4. Re-Publish

18.2K 778 22
                                    

Typo? Abaikan aja heee



Sandya masih berkutat dengan kesibukannya sehari-hari di toko busana miliknya yang kian ramai. Pergi keluar kota sudah menjadi agenda rutin dalam hidupnya selama setidaknya sebelas bulan ini, bahkan Ben juga tidak mampu melarangnya. Sandya ingin melupakan segala rasa pedihnya karena kehilangan Danang, rasa sakit itu masih mengerogotinya hingga ia masih sering menangis di tengah sujudnya pada sepertiga malam-Nya.

Ben membiarkan Sandya sibuk kesana kemari karena ia tahu pengalihan adalah jalan terbaik keluar dari segala kegundahan yang melanda hatinya. Kehilangan kekasih dan harus menikah dengan laki-laki asing, kemudian ditinggalkan sendiri merenungi kesepian hari demi hari, ia tahu Sandya lebih dari menderita namun tidak sekalipun ia menunjukkannya.

Dipandanginya wajah jelita gadis itu dari balik pintu penghubung ruangan mereka. Sandya tidak pernah menutup pintu ruang kerjanya kecuali jika ia ingin tidak diganggu, itupun ia minta ijin terlebih dahulu kepada Ben. Ia melihat segala yang ada pada gadis itu benar-benar mempesona, tapi ia selalu tampil sederhana dan apa adanya. Dia juga gadis yang ramah dan juga cerdas, hingga tidak heran jika tidak sulit baginya dalam pergaulan.

Mungkin bagi yang belum mengenalnya, ia terlihat pendiam dan sulit untuk didekati. Tapi sesungguhnya Sandya gadis yang ramah pada siapapun. Ben juga tidak pernah melihat wajah gusar dan marah gadis itu, Sandya selalu ceria dan sangat pandai menyembunyikan kesedihannya. Selain itu senyum juga tidak pernah absen menghiasi bibir mungilnya yamg ranum.

Ben menyadari jika Sandya adalah duplikat Mona, mama Sandya. Dan Ben tidak habis pikir, mengapa gadis itu mau menikah dengan Mahesa Hadiwijaya. Yah, meski Ben tahu siapa sih yang bisa menolak pesona pria itu, selain tampan juga segala kesuksesan ada dalam dirinya. Menjaga dan memiliki seorang wanita cantik seperti Sandya pastinya bukan hal yang sulit untuk dilakukan.

Lamunan pria itu terhenti ketika ponselnya berbunyi nyaring, wajahnya langsung ceria begitu melihat nama yang tertera di layarnya. Dengan tergesa ia meninggalkan ruangannya tanpa menyadari Sandya yang tersenyum penuh arti di belakangnya. Sandya meraih ponselnya di meja begitu sebuah bunyi pesan menyapa telinganya. Nama salah satu ajudan suaminya tertera di layar ponsel canggihnya, dengan kening berkerut gadis itu membuka aplikasi pesan yang baru saja masuk.


From : Mbak Kiran

Mbak, hari ini beliau sampai di Jakarta jam 3. Mau ikut ke Bandara?

To : Mbak Kiran

Ya boleh, jemput aku ya.

From : Mbak Kiran

Baik, Mbak.

Sandya lalu meletakkan kembali ponselnya di meja kerjanya yang penuh sketsa belum jadi hasil rancangannya, ia terlihat menarik nafas panjang dan melihat jam di pergelangan tangannya. Baru jam satu, artinya ia masih memiliki waktu dua jam untuk bersiap. Ini akan menjadi pertemuan pertama bagi mereka setelah sekian lama tidak saling jumpa ataupun bertukar kabar. Selama sebelas bulan ini mereka tidak pernah saling berkomunikasi, meski begitu gadis itu yakin jika pria itu selalu mendapatkan informasi apapun mengenai dirinya.

Yang dapat dilakukannya hanyalah menjaga diri dengan sebaik-baiknya, menjadi istri tentara haruslah menjaga segala sesuatunya. Tentu saja ia mengingat betul semboyan persit, bahwa seorang istri tidak mempengaruhi karir suami namun seorang istri bisa menjatuhkan karir suami. Ia hanya ingin selalu mendekatkan diri kepada-Nya, agar ia diberi kekuatan lebih untuk menjalani kehidupannya bersama lelaki pilihan Danang, dan pastinya tidak akan mudah.

Bukan Pernikahan Sandiwara (Sudah Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang