[9] - What Happened?

498 32 2
                                    


"Revan? Lo mau kemana?"

Revan berbalik dengan senyum cerahnya. "Gue mau keluar. Gue udah bisa ke luar dari sini."

Gadis ini menggeleng kuat. "Jangan! Jangan pergi!"

Revan mengusap puncak kepala gadis ini lembut. "Tapi gue harus pergi. Ini giliran gue. Hati-hati di Riddle House ya, Fan."

Fanny terdiam, memeluk tubuhnya yang kedinginan. Gadis ini hanya mampu melihat kepergian Revan. Punggung pria itu terus menjauh, lalu tak lama punggungnya lenyap. Hancur, memercikkan darah.

Fanny menjerit. "Revan!"

Fanny menangis, gadis ini jatuh bersimpuh, seraya mengepalkan tangan kuat-kuat.

Bunyi tapak kaki yang begitu banyak membuat Fanny mendongak. Tak jauh dari tempatnya berdiri, Jessie, Vania, Eza dan Nesya sedang berjalan berbaris berurutan. Membuat Fanny bingung dan buru-buru menghampiri mereka.

"Kalian mau kemana?!" pekik Fanny di sela-sela larinya.

Mereka berempat menoleh dengan senyum miris. "Giliran kami. Kami akan keluar sekarang, Fanny." jawab mereka serentak.

Langkah Fanny terhenti. Gadis ini menngusap lengan kirinya, seraya melangkah maju pelan-pelan. "Kalian mau keluar kemana? Kalian mau ninggalin gue sendiri?" tanya Fanny lirih.

"Ada gue." Sebuah tangan merangkul leher Fanny. Fanny lantas menoleh, memerhatikan wajah si perangkul dari samping.

Si perangkul menoleh dan tersenyum. "Ada gue, Fan."

"Da...ffa?"

Jessie tersenyum. "Jangan khawatir, kita akan bertemu lagi, mungkin." ucap Jessie yang membuat Fanny menoleh.

"Selamat tinggal!" Jessie berjalan menjauh, persis seperti Revan. Lalu punggungnya lenyap, hancur, memercikkan darah.

Fanny menjerit. "Kemana Jessie?!"

Eza, Vania, Nesya, maupun Daffa tidak ada yang menggubris. Eza, Vania dan Nesya justru berbalik, seraya mengangkat satu tangan.

"Selamat tinggal, cepat susul kami ya!" seru Nesya. Lalu mereka bertiga terangkat, dan menghilang.

Fanny terperanjat. Gadis ini refleks mendongak, namun tak menemukan mereka bertiga. Hanya layar hitam.

Fanny menoleh ke Daffa. "Kemana mereka Daf?! Kemana?!"

Daffa tak menggubris. Pria itu memandang lurus, tak menoleh sedikit pun.

Fanny mulai terisak. Gadis ini menangis sendirian. Karena begitu gadis ini mengedarkan pandangan ke sekeliling, tidak ada Daffa di sisinya. Hanya layar hitam.

Cukup lama ia menangis. Sampai akhirnya, ia merasakan sesuatu mengangkat tubuhnya. Sinar yang menyilaukan dan membuatnya memejamkan mata.

"Revan... sadar!"

Sayup-sayup suara itu mampu Fanny dengar. Fanny mengerjapkan matanya seraya memegangi kepala bagian kiri. Rasanya pening sekali.

Fanny mengedarkan pandangan ke sekeliling. Senyumnya mengembanf melihat teman-temannya masih ada bersamanya. Mimpinya tidak nyata. Mimpinya hanyalah semu.

Gadis ini berusaha bangkit tanpa menimbulkan suara. Namun ternyata Daffa menyadari kebangkitannya. Pria itu menatap Fanny datar, sedangkan Fanny justru cengar-cengir tidak jelas.

Fanny berniat untuk mencolek bahu Vania yang memunggunginya. Namun melihat bahu Vania yang bergetar, Fanny mengurungkan niatnya. Ia melirik Daffa dan mulai berisyarat dengan tatapan lewat mata.

Riddle House [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang