06.

955 138 11
                                    

Seorang wanita di balik selimut tebal tersenyum begitu lebar kala tidurnya dihiasi mimpi indah. Tubuhnya terasa ringan dengan hati riang gembira. Dia tak menyangka bahwa alkohol bisa membuat tubuhnya seringan ini. Biasanya bangun tidur dia akan mual, pusing, pening-tunggu!

Bukannya terakhir kali dia berada di ruang karaoke??

Dalam sekali hentakan dia membuka mata sekaligus mendudukkan tubuhnya.

Dia membeku untuk beberapa detik sebelum akhirnya dikagetkan oleh dering telepon genggam di nakas samping kasurnya.

Dengan gerakan takut dia mengangkatnya.

"Dengan Ibu Mentari Nandamai di kamar 1031?" ujar seorang wanita dengan nada khas sebagai staf pekerja.

"Betul, kenapa, ya?"

"Mohon maaf mengganggu waktunya, kami dari staff restaurant hotel hanya mau mengingatkan bahwa sarapan di hotel kami hanya sampai pukul 10 pagi saja ya, Ibu. Di data sistem kami ibu tercantum membooking kamar dengan fasilitas breakfast dan kebetulan hanya ibu tamu yang belum sarapan."

Tari tampak kebingungan dengan situasi tersebut, dia bahkan memindai kamar itu memastikan bahwa Tari benar-benar di hotel, bukan di kamar apartemennya. Namun ... kapan dia memboking kamar itu?

Seingatnya dia hanya pergi ke club dan menangis, lalu setelahnya-—lupa.

"Bagaimana Ibu? Apakah kami tunggu?"

Tari yang sedang melamun lekas menjawab bahwa dia tak akan sarapan agar sambungan telepon lekas berakhir. Dia ingin mencari benang merah mengapa ruang karaoke berubah menjadi hotel dengan kamar tipe deluxe? Apa semalam dia sefrustasi itu sampai gila memesan kamar harga selangit hanya untuk semalam??

Kepalanya yang terasa ringan saat bangun tidur tadi mendadak pening.

Tari mengacak-acak rambutnya dan berteriak, "KYAAAA MENTARI BODOH! MENDING BELI PARFUM SEKONTAINER DARIPADA CUMA BUAT BOBOK!"

Tari menarik napas dan menoleh ke arah jam dinding yang memperlihatkan pukul setengah sepuluh pagi.

Sudah menghamburkan uang, bolos mengajar pula.

Oke, tenang, tenang.

Waktu check out sebentar lagi, dia harus menggunakan fasilitas sebaik-baiknya karena semalam dengan bodohnya dia memilih langsung tidur.

Tari melakukan perenggangan sembari memindai ruangan sekali lagi dan memikirkan fasilitas apa dulu yang akan dia gunakan setelah ini.

"Efek kasur deluxe, badan gue ringan banget. Orang kaya tiap bangun tidur apa begini, ya?" monolog Tari sembari bangkit dari kasurnya.

Tari menertawakan kemiskinannya.

"Oke, ngeteh dulu kali, ya? Orkay kan bangun tidur hirup aroma teh dulu," ujarnya sembari terkekeh dengan sifat kampungnya.

Dia pun segera beranjak. Namun saat turun dari kasur king size itu, atensi Tari teralihkan pada hawa dingin yang menyusup di area sensitifnya sampai dia tak fokus dan membuat kakinya tak memijak dengan benar hingga akhirnya terjatuh di atas granit marmer yang dingin.

Harusnya Tari mengaduh karena kakinya sedikit terkilir, tetapi dia malah panik karena ... memakai kemeja kebesaran-—yang tentu saja bukan miliknya.

Jangan bilang ....

Dengan gerakan perlahan Tari memegang anggota tubuhnya.

Tak ada penyangga di dadanya, juga tak ada penutup di area segitiganya, hal gila apa yang sedang menimpanya?

Tari segera bangkit dan berlari ke arah kaca. Namun langkahnya terhenti meski belum mencapai tujuannya sebab dia mengaduh.

Bukan karena kakinya terkilir, tetapi karena ... area bawahnya ngilu kala saling bergesekan.

Jantung Tari tiba-tiba berdegup kencang.

Engga, engga, bisa jadi efek terjatuh tadi. Ya 'kan?

Iyaa 'kan ... ?

Tari masih berpikiran positif. Dalam keadaan apapun biasanya kewarasannya masih tersisa. Tak mungkin dia senekat itu karena bertahun-tahun rem dirinya ditanamkan oleh bapak-ibunya.

Tari meneruskan langkahnya dengan perlahan sembari merapalkan doa agar pikiran buruknya tak jadi kenyataan.

Namun doanya itu sia-sia kala matanya menatap bercak kemerahan pada pantulan tubunya di kaca.

Tari berlari ke arah kamar mandi dan membuka kemeja putih itu. Dia berdiri di depan kaca sembari memindai tubuhnya yang tak lagi dilapisi kain penutup.

Tak hanya satu dua, tapi tiga empat lima dan lainnya mulai dari bawah dagu hingga atas lututnya.

Bajingan mana yang berani melakukan ini padanya??!

Tangan Tari gemetar. Dia tak tahu harus melakukan apa untuk sepersekian menit, hanya menunduk kosong pada wastafel hitam mengkilap di depannya.

Tari memutar ingatannya dengan keras. Dia ingin mengingat apa yang terjadi semalam? Apakah dia melakukannya atas dasar suka sama suka? Atau malah dipaksa?

Namun sekeras apapun Tari ingin mengingat, tetap saja dia tak mendapatkan apa pun. Ingatannya berhenti hanya sampai dia menangis di ruang karaoke. Setelahnya dia lupa.

Tiba-tiba Tari melihat sebuah paper bag di samping wastafel, dia segera melihat isinya barangkali ada sebuah petunjuk untuknya.

Tari mengeluarkan barang di dalam paper bag itu. Ada setelan formal yang persis seperti setelan yang semalam dia pakai. Namun Tari tahu persis itu bukan miliknya sebab yang dia pakai semalam dari brand murah bukan brand terkenal seperti yang tertera saat ini. Selain pakaian, ada minuman pereda pengar, dan juga sebuah kartu ucapan.

Tari segera membacanya.

------------------------

Dear, Ms Mentari.

I'm sorry for taking things from you. Saya tidak kabur, hanya saja hari ini jadwal saya sangat sibuk. Jika perlu mengobrolkan tentang semalam, kamu bisa menghubungi nomor di bawah.

081xxxxxxxxx

Oiya saya harap perihal semalam, hanya kita saja yang tahu.

R.M

------------------------

Hanya kita saja yang tahu?

Apa?

Tari saja tak ada ingatan tentang semalam, bagaimana dia menjaga rahasia itu?


Orang itu mengambil apa dari Tari?? Dia tak membawa apapun semalam selain ponselnya dan tadi Tari melihat ponselnya tergeletak tak berdaya di atas nakas.

Mendadak otak cerdasnya tak berfungsi. Mungkin masih terbalut efek alkohol semalam.

Mentari berpikir keras.

Dan jawabannya ada pada benda terakhir yang dia keluarkan dari paper bag itu.

Dua tablet postinor dengan sticky notes: dosis pertama diminum sekarang juga, dosis kedua nanti setelah 12 jam.

Sepertinya  ... Tari sudah tak perawan lagi.

Apakah ini adzab untuk anak yang membangkang kedua orang tuanya?

Bapak, Ibuk, maafin Tari ....

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 14 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bapakmu, Semangatku! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang