3- Sebuah Paksaan

2 1 0
                                    

"JARVIS PRADIPTA!!" teriakan tegas itu datang bersamaan dengan terbukanya pintu yang kasar. Membuat dua pasang manusia yang sedang tertidur berlonjak kaget.

Anin mengusap dadanya yang berdetak kencang. Napasnya turun-naik. Ia menyipitkan matanya, berusaha melihat seorang pria tua yang sudah memasang wajah galak di depannya. Tunggu, tadi pria itu memanggil Jarvis kan? Itu berarti ada Jarvis disini? Anin melihat ke samping dengan perlahan. Matanya membulat ketika pria yang dipanggil tepat ada disampingnya.

"AAAAAA!!!" Anin refleks berteriak. Ia baru bangun tidur, begitu pula Jarvis jika dilihat dari tampilannya. Anin meraba tubuhnya, memastikan tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Tapi tunggu dulu, mengapa mereka berdua bisa tertidur di sini? Di gudang? Anin rasa, semalam ia hanya sendirian membersihkan gudang yang sebenarnya sudah rapih itu. Setelahnya, ia hanya duduk bengong dan menangisi takdirnya hingga ia lupa kapan ia mulai terlelap. Jadi, apa yang dilakukan Jarvis di sini? Apa benar ia ingin macam-macam dengan Anin seperti ucapannya kemarin?

"Jarvis! Siapa wanita itu?" Anin melihat ke asal suara. Ia hampir melupakan jika ada orang lain selain dirinya dan Jarvis karena terlalu sibuk memikirkan keadaannya. Pria di depannya berjalan mendekati mereka. Bi Inah berdiri di dekat pintu dengan pandangan yang tidak bisa Anin jelaskan. Sepertinya wanita itu juga kaget sama sepertinya.

"Bukan siapa-siapa, Opa," ucap Jarvis dengan tenang. Pria tua—yang dipangil Opa dengan Jarvis mengetukan tongkat yang dipegangnya ke lantai dengan kencang, "Bohong!"

"Kalau bukan siapa-siapa, kenapa dia tidur di sini sama kamu? Kamu pasti melakukan sesuatu kan dengan gadis itu?" Opa menatap Anin. "Kamu sudah diapakan dengan Jarvis? biarkan bajingan ini bertanggung jawab." Anin menggeleng panik. Ia benar-benar tidak tahu apa yang terjadi.

"S-saya gak tahu apa yang terjadi, Pak. Seingat saya, saya hanya tidur si sini." Anin berusaha menjelaskan.

"Tidur di sini? Ini pasti ulah kamu kan Jarvis! Kamu sengaja sembunyiin gadis ini biar gak ada yang tahu kebejatan kamu."

"Opa ngomong apa sih? Aku gak ngapa-ngapain dia."

"Opa gak percaya. Opa tahu rekam jejak kamu selama kamu di luar negeri. Opa tahu kamu sering berganti-ganti perempuan. Jadi, mungkin ini sudah saatnya kamu mempertanggung jawabkan perbuatan kamu." Anin bergidik ngeri, ternyata Jarvis sudah seliar itu. Ia meraba badannya kembali, ia tidak diperkosa kan?

"Nikahi dia sekarang!" perintah sang Opa.

"Apa?! Opa jangan kekanakan deh! Opa bahkan gak tahu perempuan itu siapa dan bagaimana latar belakangnya. Bisa-bisanya Opa nyuruh aku buat nikahin dia." Jarvis memandang sang Opa dengan marah.

"Kalau dia bukan perempuan baik-baik, kenapa kamu bisa membawa dia ke sini? Ke rumah utama orang tua kamu? Sudahlah, nikahi dia sekarang. Kamu harus tanggung jawab dengan apa yang kamu perbuat."

Sebentar. Anin merasa bingung. Jarvis dan Opanya sedang membicarakan menikah dan tanggung jawab, apa maksudnya? Jarvis akan menikah dengan siapa?

Jarvis mengacak-acak rambutnya dengan kasar. Ia menatap Anin, "Lo bilang ke Opa sekarang kalau kita gak ngapa-ngapain semalam."

"Hah?" Anin mengerjap, bingung.

"Keputusan Opa tidak bisa diganggu gugat. Nikahi dia sekarang." Setelah mengatakan itu, Opa langsung pergi keluar diikuti dengan Bi Inah.

"OPA!!" Teriak Jarvis dengan marah.

Ia melihat Anin dengan tatapan kesal, "Lo kenapa sih diem aja? Jelasin dong kalau kita gak ngapa-ngapain!"

"Gue gak tahu harus ngomong apa. Gue bingung." Lirih Anin.

"Ck. Selamat! Dengan kebingungan lo itu, lo akan menikah dengan gue," ucap Jarvis dengan sarkas.

Let MeWhere stories live. Discover now