PERJANJIAN KONYOL

3K 6 0
                                    

Desakan keluarga lebih tepatnya ibuku yang bersikeras untuk menjodohkan aku dengan seorang cowok dari tetangga desa bisa membuatku frustasi. Bahkan tak bersemangat untuk kuliah lagi. Aku tahu cowok itu memang suka padaku, dia perhatian namun, aku hanya menganggapnya sebagai teman. Walaupun banyak tetanggaku yang bilang bahwa kami itu serasi. Dengan seiring berjalannya waktu, aku memang dekat dengan cowok itu, tapi kedekatan ini dia artikan lebih. Dia main ke rumahku, aku main ke rumahnya, itu kurasa hal yang wajar. Namun berbeda dengan tanggapan dia dan keluarganya. Dengan aku main ke rumahnya itu, mereka menganggap bahwa aku ini adalah pacar bahkan calon menantu mereka.

Begitu juga dengan ibuku. Padahal temanku yang cowok juga ada beberapa yang sering main ke rumah. Bukan dia saja. Dan karena merasa mendapat lampu hijau dari ibuku, dia selalu berusaha untuk mendekatiku, bahkan kurasa tidak hanya mendekatiku. Ambisinya untuk mendapatkanku pun terlihat jelas dengan caranya yang selalu mengancam akan melaporkanku pada ibu jika aku tidak mau diajak jalan ataupun jika tidak menerima telepon dan membalas smsnya. Hufht... entahlah... aku pusing mengingat hal yang satu itu.

"Hei...," tepukan seseorang di pundakku membuyarkan lamunanku.

"Pagi-pagi udah ngelamun aja. Muka ditekuk pula," lanjut Rifa, seseorang yang mengagetiku tadi.

"Kenapa sih Fir? Sejak balik dari kampung halaman kayaknya kamu gak happy gitu?" tanya Erika. Aku menghela nafas kasar.

"Ingat cowok yang namanya Ade itu gak? Yang pernah aku certain kapan itu." Jawabku, memandang mereka bergantian.

"Yang waktu SD kalian sering ketemu di jalan saat berangkat sekolah itu? Yang naksir temanmu? Yang...," ucap April mengingat-ingat.

"Iya, yang sering menggoda temanku dengan rayuan-rayuan manisnya." Tuturku, memotong pembicaraan April.

"Kenapa emang kok tiba-tiba bahas dia?" Via membuka suaranya juga setelah tadi hanya menjadi pendengar saja.

"Masa, ibuku mendesak aku untuk menerima itu cowok?" jawabku kesal.

"Kok bisa gitu?" tanya Erika sambil menautkan kedua alisnya, pertanda tak mengerti.

"Tau ah! Kata kakak sih dia sering main ke rumah cuma sekedar ngobrol sama ibu." Jawabku.

"Terus keluargamu yang lain gimana?" Tanya Via antusias, mungkin karena kepo yang sudah akut.

"Kakakku sih gak suka sama Ade. Kalau bapak sih terserah gimana aku. Tapi ibu... seolah-olah ibuku yang sedang kasmaran sama tuh cowok. Masa, pas aku mudik kemarin ibu rela diemin aku gara-gara tuh cowok. Kayaknya otak ibuku udah dicuci deh sama tuh orang." Ucapku panjang lebar.

"Huuusss... jangan bilang gitu ah. Gak baik." Rifa mengingatkan. Aku hanya tersenyum miris mengingatnya.

"Eh, emang kakakmu gak suka sama si Ade itu gara-gara apa?" tanya April makin penasaran.

"Dia itu playboy. Udah terkenal banget malah. Semua orang di tempatku juga tahu." Jawabku.

"Emang cakep ya?" tanyanya lagi, membuatku memutar bola mata malas.

"Putih. Cakep sih kata orang." Jawabku malas.

"Kok kata orang sih? Emang menurut kamu dia gak cakep gitu?" tanyanya lagi. Cuih, ini anak kaya wartawan infotainment aja, bikin aku tambah kesal aja.

"Cakep." Balasku singkat.

"Nah lho... trus kenapa kamu gak mau sama dia?" kini giliran Via yang bertanya.

"Gak suka aja sama tingkahnya. Romantis sih iya, tapi rayuan-rayuan gombalnya itu yang bikin aku risih." Kataku, menhendikkan bahu dan menggelengkan kepalaku secara kilat.

Kumpulan Cerpen Cinta RemajaWhere stories live. Discover now