Bab II Rendezvous

9.7K 702 56
                                    

Bab II
Rendezvous


Jakarta, 2011

Sejak kecil, ia telah mendengar cerita itu setiap hendak tidur. Bukan sebuah dongeng princess ataupun dongeng tentang binatang-binatang di hutan, tetapi sebuah dongeng tentang kisah percintaan gadis pribumi dengan seorang mayor kompeni. Sebuah kisah yang tak pernah berakhir bahagia.

"Eyang putri, cerita lagi dong soal dongeng gadis pribumi dan mayor kompeni." Pintanya. Ia baru berusia 5 tahun, masih terlalu kecil untuk memahami makna sejati dongeng itu. Tetapi ia telah jatuh hati kepada dongeng itu. Dongeng itu begitu dahsyat, lebih dari pada dongeng princess Eropa.

Eyang putrinya tersenyum saat menatap cucu perempuan pertamanya itu. Ibu si cucu tersenyum sambil merapikan mainan-mainan yang berserakan di lantai kamar anaknya. Eyang putri ikut tidur di samping cucunya.


Batavia, 28 Desember 1949

Indonesia telah merdeka pada tanggal 17 Agustus 1949, tetapi Negara tempatnya mengabdi tak mengakui hal itu. Belanda kembali ke Indonesia bersama sekutu. Pada tanggal 29 September 1945, Sekutu datang untuk mengurus tentara Jepang yang tersisa di Indonesia. Tergabung dalam Allied Forces Netherland East Indies (AFNEI), sekutu dan NICA yang dipimpin oleh Sir Philip Christison mendarat di Tanjung Priok, Jakarta. Pasukan NICA terdiri dari prajurit Angkatan Darat Belanda yang merupakan sisa-sisa prajurit pada masa colonial dengan penambahan anggota. NICA bermaksud mengembalikan kekuasaan Belanda di Indonesia.

Ia pun kembali, dengan harapan bisa bertemu dengan gadis pribumi yang telah menawan hatinya. Pencariannya terus dilakukan selama masa Agresi Militer Belanda I pada tahun 1947 hingga ia menemukan rumah milik wanita itu telah kosong dan hanya tinggal para pengurusnya saja. Mereka bilang, nona Laksmi dan keluarganya mengungsi ke kerabatnya di Jawa, tepatnya di Jogjakarta.

Agresi Militer Belanda II pecah pada tanggal 19 Desember 1948. Kesempatan itu tak ia lewatkan karena targetnya adalah Jogjakarta, yang saat itu menjadi Ibukota Negara Indonesia pindahan dari Jakarta. Ia terus mencari tetapi kota itu terlalu luas untuk seorang perempuan pribumi, atau waktunya tidak tepat, mengingat peperangan telah dikobarkan oleh Belanda.

Ia bersama pasukan Belanda ditarik dari Jogjakarta pada tanggal 26 Juni 1949, kembali ke Jakarta, menunggu perintah dari atasannya. Genjatan senjata antara Indonesia dan Belanda memberikannya kesempatan untuk mencari Laksmi. Ia kembali ke kediaman keluarganya Laksmi dan menitipkan pesan bahwa ia mencari Laksmi kepada pengurus rumah itu.

Selang beberapa bulan, Indonesia dan Belanda mengadakan perundingan Internasional yang bertempat di Denhaag. Ronde Tofel Conferentie atau yang lebih dikenal bangsa Indonesia sebagai Konferensi Meja Bundar ( KMB ) mungkin akan menjadi akhir dari sengketa kedua Negara. Salah satu hasilnya adalah Kerajaan Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa syarat, itu berarti peperangannya akan berakhir, ia pun akan dipulangkan segera. Pada tanggal 27 Desember 1949, upacara kedaulatan dilaksanakan di Negeri Belanda dan di Indonesia. Di Negeri Belanda, pengakuan itu dilakukan di Amsterdam. Belanda diwakili oleh Ratu Juliana dan Indonesia diwakili oleh Drs. Moh. Hatta, anak Indonesia yang berotak cemerlang. Sedang di Indonesia, uparaca itu dihadiri Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai wakil Indonesia, dan A.H.J Lovink sebagai wakil Belanda. Penandatanganan keputusan KMB ini, menjadi akhir masa penjajahan Belanda di Indonesia.

Pada tanggal 28 Desember 1949, pasukan Belanda dipanggil kembali ke Belanda. Ia harus kembali ke negeri tempatnya mengabdi sore itu. Ia bahkan masih mengharapkan adanya kesempatan terakhir untuk bisa bertemu dengan wanita pribumi yang ia cintai itu.

MELINTAS MASA [complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang