Why do I feel Galau?

607 42 2
                                    

APDET NIIIH APDET wkwkwk Udah liat belom covernya ganti? Jelek banget yak hahahaha bodo ah. Selamat membaca~

Suasana hening cukup lama. Aku masih terdiam menatap Friza yang tak bergeming. Di kepalaku mulai banyak terkaan maut kalau Friza marah, Friza kesal, atau Friza benci sama aku karena ulahku tadi. Tapi ekspresinya yang diam begini membuatku bingung dan kehabisan ide untuk meminta maaf.

Aku membangkitkan badanku dan melihat di belakang Friza sudah ada Renata yang menatapku penuh tanya. Aku mengembuskan napasku, tidak berani menatap Friza sambil berjalan melewatinya.

“Maaf.” Akhirnya kata-kata itu keluar saat aku tepat berada di sebelahnya. Dengan cepat, Friza menangkap tanganku yang terkulai lemas ini. Dalam hati aku ingin menoleh tapi aku enggak mau. Pasti muka dia nyeremin banget.

“Mau kemana? Gue kan mau bicara sama lo.” Friza tidak melepas genggamannya membuat aku berusaha lepas darinya tapi tidak bisa. Aku justru merasa genggamannya semakin menguat.. Haduh, semoga aku punya keberanian untuk menghadapi manusia semprul ini, do’a ku dalam hati.

“Iye. Lo mau ngomong apa? Yang cepet yak. Gue mau bobo siang.” ucapku sambil menatap wajahnya. Ternyata dia tidak terlihat kesal, malah dia terlihat cemas. Entah cemas karena aku mau pergi dari dia atau dia cemas karena... aku dengar percakapan dia tadi sama Renata? Hiih! Kok dia malah kayak gini sih sama aku? Kan jadi enggak tega mau jahatin dia hiks.. Tanpa sadar aku terlarut dalam tatapannya itu.

“Cepetan mau ngomong apa, ih!” kataku sedikit membentak ke wajahnya. Nah, sekarang ekspresinya Friza balik lagi ke asal. Ngeselin! Dia tersenyum –senyum sendiri, sepertinya dia punya ide jahat di dalam otaknya.

“Ayo, kita pulang bareng. Haha!” Dia beralih menggamit tanganku sekarang lalu menariknya. Kakiku yang terseok-seok ini membuat langkahnya menjadi sedikit lambat. Aku berusaha melepas gamitan tangannya dengan memukul-mukul tangannya tapi tak berhasil. Mama... Nita mau dibawa kabur sama cowok jahat!

“Lo serasi banget deh sama Friza, hehehe..” Tanpa dosa, Renata berjalan melewatiku sambil terkekeh pelan. Dia menyerukan kata-kata itu sambil mengedipkan salah satu matanya ke arah Friza. Friza tersenyum lebar sambil mengangkat jempolnya.

“Ya! Do’ain langgeng ya!”

“Pletak!” Tanganku langsung menghajar cepat ke kepalanya. Friza bersungut-sungut mengusap kepalanya yang kena jitak tadi. Dia menoleh ke arahku dengan tatapan seramnya. Lagian bukannya nolongin malah ngeledek!

“Sakit!” serunya kesal. Aku merengut sambil menunjuk ke arah perginya Renata.

“Lo tadi ngomong apa sama dia, hah? Hhhhh..” Aku menjambak rambutnya yang dipotong spike itu. Dia menahan sakit sambil meringis kesakitan. “Aduh! Sakit! Sakit! Ampun!”

Setelah beberapa saat baru aku melepas jambakan tadi. Aku tertawa puas melihat wajahnya sedikit menahan sakit dan tangannya merapihkan rambutnya.

“Kalau lo bukan cewek udah gue balas, Nit!” Dia masih meringis kesakitan memegang rambutnya yang tadi aku jambak itu. Aku mendelik lebar ke arahnya tapi melihat tangannya tidak lagi mengaitku, aku langsung berkuda-kuda ingin kabur dari dia dan...

“Jangan mikir buat kabur ya. Jalan masih pincang gitu masih berusaha buat kabur,” serunya mengingatkan. Argh! Aku menjengut rambutku frustasi. Iya nih! Kakiku kapan sembuhnya sih? Dalam hati aku mencak-mencak pengen lari tapi kalau kondisi kaki masih begini mah percuma!

“Ya udah. Katanya lo mau ngomong. Mau ngomong apa sih? Yang cepet deh!” kataku ketus. Friza menghentikan aktivitas membetulkan rambutnya dan melirik tepat ke wajahku.

“Sabar dong! Lagian bukan gue kok yang mau ngomong sama lo!” balasnya sengit. Widih! Ada yang mau ngomong sama aku! Kayaknya gawat darurat nih! Pantesan aja dia rela-relain jemput aku ke sekolah, pikirku. Mulutnya masih mencibir melihatku yang tertegun kemudian aku menantangnya kembali.

CRASHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang