Penjelasan

579 49 2
                                    

Apdet nih~ Selamat membaca. Maaf kalau jelek atau garing atau.... Ya sudah. Baca aja.

Hampir 2 menit dihabiskan percuma karena aku bengong. Mamat terdiam, masih menunggu responku. Alis kananku bergerak naik menatapnya bingung.

“Apa, Mat? Ulang lagi dong! Tadi enggak kedengeran, ada motor vespa lewat!” ucapku sambil menunjuk ke arah jalan raya. Mamat tergolek pasrah di atas meja. Dia menundukkan wajahnya di atas kedua lengannya. Aku menyengir bego ke arahnya. Mamat membangkitkan wajahnya lagi meskipun muka seriusnya sudah hilang.

“Gue yang bikin lo sama Friza ketemuan!”

“HAH!”

“Budeg banget sih lu!”

Aku mengerjap-ngerjapkan mataku tidak percaya ke arah Mamat. “Bukannya enggak denger, Mat! Gue kaget! Plis ya, gue kaget!” Mendengar nama Friza, badanku terlonjak kaget tapi aku tidak mengerti maksudnya. Bukannya aku dan Friza udah ketemu lebih dulu saat dia nabrak aku di Mas Kuncoro Taylor? Terus kenapa Mamat mengaku tentang hal yang enggak penting kayak gini sih?

Melihat aku yang hanya bingung tapi tidak terkejut, membuat Mamat pasrah. Mungkin dia sadar kalau aku itu lemot banget kayak intel pentium.

“Nih, ya. Gue pernah kan undang lo dateng ke pensi sekolah gue?” tanya Mamat seperti menjawab pertanyaan di otakku barusan. Otakku mengingat-ingat sebentar lalu menggeleng cepat.

“Bukan, ah! Cewek-cewek aneh sekolah lo yang undang gue, Mat.”

Mamat menggeleng pelan. “Sebetulnya itu gue. Gue yang nyuruh mereka undang lo, Nit.” ujarnya lagi. Aku terdiam. Oh, pantesan aja waktu pesta ulang tahun Fika cewek-cewek mak lampir itu ada di sana! Ternyata karena mereka pengikutnya Mamat toh! Tapi kenapa Mamat harus repot undang aku lewat cewek-cewek mak lampir itu?

Dan Mamat kembali menjawab pertanyaan di otakku. “Kalau gue yang ajak lo, lo pasti curiga sama gue dan akan menghancurkan strategi gue buat nembak Fika! Makanya gue kasih dua tiket itu biar lo ajak Chika dateng ke sekolah gue dan enggak ganggu rencana gue, hehehe..”

What! Lo nyusahin gue buat memuluskan rencana lo sendiri?! Dasar onta Arab!” seruku kesal. Tanganku sudah bersiap-siap ingin menjambak rambutnya tapi dia cepat banget menghindar.

“Eits.. Tapi kalau lo enggak gue undang ke sekolah gue, mana mungkin lo bisa ketemu Friza kan?” Matanya mengerling jahat ke arahku. Iya, aku melihat kerlingan matanya itu seperti aura jahat berkeliaran. Jariku menunjuk tepat ke wajahnya.

“Enggak yee.. Kan gue sama Friza udah ketemu duluan sebelum pensi itu!”

Mamat terdiam. Dia berpikir sejenak.

“Kapan? Kok gue enggak tau?” Wah! Seorang wartawan infotainment kayak Mamat tidak tau tentang hal ini!

“Hem... Gue enggak inget persisnya sih tapi itu sebelum anak-anak sekolah lo dateng ke sekolah gue. Dia nabrak gue di depan toko jahit Mas Kuncoro itu.” jawabku sambil mengingat-ingat.

Mamat mengangguk-angguk mengerti dan melirik ke meja sebelah. Tiba-tiba Mamat tersenyum simpul menatapku. Badanku merinding ngeri melihatnya. Kayaknya... Dia memikirkan sesuatu yang buruk nih.

“Tapi setelah lo dateng ke pensi gue, akhirnya lo kecantol juga kan sama murid dari sekolah gue? Lo udah enggak benci juga kan sama sekolah gue? Haha..”

Aku tersenyum tipis. Iya juga sih, di benakku sekarang murid Flechixs tidak se-jahat dulu. Apalagi kalau ingat sahabat lama di depanku ini merupakan salah satu penghuni Flechixs. Terus ada Reza, tiga perempuan jadi-jadian (yang aku kira jahat ternyata enggak), dan Friza..

CRASHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang