyum jahil. Aku terbangun dari lamunanku dan kembali menatapnya dingin. Hal ini tidak akan berubah sebelum dia bercerita kepadaku apa yang terjadi sesungguhnya.

Aku berjalan meninggalkan dapur menuju pintu ruang tamu. Kevin menarik tanganku.

"Apa yang sebenarnya terjadi sih, Fan?"

Aku menoleh menghadapnya. "Masih berani tanya 'apa yang sebenarnya terjadi? Sekali-sekali jangan jadi orang bodoh bisa nggak sih?"

"Ya, ya. Sorry, aku bertidak bodoh, tapi please, kamu nggak bisa gitu aja marah karena itu."

"Oh ya? Kenapa?"

"Karena semua itu ada waktunya, Fan!" bentaknya frustasi.

"Loh kok teriak-teriak segala?" tanyaku kaget.

"Ya habis kamu susah kalo dibilangin, sekali aja kamu percaya sama aku," mohonnya. Kenapa dia terlihat lemah begini?

"Kamu tuh sebenarnya kenapa sih, Vin? Dari kemarin kamu itu aneh. Gerak-gerik kamu itu nggak wajar. Dan aku mau jujur sama kamu. Gara-gara kemarin kamu bilang itu rahasia, itu seakan-akan kamu mancing aku buat cari tahu and... and now, you don't allow me to know about that!" bentakku jengkel. Really, I'm not in the mood. "Sebaiknya aku berangkat sekolah dulu."

"Kamu nggak sarapan dulu?"

Aku menggeleng dan meninggalkan rumah. Too much nerve which is can not be handled. Memang sebaiknya aku menjaga jarak dulu saja darinya. Seriously, I have no clue about those damn secrets! Aku berjalan dengan kesal menuju station terdekat.

When Everything Goes Right (COMPLETED)Where stories live. Discover now