5. Laper? Ya, Cari Makan!!

279 51 15
                                    


Perkenalkan namaku Alvin, umur enam tahun, kelas satu Sekolah Daster-eh!-Dasar. Aku anak ketiga dari lima bersaudara. Anak tengahlah ceritanya.

Anak tengah? Apa itu anak tengah? Anak yang suka buang-buang napas? *plak* itu engah ... Anak yang suka gambar peta? *buagh!* itu denah ... Anak yang bakal masuk surga? Ituu jannahhh... (garing oi!!)

Orang bilang anak tengah itu, anak yang terlupakan. Saat anak sulung di perhatian, karena di design menjadi anak yang paling di andalkan. Dan anak bungsu akan selalu jadi anak manis yang selalu dimanja. Lalu anak tengah? Anak tengah hanya jadi ... ya penengah ... di ambil seperlunya saja.

Untungnya itu tidak terjadi di keluargaku. Aku bersyukur mempunyai keluarga yang baik terhadapku. Awalnya memang bermasalah, tapi itu sudah berlalu. Sekarang kami benar-benar menjadi saudara yang saling menjaga.

"Horree ... yeyy!!" Aku bersepeda menggonceng adik kembarku yang bernama Nevan. Kami sedang bermain di lapang tempat kami tinggal. Nessya sedang pergi bersama Papah.

Sementara itu Kak Andrea bermain bersama anak-anak yang kami kenal tempo hari. Meski kak Andrea sering menghina mereka, tapi mereka terlihat akrab. Lalu kak Andre ... ada di rumah Eyang Umi, kemarin dia tinggal kesana lagi.

"Dasar kampungan. Bukan gitu cara mainnya!" kak Andrea merebut telepon pintarnya, "Gini nih, cara mainnya."

"Oh, begitu ... ya maklum biasanya kita juga main pasir yang di kasih pewarna." ujar bang Same.

"Ih, itukan mainan anak cewek."

"Kok kamu tau sih, kamu permah main yah?" tanyanya, menggunakan bahasa kamu-aku semenjak hari itu.

"Gak, aku nonton di youtube?"

"Yutup itu apa?"

"Engkong lu!"

"Itu buyut"

"Bukan itu tempat kita makan!"

"muyut!"

"Apaan ... itu tempat udel kita berada!"

"Peyut!!"

Kruttt

Perutku berbunyi. Aku pun menghampiri kakak perempuanku. Dan menurunkan Nevan dari sepeda.

"Kak, laper ..."

"Pulang sana!"

"Bagi duit kak?!"

Kak Andrea berdiri, "Memangnya aku punya duit??"

Aku menujuk uang yang tak sengaja mengitip di balik saku bajunya.

"Hah, baiklah..." dia menyerahkan uang sepuluh ribuan, "jangan jauh-jauh, disana ada warung. Bawa Nevan. Jangan pake sepeda, jalan kaki." jelasnya.

"Yah pake sepeda lah."

"Enggak, nanti kamu jatuh. Kakak gak tau!" ujarnya, "udah pergi sana!"

"Iya iya." aku memarkirkan sepeda roda empatku di bawah pohon mangga. "Nevan kiss bye sama kakak!"

"Umuachhh." Nevan benar-benar memberikan ciuman jarak jauh.

Kak Andrea memutar matanya, "Jangan mengajari anak laki-laki hal-hal yang manis."

"Huhh"

***bun-tu***

Sesampainya di warung ...

"Bang, pesen nasi goreng!"

"Gak ada dek, abang jualnya bakso!"

"Yaudah deh, satenya tujuh tusuk ajah."

"Gak jual dek."

"Huh, gini ajah soto ayamnya seporsi banyakin kecapnya."

"Udah abang bilang, gak ada dek ... Abang cuma jual bakso." jelasnya.

"Ck, tapi aku dan Adikku ... ingin makan burger."

Si abang membuang napas, "Enggak ada dek ... Abang hanya menyediakan baksoooooo!"

"Ih, abang niat jualan gak sih. Semua gak ada?!"

"Eh?!"

Aku menggandeng tangan adikku, "Hah, kita makan bakso ditempat lain saja."

"WT*!!"
.
.
.
.
.
.
.
Krik krik krik

Balada Keluarga SanjayHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin