5 - It's Never Easy

705 47 0
                                    

Aku membuka mataku perlahan. Mendapati ruangan yang paling kubenci. Rumah sakit. "Cara.." aku mendengar mama menangis disebelahku. Papa mengelus rambutku."Kami pikir kami sudah kehilangan dirimu, Cara. Kau koma selama 3 hari" ujarnya. Dan aku bisa melihat bayangan hitam disekitar mata kedua orang yang paling kucintai dibumi ini. 

Mama mencium pipiku lalu bertanya setelah ia cukup tenang, "Kau tidak merasa sakit kan, sayang?" aku memandang mama dan mengangguk sambil tersenyum. Waktuku sudah lewat 18 hari, dan di hari ke-19 ini, yang bisa kulakukan hanya menyakiti hati mereka.  

Sorenya, Oliver dan Shailene dating menjengukku. Aku tidak mau memandang wajah Olivier dan kurasa dia tahu, sehingga dia izin keluar bersama orang tuaku, menyisakan aku dan Shailene. 

"Caraa, lo kenapa lagi, sweety?" ujarnya dengan wajah sedih yang kutahu itu tulus sambil memegangi tanganku. "I'm fine, Sha. I'm really fine" balasku sambil tersenyum. Shailene cemberut lalu berkata, "penampilan lo coba lo liat. Udah kaya mayat hidup. Kurus, kantong mata gede, pucat. Apanya yang baik-baik aja." Aku tertawa mendengar ocehannya. Setidaknya aku bersyukur punya sahabat sebaik Shailene. 

"Gue udah baikan kok, Sha. Lusa juga udah masuk paling" ujarku meyakinkan sahabatku ini. Shailene tersenyum lalu pandangannya berubah iseng. "Apa?" tanyaku bingung. Dia nyengir lalu berkata, "lo udah mulai deket ya sama cem-ceman satu sekolah? Cieee, Cara. Ngakunya sebel, gak taunya demen.." "Shailene!" seruku lalu mencubit lengannya pelan. "Ouch. Malu malu nih temen sejiwa dan seraga gue" ujarnya. "Geli lo!" seruku. Shailene menatapku serius, dan berkata, "tapi gak papa tau kalo lo sama cem-ceman cewek satu sekolah itu. Kalian berdua cocok. Dan gue rasa dai suka sama lo. " "Sok tau lo", balasku. Dai belum tau aja siapa Olivier sebenarnya, dan apa tujuan Olivieer deketin aku. 

"Iya tau, Car. Buktinya ya, selama 3 hari lo dirawat, dia selalu mint ague nemenin dia kesini. Terus muka dia tuh stress sendiri pas lo masuk ICU. Dan..." "Dan?" tanyaku penasaran. Buat apa Olivier stress? Kan dia yang bakal nyabut nyawaku. Masa dia takut ada malaikat lain yang rebut job dia? "Dan pas lo 2 hari lalu di ICU, itu pertama kali gue liat cowok yang udah kaya malaikat gitu kegantengannya, nangis" ujar Shailene yang membuatku kaget setengah mati. "Nangis?!" seruku. Shailene mengangguk tegas. "Emang sih dia Cuma netesin satu dau tetes air mata dari mata gelapnya itu. Tapi itu tetep diitung nangis kan?" ujar Shailene. Olivier bisa nangis? Karena aku? 

Olivier pun masuk kekamarku dan berkata, "aku udah izin ke orang tua kamu buat jagain kamu supaya mereka tetep bisa nyelesain pekerjaan mereka di Singapore, Cara" "Mereka mau?" tanyaku yang agak terkejut. "Mereka udah pesan tiket", jawab Olivier. Orang tuak Cara pun masuk dan bergantian memeluk Cara erat-erat. "Jaga putriku baik-baik, anak muda. Kami akan pergi kurang lebih sebullan. Pastikan dai baik-baik saja" ujar papa sambil merangkul Olivier. "Mama tinggal ya sayang. Kalo Olivier macam-macam, langsung hubungi mama atau Shailene." 

Hebat juga Olivier, pikrku sambil menatapnya yang dibalas dengan kedua alis yang terangkat tanpa ekspresi apapun. Sialan. Dia baca. Pikirku sambil buang muka. Setelah berpamitan, papa dan mamapun pergi. Shailene pun pamit pulang kepadaku, sebelum keluar, ia memelukku. Tinggallah aku dan cowok ini. 

"Tanyakan saja", ujar Olivier. Aku memandangnya. Ia berkata, "kenapa aku menangis pas kamu di ICU" aku terdiam. Aku memang sangat ingin menanyakan itu. Tapi ada hal yang membuatku tidak ingin mengetahui jawabannya. Akhirnya, "kurasa kau sendiri tidak tahu jawabannya", jawabku. Olivier memandangku dalam-dalam membuatku salah tingkah. 

"Kau benar", ujarnya. "Aku pun tidak tahu kenapa aku menangis", lanjt Olivier. "Tapi aku tahu kenapa kau tidak tahu alasan kau menangis, Olivier" ujarku. "Apa?" tanyanya. Kau bukan manusia, pikirku.

Demon's Side 1 - Losing him was blueWhere stories live. Discover now