Just Married

63.7K 1.2K 41
                                    

Aira.

9 jam yang lalu, aku sudah resmi menjadi istri sah dari seorang Alghazi Prayoga, alias Aga. Aga-aga Sinting mungkin lebih tepatnya. Setelah ijab Qobul, aku kembali harus di dandani untuk acara resepsi di halaman rumah keluargaku yang baru saja berakhir setengah jam yang lalu. Jangan Tanya bagaimana menyebalkannya acara resepsi tadi. Aku bahkan tak sempat makan hidangan yang disajikan. Aish, padahal salah satu hal yang bisa memperbaiki moodku adalah makan. yeah, aku cinta makan.

Aku masuk ke kamarku terlebih dahulu, Aga mengikutiku dari belakang kemudian menutup pintunya. Tak kupedulikan dia yang masih berkeliling mengitari kamarku. Mengamati setiap jengkal isi kamarku, tak sopan. Tapi aku biarkan, aku lelah sekali. Setelah pelarianku yang gagal total, ditambah dengan aku harus berdiri selama beberapa jam di acara resepsi tadi. Dan oh, apa aku sudah membuat perhitungan dengan suamiku itu? Belum. Mungkin besok! Saat energiku sudah kembali!

Benar. Aku harus membuat perhitungan dengannya.

Pertama, dia menyuruh temannya untuk menyamar jadi dia di awal jumpa kami. 

Kedua, dia ingin mempermalukanku dengan rencana ingin lari dari pernikahan.

Ketiga, dia benar benar lari dari pernikahan tadi.

Keempat, dia mengaku bernama Aga didepanku, dan bukannya Alghazi Prayoga.

Dan yang kelima, KENAPA DIA JUGA TERTANGKAP?!, sehingga kami harus menikah. Kalau aku wajar, karna aku wanita, pakai kebaya pula. Sekalipun aku mengangkat rok sempit itu sampai batas lutut, tentu saja lariku tak akan sejauh dia. Tapi dia kan pria?! kakinya lebih panjang untuk berlari kan?

“Ai....Bangun,” aku merasa ada yang menggoyang-goyangkan tubuhku. Ada bau sabun menyeruak dan tetesan air yang mendarat di lenganku. Aku mengerjap ngerjapkan mataku. Oh, apa aku ketiduran?

Sekarang kubuka mataku sempurna, Meski tubuhku masih tergeletak di kasur.

“Ganti baju dulu, mandi, baru tidur, hm?” lanjutnya. Aku bangkit tapi masih terduduk ditepian ranjang. Mengumpulkan segenap nyawaku yang masih tercecer. Kulihat dia sudah memakai kaus dan celana pendek, rambutnya masih basah. Kelihatan sekali dia baru mandi.

“Capek banget ya? Padahal malam ini kita harus melakukan hal yang penting. Gimana kita melakukannya kalau kamu udah kecapean kayak  gini, hm….??” Katanya lagi sambil tersenyum mesum. Tanpa basa basi lagi aku langsung berdiri dan menendang tulang keringnya.

“Dasar Mesum!”umpatku.

 “AAAUUUWWW!! ADAAAWW!!” teriaknya sambil meringis kesakitan. Aku tak peduli dan langsung memasuki kamar mandi. Kudengar dia masih marah marah. Apa tadi dia bilang? Melakukan apa? Hubungan suami istri? Cih…setelah apa yang dilakukannya tadi siang?! aku harus berpikir 1236 kali lipat untuk menganggapnya sebagai suamiku.

Aku sedikit was was saat keluar dari kamar mandi. Ada sedikit kekhawatiran kalau dia tiba-tiba menyerangku malam ini, bagaimanapun, dia sudah berhak apapun atas diriku. Meskipun aku sudah berencana akan membantainya kalau dia sampai berani menyentuhku malam ini. Sebenarnya ini bukan rencana awalku, bagaimanapun aku telah berencana untuk menjadi istri yang baik untuk suamiku kelak, siapapun orangnya. sayangnya, aku berubah pikiran setelah kejadian tadi siang. Orang ini terlalu menyebalkan untuk menjadi suamiku.

Ku buka pintu kamar mandi perlahan lalu berjalan pelan. Kulirik dia, ternyata sudah tewas. Syukurlah, mungkin dia juga kelelahan karna adegan lari larian kami tadi siang.

Aku melakukan semuanya dengan pelan, sholat isya, kemudian menaiki ranjang yang harus kubagi dengannya pelan-pelan Agar tak mengganggunya dan juga tak membangunkannya. Ku amati sebentar wajah suamiku itu. Tampan juga sebenarnya, Kalau saja dia tidak ingat kejadian tadi siang dan kemarin kemarin, mungkin aku akan sedikit memperlakukannya semanusiawi mungkin.

A Wedding-After Story [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang